14 - Tuan Putri

13.8K 2.6K 433
                                    

Tubuhnya tiba-tiba menggigil.

Na Jaemin berusaha meringkuk sementara kesadarannya mulai pulih secara perlahan. Pandangannya buram, membuat pemuda manis itu kehabisan akal mengenai tempat dirinya berada saat ini. Berbagai gagasan menghampiri benak sang primadona akibat kebisingan lalu lintas malam hari itu yang terdengar olehnya.

Menginterupsi keheningan yang terjadi, sebuah suara pun menyela.

Suara yang tidak asing. Terasa begitu dekat sampai Jaemin dibuat mabuk mendengarnya. Hembusan nafas selalu menyapa permukaan kulit sang primadona setiap suara itu terdengar di sela bisingnya kegiatan lalu lintas.

Tidak selaras dengan suara yang didengarnya, Na Jaemin justru menemukan sosok sang Ibu tengah membiarkan pemuda manis itu bersandar di atas bahu miliknya. Ketika ia mendongak, wanita itu mengumbar sebuah senyuman hangat. Sesuatu yang belum pernah Jaemin saksikan dengan mata kepala sendiri selama ia bernafas di bumi.

"... Mama?"

"Gue cowok, anjir."

Seolah kembali merangkak menuju kesadaran, Na Jaemin melotot mendengar ucapan si hidung bangir yang kini hanya bisa menghela nafas. Wajah pemuda manis itu segera tenggelam dalam warna merah ketika menyadari posisinya yang tengah bersandar di atas pundak milik Jeno. Pantas saja suara itu terdengar begitu dekat hingga saat ini.

Si hidung bangir pun berdecak.

"Lo 'ngerepotin." Pemuda itu berucap sembari menyesap sekaleng soda yang dibelinya sebelum Jaemin terbangun. "Gue dimarahin si nyai gara-gara bersikap bodo amat atas kejadian di D'moris beberapa jam yang lalu."

Na Jaemin mengernyit. "Si nyai?"

"Seungmin."

Sang primadona membulatkan mulut sementara Jeno menaruh kaleng yang sudah tidak berisi di sampingnya. Pemuda manis itu sibuk mencermati ucapan si hidung bangir sebelum cepat-cepat memperbaiki posisinya dan mencari ponsel yang ia simpan di dalam tote bag. Rahang Jaemin sedikit mengeras ketika pemuda itu tidak menemukan satupun pesan yang mencari keberadaannya malam hari itu padahal waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

"Dijemput?"

Na Jaemin menggeleng menanggapi pertanyaan bodoh yang dilontarkan oleh si hidung bangir. "Kayaknya 'naksi."

Keheningan kembali menyelimuti keduanya. Seven Eleven yang terletak tidak jauh dari D'moris menjadi saksi bisu bagi atmosfer canggung di antara dua pemuda berinisial serupa.

Lagi-lagi Jaemin gagal.

Gagal membuktikan jika ia mampu menjadi pembangkang. Sepertinya sudah tidak ada secercah harapan lagi baginya untuk mendapatkan sang pujaan hati yang kini tengah dilanda keraguan dengan sebatang rokok di dalam genggaman.

Jaemin memandangnya jengah. "Ngerokok aja kali. Enggak usah sungkan."

"Dan harus beliin lo minuman lagi karena bengek?" Jeno bergegas menyimpan kembali sebatang rokok yang dimilikinya. "No, thanks."

Seolah mengingat sesuatu, si hidung bangir segera merogoh kantung plastik yang terletak di balik punggungnya dan menyodorkan sebotol minuman berperasa lemon kepada sang primadona. Tidak mendapat tanggapan apapun dari Jaemin, Jeno pun berdecih dan menarik paksa tangan kanan milik pemuda manis tersebut. Ia menaruh botol minuman yang dibelinya di atas tangan Jaemin sembari berkeluh kesah.

"Itu." Jeno mendengus. "Disuruh Seungmin beli."

Kemudian pemuda berhidung bangir itu menghela nafas panjang. Pandangannya jatuh kepada Na Jaemin yang saat itu tengah berterimakasih kepadanya, hendak menyimpan botol minuman yang ia berikan ke dalam tote bag tanpa peduli jika buku catatan di dalamnya turut basah akibat dinginnya botol tersebut.

Wayward • Nomin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang