"Ra, lo gak mau keluar dari rumah itu?" tanya Alexa. "G—gue khawatir sama keadaan lo."
"Gapapa kok. Gue gapapa," jawab Mira. Ia meminum kopi miliknya.
Alexa menatap Mira khawatir. "Gue tau gimana keadaan keluarga lo, Ra. Gue tau gimana kelakuan Tante Regina ke lo. Gue juga tau gimana dia selalu nuntut lo buat jadi yang terbaik dengan cara yang salah."
"Gue tau gimana sikap dia ke lo. Sikap gak pedulinya. Bahkan, sikap cueknya ke lo."
"Le, gue gapapa. Gue bahagia." Mira menyimpan gelas kopi tersebut ke atas meja. "Gue lagi berusaha bahagia semampu gue. Kalau misalkan gue udah gak mampu lagi, gue bakalan pergi."
Alexa hanya tersenyum simpul. "Ra, lo perempuan kuat. Lo hebat. Jangan pernah menyerah sama hidup ya, Ra. Kalo lo capek, butuh tempat bersandar, ada gue yang selalu ada buat lo."
"Makasih, Le." Mira tersenyum. "Bisa anter gue pulang, sekarang?"
"Dih, Raaaaaa. Baru ketemu sebentar." Alexa memasang wajah sedihnya. "Emang gak kangen sama gue?"
"Kangen sih, cuma gue takut dicariin."
"Oh ya, Ra." Perempuan dengan rambut sebahu itu memancarkan senyum bahagianya. "Gue udah ada calon buat nikah dong."
"Seriusan? Gilaaaaa, kapan nikah, Le?"
"Mungkin dua atau tiga bulan lagi. Dateng ya," kata Alexa.
"Gak janji ya. Kalo gue janji, takut gak bisa dateng juga." Mira menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gapapa 'kan?"
"Gapapa, santuy."
"Le, pulang," rengek Mira.
"Kenapa sih pengen cepet-cepet pulang? Mau dimarahin sama Tante Regina? Emang kuping lo gak capek apa dengerin bacotan dia. Gue yang pernah denger sekali aja udah muak, Ra."
Mira menatap Alexa sambil tersenyum. "Udah biasa. Ayo, pulang."
Alexa mengalah, dia mengangguk. "Ya udah, ayo."
🥀🥀🥀
Alexa mengetuk pintu rumah Mira berkali-kali, bahkan Mira juga terus-terusan memencet bel. Namun, tak ada sautan dari siapa-siapa. Kedua perempuan itu hampir saja akan pergi kalau suara klakson mobil milik Regina tidak terdengar.
Mata Mira bisa melihat bagaimana wajah bahagia kedua orang tua dan kakaknya begitu mereka keluar dari dalam mobil.
"Selamat sore, Om, Tante," sapa Alexa hangat.
Regina menatap Mira yang berada di belakang Alexa dengan tatapan tidak suka. "Abis dari mana aja kamu? Ilang gak jelas di bandara. Kerjaan kamu tuh ya, nyusahin melulu. Gak bosen apa kayak benalu di keluarga ini?"
Perkataan Regina barusan membuat Mira menunduk. Sedangkan Alexa mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia benci sosok iblis seperti Regina.
"Maaf, Tante. Tadi, saya ketemu Mira di bandara lagi nyariin Tante. Mira bilang, kalian dateng berdua, terus Tante ninggalin dia. Bahkan, saya juga ketemu Tante di bandara saat Tante beserta yang lain mau pulang," jelas Alexa. "Jadi, bukankah Tante yang ninggalin Mira di bandara?"
Alexa menatap raut wajah Regina yang menahan marah. "Siapa kamu? Kenapa berani sekali bilang seperti itu kepada saya? Dasar anak gak pernah di didik," kata Regina ketus.
"Mohon maaf, Tante. Saya lulusan Harvard University," jelas Alexa. "Lulus sebagai mahasiswi terbaik. Bahkan, saya hanya menjalankan study selama tiga tahun."
"Tolong dijaga sikap anda, Tante. Saya gak suka liat seseorang yang berperilaku sok baik. Namun, hatinya seperti iblis." Alexa menatap Regina sambil terkekeh. "Dan satu lagi, jaga berlian yang ada miliki. Sebab, saat anda kehilangan berlian itu, maka anda akan menyesal seumur hidup."
"Saya pamit." Alexa melambaikan tangannya kepada Mira. "Jaga diri, Ra."
Mira tersenyum sebagai jawabannya. "Makasih," kata Mira tanpa suara.
Regina mendorong tubuh Mira. "Awas. Kamu bawain koper Bram sama Stevia."
Mira mengangguk kaku. "Capek ya kalo cuma dianggap benalu," gumam Mira.
🥀🥀🥀

KAMU SEDANG MEMBACA
amour
Teen Fiction"Bun, aku juga mau di bangga-banggin di depan teman-teman Bunda. Bukan di bandingin sama anaknya teman Bunda." ☆ amour - aikasalsabilaa, 2020