Mira sudah bangun sejak subuh. Dia membersihkan luka nya yang belum dia obatin dari malem. Lukanya masih basah, cuma gak parah.
Dia mandi, ngebiarin lukanya gitu aja. Begitu selesai mandi, dia baru ngobatin lukanya. Dia pakaikan obat merah dan pernah di kedua lengannya.
Perempuan itu pergi ke dapur buat ngambil sarapan. Dia pergi sekolah tanpa pamit ke Regina dan hari ini, Mira menggunakan sweater pink favoritnya.
Sebelum ke sekolah, dia mampir dulu ke panti asuhan yang sering ia kunjungi kalau kesepian. Di situ, dia bertemu Bunda Widya-bunda kedua baginya.
"Selamat pagi, Bunda." Mira tersenyum sambil menyapa Widya yang sedang menyapu halaman depan. "Aku kangen Bundaaaa."
Widya menyimpan sapu lidi di tangannya ke sembarang tempat. Kemudian, dia berlari kecil dan langsung memeluk Mira.
"Mira, apa kabar? Udah lama gak ketemu kamu," kata Bunda Widya. "Udah mau lulus ya? Kemaren ke sini masih kelas sebelas deh."
"Hehe, aku sibuk olimpiade, Bun," kata Mira. "Bunda apa kabar?"
"Bunda baik kok." Widya mencium pipi anak kesayangannya dengan gemas. "Udah sarapan belum? Kalo belum, ayo sarapan bareng. Nanti ke sekolah di anter Pak Slamet, sekalian bareng anak-anak yang lain."
Mira menurut saja, dia ikut sarapan bareng anak-anak yang lain. Mereka juga sempat bercanda di sela-sela waktu sarapan. Baginya, di sini dia mendapatkan kehangatan keluarga.
Ia menyunggingkan senyumnya. "Aku lebih milih tinggal di sini daripada di rumah," gumam Mira.
Begitu selesai sarapan, mereka pergi ke sekolah di antar sama Pak Slamet. Selama di perjalanan, Mira ketawa terus ngeliat anak-anak pada bercanda. Dia merasa bahagia.
"Yang SMA, nyampe," kata Pak Slamet.
Mira salim dulu ke Pak Slamet sebelum turun dari mobil. Dia berjalan memasuki gerbang sekolah dengan senyumnya. Hanya bertahan beberapa menit sampai seseorang membuat kebahagiaannya hilang seketika.
"Anak panti asuhan dateng," kata salah satu anak kelas. Mira merubah ekspresi wajahnya menjadi datar. Dia juga tidak mendengarkan panggilan kedua sahabatannya.
Kali ini, Mira duduk sendiri di pojok belakang dekat jendela. Dia juga menghiraukan semua penjelasan yang diberikan oleh guru. Athilla sama Flavia-sahabat Mira-hanya bisa membiarkan Mira seperti itu.
"Mir, ke kantin gak?" tanya Flavia.
Mira menggeleng. "Kalian aja, aku masih kenyang," jawab Mira. Ia juga menampilkan senyumnya.
Flavia mengangguk mengerti. Dia dan Athilla pergi ke kantin berdua. Sedangkan Mira hanya tertidur di bangkunya.
Hampir saja Mira tertidur, tangan mungil Athilla menempel pada kening Mira. "Hehe, ganggu ya?" tanya Athilla.
"Kenapa, La?"
"Nih, makan bareng," kata Athilla sambil memberikan Mira nasi kotak yang ia beli bersama Flavia.
"Flavia mana?" tanya Mira.
"Aku di sini!" Flavia melambaikan tangannya. "Nih, minumannya."
Mereka makan bareng. Tapi, Mira emang gak nafsu makan. Jadi, dia cuma makan sedikit. Sisanya, dia simpen di laci mejanya.
"Oh ya, Sabtu besok ngemall kuy," kata Flavia. "Melepas penat."
"Aduh, gak bisa. Mingdep 'kan ada ujian," tolak Mira.
"Hari Sabtu doang, Ra. Jarang-jarang kita ngemall bareng." Athilla menatap Mira dengan tatapan memohon. "Yaaaaaaa?"
"Hm."
"YES!" teriak Athilla dan Flavia barengan.
Mira terkekeh melihat itu. Namun, dalam hatinya, dia harus rela dimarahin lagi oleh Regina karena harus meminta izin untuk sekedar pergi ke mall bersama kedua sahabatnya.
🥀🥀🥀
KAMU SEDANG MEMBACA
amour
Teen Fiction"Bun, aku juga mau di bangga-banggin di depan teman-teman Bunda. Bukan di bandingin sama anaknya teman Bunda." ☆ amour - aikasalsabilaa, 2020