Kali Ini Saja

898 88 11
                                    

Assalamualaikum , Shalom, Om Swastiyastu , Namo Buddhaya ,Salam Kebajikan sahabat dunia orange 💕

Ayo jangan lupa untuk vote dan comment pada cerita ini ya

Karena vote dan comment kamu berarti banget buat aku.

🦢

Wajah itu, tegakah Arby melukainya?
Arby merasa ia tidak punya hak untuk terlalu egois memaksakan perasaannya pada Aara, dia tau itu. Daripada harus kembali melihat seorang gadis yang amat dicintainya terluka kembali, Arby harus menahan rasanya ini. Bila perlu ia harus menjauh dari sosok wanita yang begitu membalik-balikkan hatinya itu.

Ya, itu yang terbaik. Arby berusaha meyakinkan dirinya, walaupun sekarang ingin sekali dia mendekap Aara dengan erat kembali. "Ayo pulang," Arby berupaya memandang Aara seperti pertama bertemu. Dengan aura dinginnya, tentara itu turun langsung, tak sanggup jika harus menatap manik mata itu.

"Ini semua demi kebaikan kita," gumamnya tegas menuruni tangga.

____________________________________

Arby membawa Aara kembali menuju mess. Hanya sekejap dengan tatapan dinginnya, tentara itu pergi meninggalkan Aara tanpa sepatah kata apapun.Berlalu tidak memandang kebelakang sedikitpun. Seolah wanita yang baru diantarnya itu tidak lagi memiliki arti.

Aara menatap kepergian si tentara nanar. Menghilangnya Arby dari pandangan aksanya, membuat si dokter merasakan perasaan tidak enak. Mungkin hanya firasatnya saja, atau memang ada yang salah dengan situasi yang baru terjadi.

Si dokterpun menjadi kepikiran sendiri, sepanjang makan malamnya, hanya Arby yang terlintas dalam benak beliau. Jujur Aara kesal sekali dengan tingkah Arby yang berubah-ubah padanya seperti ini. Aara tau tentara itu memang tampan. Tapi setampan apapun seorang pria, tetap tidak boleh menggantungkan perasaan wanita.

Ia melewatkan makan malamnya di dalam mess dengan hening tanpa suara. Bahkan semua orang di sekelilingnya juga ikutan diam dan sama sekali tak mengajak Aara bicara. Syukurlah, dokter itu jadi tidak perlu pura-pura terlihat baik. Dia segera menyelesaikan makannya dan langsung naik menuju kamar.

Berbeda dari hari sebelumnya, suasana hati Aara sangat berbeda kali ini. Rasanya sepi sekali, tidak ada senyuman tipis milik Arby untuknya. Kemudian seolah menjadi kebiasaan, Aara menarik kursi kayu di kamar itu menuju depan jendela. Dipandangnya langit malam dengan rembulan yang masih sama. Bulan yang pernah menemani malamnya bersama sang tentara.

Aara mungkin bisa melamun di lantai dua tempatnya tidur, namun tidak dengan Arby yang dari jauh mengawasinya. Tentara itu merasa jadi orang bodoh, mengendap dan mengintip layaknya penguntit yang begitu takut ketahuan.

Padahal kalau mau, dia bisa saja menatap Aara terang-terangan. Hanya saja kalau itu dilakukannya, semua akan terasa lebih berat. Ia mungkin tidak akan sanggup menahan hasratnya untuk memeluk dokter itu.

Perlu beberapa menit waktu sampai Arby benar-benar tidak tahan lagi. Dia belum siap untuk menjauhi Aara sekarang. Tentara itu keluar dari persembunyiannya, ia ingin segera berlari menuju Aara sebelum sebuah tangan menariknya mundur.

"Naira?" Tanya Arby dengan muka bertanya.

Naira melepaskan pegangannya pada Arby, "aku tau kamu liatin dia," ucapnya menatap ke arah yang dilihat Arby yaitu tidak lain adalah Aara.

"Kamu beneran nekat ya?" Tanya Naira bertanya, raut wajahnya berubah marah.

Arby menunduk, tentara itu tau kalau dia salah. Namun sungguh dia tidak punya pilihan lain. Hatinya seolah meronta saat ia bersikap seperti ini pada Aara. "Aku gak bisa jauhin dia gitu aja Naira," ucapnya parau.

APAIXONAR [ MATEEN ] #Wattys2020Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang