Langit Senja; 5

320 47 33
                                    

Malam ini, Langit dan Senja menghabiskan waktu bersama dengan saling tukar bercerita. Walaupun yang lebih banyak bercerita adalah Langit, tapi Senja ikut merasakan kebahagiaan yang Langit ceritakan.

Selama Langit bercerita, Senja tidak ada hentinya melihat wajah Langit dengan seksama. Pantas saja pertama bertemu dengannya, ia tidak dapat mengenali pemuda itu karna perubahan wajah dan juga tubuh. Sejak kecil perbandingan tinggi badan antara Senja dan Langit begitu jauh. Langit lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi badan Senja. Tapi sekarang, Senja sedikit bingung dengan perubahan tubuhnya. Antara Senja yang tambah tinggi, atau Langit yang tidak tumbuh tinggi---lebih tepatnya, tinggi badannya turun. Karna tingga badan mereka yang hampir sebanding.

Langit bahkan seperti sudah melakukan operasi karna wajahnya yang tambah tampan. Dia memiliki garis rahang yang begitu terlihat jelas serta hidung nya yang terlihat begitu imut. Mungkin hanya gigi kelinci nya yang tidak berubah. Tetap lucu dan menggemaskan jika tersenyum memperlihatkan gigi nya yang tertata rapi.

"Aku harus pulang sekarang," kata Langit mengakhiri ceritanya.

Senyum Senja memudar begitu saja ketika mendengar perkataan dari Langit yang seperti ingin kembali meninggalkannya lagi.

Langit yang mungkin mengerti dari isi pikiran Senja, tersenyum. Menarik tangan Senja dan mengelus punggung tangannya pelan. "Aku enggak akan pergi. Aku cuman mau pulang aja," tutur Langit.

Senja masih saja tidak mengerti dengan ucapan Langit. Apa pemuda itu benar benar akan pulang, atau pergi dan tidak akan kembali lagi padanya?

"Besok aku akan kembali lagin: ucap Langit.

"Janji?"

Langit tersenyum mengangguk. "Tepat dengan langit senja datang,"

Senja mengangguk tersenyum. Mengingat kembali dimana Langit pergi meninggalkannya dan berjanji akan datang kembali tepat dengan langit senja datang. Senja percaya Langit akan datang kembali, sesuai dengan janji nya kepada Senja, dulu.

***

"Vinza..!"

Lelaki yang merasa terpanggil itu membalikkan badannya lalu tersenyum melihat siapa yang tengah lari menghampiri nya dengan senyuman ciri khas miliknya.

"Hai, sayang," cetus Vinza, mencium kening kekasihnya sambil merangkul pinggang kecil milik Aranda yang sudah menjadi kekasihnya selama enam bulan lalu.

"Kangen... udah lama enggak jalan bareng," kata Aranda dengan manja.

Vinza terkekeh, mengusap puncak kepala Aranda. Vinza selalu gemas sendiri melihat Aranda yang selalu memanjakan diri kepadanya. "Nanti pulang sekolah ya," ucap Vinza.

Mereka mulai berjalan bersamaan menuju kelas mereka. Memang akhir akhir ini mereka tidak pernah jalan bersama lagi karna kesibukan masing masing. Tapi, setiap istirahat Vinza selalu menyempatkan diri untuk menemui Aranda ke kelasnya.

.

.

Ditempat yang berbeda---lebih tepatnya di kelas Senja, terlihat ramai karna guru pertama yang akan mengajar dikelas mya sedikit terlambat karna terjebak macet. Banyak yang berdoa agar kemacetan dijalan akan berlangsung lebih lama lagi.

"Senja,"

Senja mengangkat wajahnya dan mendapati seorang lelaki yang belum diketahui siapa namanya. Dan lagi lagi Senja harus memberi ekspresi terkejut sebelum menjawab sapaan dari orang itu. Sudah hampir sebulan ia bersekolah di sekolah barunya, tapi ia belum sepenuhnya mengenal nama teman teman sekelasnya. Bahkan ia belum tahu siapa ketua kelasnya. Senjaa hanya mengenal sekretaris yang selalu menulis di papan tulis dan mengenal bendahara yang selalu meminta uang kas tiap minggu nya.

"A-ada apa ya?" ucap Senja sedikit gugup.

"Lo di suruh ngumpulin fotocopy kartu keluarga lo, sama fotocopy KTP orang tua lo," kata seorang lelaki yang entah siapa namanya. Tapi Senja yakin bahwa lelaki itu adalah ketua kelas di kelasnya.

Senja mengangguk tersenyum. Kaku.

"Oh ya satu lagi," Senja kembali tersentak karna ulah si ketua kelas, "A-apa lagi?" ujar Senja. Tak lupa dengan kepala yang tertunduk.

"Sama tulis identitas lo di kertas selembar sekarang," titah nya.

Lagi lagi Senja hanya mengangguk tersenyum. Kaku.

Mata Senja menatap ketua kelas itu bergantian dengan menatap meja miliknya. Senja dibuat bingung dengan lelaki yang terus berdiri di hadapannya. Apalagi yang akan di ucapkan lelaki itu kepada Senja?

Senja mengangkat wajahnya pelan. "A-apa?" ujarnya sambil menundukkan kembali wajahnya dalam.

"Kalau lagi diajak ngomong itu, tatap muka nya," kata si lelaki yang tidak jelas siapa nama nya itu.

"Maaf," Senja semakin menundukkan kepalanya lebih dalam.

"Kalau mau minta maaf, harus tegap. Kayak yang enggak ikhlas aja,"

Senja menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan, berusaha menenangkan diri. Setelah sepersekian detik berasa lebih membaik, Senja mulai memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menatap wajah si lelaki itu.

Senja benar benar terkejut melihat wajah si lelaki yang tidak dikenal ini. Jantungnya kembali berdegub tidak normal akibat melihat wajah lelaki tersebut. Rasanya seperti melihat setan. Tapi, menurut Senja, manusia lebih terlihat seram dibandingkan dengan setan atau semacam nya. Bahkan mulut manusia pun lebih tajam dibandingkan dengan pisau dapur yang selalu digunakan untuk mengiris bawang.

"Ma-maaf," dengan tenaga yang tersisa, Senja memberanikan diri berucap sepatah kata hingga membuatnya kembali pingsan.

.

.

Lupakan soal Senja yang lagi lagi harus pingsan ketika berinteraksi dengan manusia lain. Biasanya, Senja selalu diam dan memikirkan tentang kejadian buruk nya. Tapi kali ini beda. Dia terlihat bodo amat dengan kejadian tadi disekolah. Bahkan dia seperti tidak melakukan hal bodoh atau semacamnya.

Sedari tadi Senja sibuk merapikan diri. Dia terus membenari rambut nya. Kadang sesudah diikat, lalu di lepas lagi karna menurutnya kurang cocok untuk diikat. Dia tidak ingin terlihat jelek di depan Langit.

Langit bahkan dapat membuatnya pangling. Dan Senja sendiri ingin membuat Langit pangling. Pertemuan mereka kemarin, terlihat biasa saja karna penampilan Senja yang memang biasa saja.

Langit senja hampir tiba tapi tidak ada tanda tanda Langit akan datang. Tapi bukan Senja namanya jika pasrah karna merasa bosan menunggu. Dia tetap setia duduk di bangku nya yang langsung mengarah ke jendela kaca yang terbuka. Mata Senja tidak lepas untuk menatap kearah pagar nya.

Senyum Senja memudar ketika melihat langit yang mulai gelap. Langit senja telah pergi berlalu. Tapi Langit belum kunjung datang. Rasanya Senja telah di bohongi oleh Langit. Tapi tidak. Senja tetap akan menunggu sampai Langit benar benar datang.

Tidak terasa waktu telah berlalu begitu cepat. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sudah waktu nya dia untuk makan malam bersama keluarganya.

Terdengar suara ketukan pintu dari luar. "Senja, makan malam dulu," titah Khana.

Senja pasrah. Dia mulai bangkit dari duduk nya dan mulai berjalan untuk menemui keluarganya yang sudah berkumpul di meja makan.

Janji langit senja tidak akan pernah teringkari.
Ketika dia berjanji akan kembali, maka dia akan benar benar kembali.

Seperti kamu yang berjanji akan kembali kepadaku.
Tapi, kamu tidak seperti langit senja yang selalu menepati janji nya dengan tepat.

***

A/n: saya mungkin lagi rajin update ya. Hahaha.

mohon untuk vote dan comment nya. Beri tahu saya jika ada kesalahan pada cerita ini, seperti; typo, keganjalan cerita(terasa aneh dengan ceritanya) atau sebagainya.

Oke.

See you:)

Langit Senja [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang