Langit Senja; 15

170 28 3
                                    

Vinza menguap lebar kemudian menggeliat dari tempat tidurnya. Pemuda itu kemudian beranjak dari tempat tidurnya lalu mengambil ponselnya yang sudah berdering beberapa kali.

Vinza menyipitkan matanya untuk melihat siapa yang menelefonnya dipagi hari seperti ini. Orang yang menelefon Vinza kembali menelefon dan secepatnya dia mengangkatnya.

"Apa?" ucap Vinza setelah tersambung ke seberang telefon. Vinza membuka pintu kamarnya sambil bertelefonan.

"Iya, iya. Nanti gue kesana," putus Vinza akhirnya.

Dari atas Vinza mendapati Bayu yang tengah sibuk membaca koran. Tak lupa dengan kopi buatan Tiffany yang sudah disediakan diatas meja. Vinza segera turun untuk menemui Bayu.

Pemuda itu mendudukkan diri di sofa panjang bersebelahan dengan Bayu yang tengah asyik membaca koran. Vinza mengangkat kedua tangannya kembali meregangkan otot ototnya yang masih terasa kaku.

Ia mendesah, menggaruk rambutnya yang masih berantakan. Sesekali ia menguap. Menatap Bayu yang masih sibuk dengan korannya, lalu Vinza kembali tiduran dengan paha Bayu yang dijadikan bantal olehnya.

Vinza mendongak keatas menatap wajah tampan Bayu. Lelaki paruh baya itu masih saja fokus kepada koran tanpa memperdulikan Vinza yang sudah menindih pahanya. "Ayah..," panggil Vinza.

"Hmm." Bayu bergumam walau pandangan masih fokus kepada koran.

"Ayah.." Vinza kembali memanggil Bayu dengan sedikit berteriak.

"Apa," jawab Bayu.

Vinza mulai membuka kunci layar ponselnya dan memperlihatkannya kepada Bayu. "Lihat," kata Vinza.

Pandangan Bayu mulai fokus kepada layar ponsel yang diperlihatkan oleh Vinza. Lelaki paruh baya itu kembali fokus kepada korannya setelah melihat layar ponsel yang diperlihatkan oleh anaknya.

"Lihat, Ayah," geram Vinza.

Bayu memang tipikal orang yang bodo amat kepada hal apapun yang menurutnya tidak penting untuknya. Hal yang selalu membuat Vinza geram terhadap Ayahnya ini adalah selalu diam saja jika ia menceritakan tentang hal hal konyol disekolahnya. Vinza padahal berniat untuk membagikan lelucon kepada Bayu, tapi lelaki paruh baya itu justru tidak memberi ekspresi apapun kepadanya. Setidaknya Bayu tersenyum menanggapi ceritanya, tapi ini tidak sama sekali. Tetap saja memperlihatkan wajah datarnya.

Bayu kembali menatap layar ponsel Vinza lalu kembali ke koran miliknya. "Sudah," kata Bayu.

Vinza menurunkan ponselnya. Mendengus sebal akibat perbuatan Bayu. Pemuda itu menarik paksa koran dari tangan sang Ayah, melipatnya kemudian disimpan di meja kayu depan mereka berdua.

Bayu hanya diam saja ketika anaknya merebut paksa koran miliknya. Tangannya masih tetap di gaya memegang koran. Meremas jemarinya kesal lalu mengusap rambutnya kebelakang dengan kedua tangannya.

Bayu menghembuskan nafas gusar lalu menatap Vinza. "Terus, kamu mau apa?" ucap Bayu.

"Ya, kasih saran, Ayah ku." Vinza mendudukkan dirinya.

"Ayah, enggak bisa ngasih saran sama kamu. Kalau masalah itu, Ayah sendiri juga enggak tau harus kayak gimana." Bayu menatap Vinza, "Pintar pintarnya kamu aja, ya," ujar Bayu. Menepuk pundak Vinza dua kali lalu pergi meninggalkan Vinza yang semakin bingung dengan Bayu.

Vinza menganga mendengar ucapan Bayu. "Terus gue, harus kayak gimana?" ucap Vinza kepada diri sendiri.

.

.

Dijam terakhir makan siang, Purnama baru keluar dari kamarnya menggunakan pakaian santai. Bahkan Purnama terlihat seperti belum mandi. Lelaki ini memang selalu malas mandi jika dihari libur sekolah. Jika ditanya oleh Sagha, Purnama pasti akan menjawab 'sayang air kalau mandi. Emangnya mau kemana?'

Langit Senja [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang