Langit Senja; 13

188 32 17
                                    

Langit segera pergi dari depan gudang setelah menemui seseorang. Ia sedikit berlari ketika mendengar bel pulang yang sudah berbunyi. Kelas sudah tampak begitu sepi. Hanya menyisakan dua orang saja yaitu Senja dan Tasya yang masih setia diam di dalam kelas.

Langit tersenyum ketika melihat Senja yang tengah memeluk tas hitam miliknya. "Terima kasih," ucapnya lalu mengambil tas miliknya sendiri.

Senja tersenyum mengangguk mendengar ucapan terima kasih dari Langit. "Kita pulang bareng kan?"

Langit mengulum bibirnya, menggelengkan kepalanya pelan. "Aku harus ke rumah sakit. Obat ku habis."

Senja menghela nafas gusar. Senja sudah biasa mendengar Langit yang akan pergi ke rumah sakit untuk mengambil obat. Langit memang bergantung pada obat karna sakit maag nya. Senja sendiri bingung kenapa maag yang dialami oleh Langit begitu beda dari orang lain. Langit benar benar membutuhkan obat takut jika maag nya kambuh mendadak.

"Yaudah aku minta jemput aja sama Pak Ferdi."

Langit tersenyum. Ia merasa bersalah karna telah menolak permintaan Senja. Perempuan itu memang tidak pernah memaksa keinginannya karna selalu mengerti dengan keadaan. Tapi tetap saja, Langit merasa menjadi lelaki yang tidak berguna karna telah menolak permintaan perempuan.

"Maaf ya." Langit mengusap puncak kepala Senja dengan lembut. "Ca, temenin Senja, sampai ada yang jemput, ya," perintah Langit. Tasya mengangguk dan langsung mengajak Senja untuk pulang.

Tasya terus berjalan sambil merangkul Senja yang begitu lemas. Tasya tahu bagaimana perasaan Senja setelah ditolak oleh Langit. Tapi ia tahu bahwa Senja tidak mungkin mempermasalahkannya.

Mengingat kembali kejadian dimana Langit menolak Senja untuk pulang bersama dengan alasan akan pergi ke rumah sakit, membuat Tasya begitu penasaran. Tidak salah kan jika Tasya kepo dengan mereka berdua?

"Ja, emang Langit, sakit apa?" Tasya mulai bertanya dengan pertanyaan yang mungkin mudah untuk di jawab.

"Sakit maag."

Tasya mengerutkan keningnya bingung. Ia sendiri memiliki sakit maag tapi tidak pernah sampai ke rumah sakit. Hanya dengan minum obat dari apotik saja mag nya sudah hilang. Tapi kenapa Langit sampai harus mengambil obat ke rumah sakit?

"Kenapa harus ngambil obat ke rumah sakit? Padahal kan di apotik banyak. Gue juga kalau maag kambuh, sekali minum obat dari apotik langsung enggak sakit lagi," jelas Tasya.

Senja menaik turunkan pundaknya. "Enggak tau. Katanya sih mag nya itu enggak boleh minum sembarang obat. Kalau enggak, nanti sakitnya makin parah," kata Senja.

"Perasaan semua maag sama aja deh." Tasya terheran heran dengan ucapan Senja.

Separah itukah maag yang dialami oleh Langit? Dulu juga maag Tasya pernah kambuh begitu sakit. Sangat sakit. Tapi hanya di beri obat dan ditidurkan sebentar, maag nya sudah kembali mereda tidak seperti sebelumnya.

Tasya menggelengkan kepalanya. Tidak ingin memikirkan tentang maag yang dialami oleh Langit. Dia sendiri bahkan tidak pernah memikirkan mag nya, ngapain juga dia harus memikirkan mag orang lain?

Senja berhenti melangkah ketika melihat Vinza yang tengah menyandarkan punggungnya di mobil putih milik Senja bersama dengan Ferdi.

"Lo pulang bareng gue. Naik mobil gue," ucap Vinza.

"A-aku bareng Pak Ferdi."

"Gue udah izin sama Pak Ferdi, kalau gue bakalan pulang bareng sama lo."

Tasya bingung mendengar perdebatan mereka berdua. Senja yang masih kekeh ingin pulang dengan supirnya, sedangkan Vinza masih memaksa Senja agar pulang bersamanya. Tasya dibuat pusing jika harus mendengar perdebatan mereka berdua. Ia mengalihkan pemandangannya kearah gerbang utama sekolah. Dia mendapati seorang perempuan yang tengah asik memainkan ponselnya.

Langit Senja [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang