Langit Senja; 17

152 22 2
                                    

Sudah tiga hari Senja tidak masuk sekolah dan hanya berdiam diri saja didalam kamarnya. Gadis itu kembali terpuruk pada kenangan kenangannya yang buruk. Akibat dari perlakuan Aranda yang membuat dirinya menjadi tidak ingin kembali menemui manusia diluaran rumahnya.

Senja kembali berfikir bahwa semua manusia memang sangatlah jahat dan kejam. Kenangan buruk yang selalu menimpanya kembali berputar diotak nya, bak seperti video yang terus diputar berulang kali.

Semua keluarganya sudah membujuk Senja agar mau kembali bersekolah dan melupakan masalah disekolahnya. Ia memang tidak pernah memberi tahu tentang masalahnya kepada keluarganya, tapi mereka selalu tahu apa yang membuat Senja menjadi begitu menyedihkan. Masalah. Itulah yang selalu membuatnya menjadi sedih.

Purnama kembali masuk kedalam kamar Senja tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Purnama dapat melihat perubahan ketika memasuki kamar Senja. Gaya duduk Senja. Pagi tadi, Purnama mendapati Senja yang melentangkan kakinya, dan sekarang menekuknya. Semua tubuhnya tertutupi oleh selimut. Hanya tersisa wajahnya saja.

"Kak, makan?" tawar Purnama.

Pemuda itu selalu merasa khawatir jika melihat Senja seperti sekarang. Sangat menyedihkan.

Tidak ada jawaban dari Senja.

Diatas meja kecil, piring yang berisi makanan masih terlihat utuh. Purnama yakin Senja belum memakannya. Bahkan menyentuhnya pun pasti belum.

"Kebawah yu, kak?" ajak Purnama.

Senja masih belum menjawab ucapan Purnama.

Pemuda itu sedikit menggeser duduknya mendekati Senja. Tangan kekarnya mulai menarik tubuh Senja untuk semakin dekat dengannya. Walaupun mereka tidak terlihat akur, tapi mereka masih memiliki rasa peduli satu sama lain.

"Kak Senja, takut? Takut sama siapa? Sama mereka?" Purnama mengusap pelan pucak kepala Senja.

Tubuh Senja tiba tiba bergetar. Air matanya mulai mengalir. Pikirannya kembali memutar kenangan buruk yang seharusnya sudah Senja buang jauh jauh.

"Mereka jahat, Na," ucap Senja lirih.

"Ssstt.. enggak papa. Mereka enggak ada. Disini cuman ada Mama, Papa, Kak Bulan sama Purnama," ujar Purnama. "Keluar yu, temui Mama, Papa sama Kak Bulan." Purnama kembali mengajak Senja.

Purnama tahu jika ditanya seperti itu Senja tidak mungkin meng'iya'kannya. Perlahan Purnama melepas selimut yang menutupi tubuh Senja dan menurunkan kaki Senja setelah itu menuntunnya untuk keluar.

Senja hanya nurut saja dengan apa yang Purnama lakukan. Seperti boneka yang tengah dimainkan oleh anak kecil untuk hidup, itulah Senja saat ini.

Dari bawah, sudah terlihat pasang mata yang menatap kearah Purnama dan Senja. Bulan yang masih merangkul toples berisi kue keringnya dan Khana yang mulai keatas untuk membantu Senja menuruni tangga.

Purnama menyuruh Senja untuk duduk disebelah Bulan. "Kak Senja," panggil Bulan.

Selalu tidak ada jawaban dari Senja.

Bulan mengambil tisu dari atas meja, lalu menyodorkannya kepada Senja. Perempuan itu tidak menerimanya. Dia masih saja dengan lamunannya.

Bulan kembali menarik tisunya dan memakainya sendiri untuk mengelap keringatnya sendiri.

Sore ini terasa begitu hampa dan sepi. Rumah besar yang dihuni oleh lima orang seperti tidak dihuni sama sekali. Hanya suara dari televisi lah yang menghiasi ruangan besar ini.

Hari ini, langit senja telah menghilang dibalik awan hitam.
Langit senja telah pergi bersama dengan keindahannya dengan cepat.
Sehingga membuatku tidak dapat melihat keindahannya yang begitu sempurna.

Langit Senja [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang