Chapter 21

64 8 2
                                    

Bosan, itulah yang dirasakan Jinwoo saat ini. Perbincangan ketiga teman karibnya mengenai acara akhir tahun terdengar memuakkan. Bahkan makanan ringan yang dibelikan Haeji tak terlihat menggiurkan sedikitpun. Berkali-kali dia menghembuskan nafas jengah, berkali-kali pula ia menghidup–matikan ponselnya.

Jinwoo akhirnya memutuskan pergi dari markas seventwins.
"Kau mau kemana?" Tanya Seungmin.

"Melihat mainanku."

Begitu presensi Jinwoo hilang dibalik pintu, sebuah pertanyaan mengudara. "Mainan apa?"

Tujuan Jinwoo sesungguhnya tidak ada, tapi sejenak yang dapat terlintas dikepalanya adalah ruang latihan taekwondo. Pasti saat ini sedang kosong.

Dia melewati koridor kelas 2, sekaligus memastikan mainannya—ralat, babunya, masih baik-baik saja, setidaknya setelah otaknya Jinwoo peras untuk menyelesaikan tugas sekolah miliknya. Jinwoo akui dia cukup kagum dengan kecerdasan yang dimiliki babunya itu. Hanya dalam waktu beberapa jam seluruh tugasnya selesai, seluruhnya.

Jinwoo merebahkan tubuhnya di atas matras begitu tiba. Lalu mengeluarkan poselnya.

~~~

Babu

Bawakan air minum dingin|
ke ruang latihan taekwondo

|Ya

Sekarang|

|Pelajaran

Ijin ke toilet kan bisa!|

|Tidak bisa.

~~~

Jinwoo kesal karena babunya membantah titah, tapi yahh sedikit kelonggaran sepertinya tidak apa-apa.
Jinwoo sabar menunggu..... Meski berpuluh-puluh umpatan keluar dari mulutnya.

Kehadiran Rira menerbitkan senyum tipis, sudut bibirnya terangkat meski sangat sedikit.

"Padahal aku sudah memikirkan banyak hal baik untukmu kalau kau tidak datang." Rira menyodorkan minum dan  Jinwoo langsung menenggak isinya hingga tersisa separuh.

"Kau, tidak pergi?" Jinwoo mengedikkan bahunya dan mulai melangkah pergi.

"Tunggu!"

"......"

"Aku punya sesuatu untukmu, tapi tutup matamu."

Jinwoo menatap Rira penuh curiga.
"Tidak usah, simpan saja untukmu sendiri."

"Ayolah, aku sudah menurunkan harga diriku. Tapi ini balasannya?"

Jinwoo dalam hati membenarkan ucapan Rira. Mereka punya harga diri yang sama tingginya. Meski masih curiga namun akhirnya dia tetap memejamkan matanya.

"Berikan tanganmu."

Dan berakhir dengan sesuatu yang bertengger manis di telapak tangan Jinwoo. Dalam sekejap Jinwoo merasakan sensasi aneh menyerang tanggannya hingga membuat sebagian tubuhnya merinding. Perlahan matanya terbuka dan....

"YAAAA!"

....Teriakan yang amat keras memenuhi seluruh ruangan, yang bahkan mungkin menuju setiap sudut sekolah. Serius, Jinwoo itu laki-laki tapi teriakannya bisa sekencang itu.

Rira sangat puas, sangat, tidak bisa dideskripsikan seberapa puas lucifernya. Dia tertawa tanpa berhenti. Sementara Jinwoo sibuk menggosok-gosokkan tangannya yang telah 'ternodai' pada dinding dan lantai.

Jinwoo memicing pada benda yang sekarang terkapar di lantai setelah menabrak atap ruangan.
Itu hanya mainan, tetapi tampak sungguhan.

Tetap saja itu laba-laba.

MazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang