Bab 12

84 19 0
                                    

Sehun terbangun dari tidur ketika mencium aroma kuah sundubu jjigae yang sangat dikenalnya. Sudah lama sekali ia tidak merasakan masakan yang dibuat oleh Naeun. Sambil berjalan keluar, ia jadi tersenyum-senyum sendiri. Rasanya seperti telah menikah saja. Seorang istri yang memasak dan menyiapkan sarapan pagi untuk suami tercintanya.

Naeun yang sedang mengaduk-aduk panci menyadari kehadiran Sehun. "Kau sudah bangun?" tanyanya dengan wajah ceria seperti biasa. Ia berjalan menghampiri dan memeluk lengan Sehun dengan manja. "Kau pasti terbangun karena mencium masakanku ini, kan?"

Sehun tersenyum dan mencubit hidung kekasihnya dengan gemas. "Tentu saja. Sudah lama sekali aku tidak menikmati masakanmu."

Masih dengan senyum mengembang, Naeun menarik tangan Sehun, seperti anak kecil yang menarik-narik tangan ibunya. "Kalau begitu, cepatlah kau cicipi masakan buatanku ini."

Sehun menurut saat Naeun mendudukkannya di salah satu kursi di dapur kecilnya. Sementara gadis itu menyiapkan makanan, ia terus memperhatikan wajahnya yang tampak sangat manis ketika tersenyum. Dari dulu, wajah Nasun memang tidak pernah berubah sedikit pun, dan itu yang membuat Sehun semakin jatuh cinta. Baginya, baru Naeunlah gadis yang bisa membuatnya tergila-gila hanya dengan sekali memandang.

"Aku tahu wajahku ini memang cantik, Hun. Tapi, kau tidak perlu menatapku sampai seperti itu."

Sehun tersenyum. "Aku sangat merindukanmu."

Naeun hanya balas tersenyum mendengarnya. Ia membawakan semangkuk besar sundubu jjigae yang masih mengepul ke depan meja. "Ini makanan favoritmu, kan?"

Sehun tidak menjawab. Ia malah bangkit dari kursi dan memeluk Naeun dari belakang, membuat tubuh gadis itu tersentak. "Aku benar-benar merindukanmu. Kumohon, jangan tinggalkan aku lagi. Aku tidak bisa hidup tanpamu," bisiknya pelan seraya menyandarkan kepala dengan manja di bahu Naeun.

"Aku juga sangat merindukanmu, Hun," balas Naeun. Ia menggenggam tangan Sehun yang masih melingkari perutnya. "Aku tidak akan meninggalkanmu."

Sehun memejamkan mata sejenak, menghirup napas dalam-dalam, merasakan aroma tubuh kekasih yang sangat dirindukannya. Ia akan secepatnya melamar Naeun. Ia tidak ingin menunda-nundanya lebih lama lagi. Ia tidak ingin gadis di pelukannya sekarang meninggalkan dirinya untuk kali kedua. Jika memang Naeun harus kembali ke Daegu karena pekerjaan, itu pun harus pergi bersamanya.

"Terima kasih, Eun. Terima kasih karena kau masih bisa mengerti diriku sampai saat ini. Sungguh, semalam aku benar-benar takut kehilanganmu. Aku takut kau tidak akan percaya dengan apa yang aku jelaskan. Aku takut—"

"Hunnah...." Suara lembut Naeun membuat kalimat Sehun terputus. Ia berbalik menghadap ke arahnya sambil tersenyum. "Sejujurnya aku juga takut kau benar-benar telah meninggalkanku karena gadis itu. Sungguh, aku takut sekali."

Sehun mengangkat dagu Naeun agar menatapnya kembali. "Kau tidak perlu takut. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Kau bisa pegang kata-kataku ini."

"Ya, aku percaya padamu, Hun."

Mereka saling bertatapan satu sama lain. Seperti terhipnotis dengan tatapannya, perlahan-lahan Sehun mendekatkan wajahnya ke wajah gadis yang berdiri di depannya. Naeun menutup mata siap menerima apa pun yang akan dilakukan lelaki itu. Semakin lama wajah mereka semakin dekat. Dekat...hanya tinggal lima sentimeter lagi ketika bunyi ponsel membuat mereka tersentak bersamaan.

Sehun langsung mendesah kesal. Siapa orang yang menghubunginya di pagi-pagi seperti ini? Mengacaukan paginya yang mungkin akan sangat indah jika saja ponselnya tidak berbunyi tadi. Sehun melirik ke arah Naeun yang terlihat salah tingkah, sebelum akhirnya berjalan masuk ke kamar karena bunyi ponsel yang masih terus berteriak-teriak minta dijawab.

Warm SnowfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang