Bab 21

127 23 2
                                    

Seharusnya Sehun sudah bersiap-siap menjemput Naeun ke apartemennya, untuk nantinya bersama-sama pergi ke kantor catatan sipil, mendaftarkan pernikahan mereka. Namun sampai sekarang yang ia lakukan hanyalah berdiam diri di dalam kamar dan masih mengenakan pakaian yang sangat biasa, celana panjang dan kaos lengan pendek warna putih.

Ia tidak bisa tenang karena pikirannya terus-menerus mengkhawatirkan keadaan Hayoung dan juga kata-katanya semalam. Ia menatap ponsel di tangannya dengan perasaan campur aduk antara bingung, frustasi, sedih, sakit, dan juga kesal karena tidak bisa mengerti dengan dirinya sendiri saat ini.

"Aku hanya ingin mengatakan sesuatu padamu... Mungkin kau tidak rindu padaku, tapi aku rindu padamu Sehun-ssi. Jeongmal bogoshipo."

Kata-kata itu adalah ucapan Hayoung ketika gadis itu meneleponnya. Ketika gadis itu mengatakannya, sungguh ia merasa senang. Hatinya tiba-tiba terasa lega, seakan sesuatu beban yang selama ini mengganjal langsung berkurang begitu saja. Pada saat itu sebenarnya ia ingin sekali membalas perkataan Hayoung. Ia ingin sekali mengatakan bahwa ia juga sangat merindukannya dan ingin sekali bertemu, bahkan berada di sisi untuk memeluknya. Tetapi sayang sekali, Hayoung tidak memberinya kesempatan untuk bicara dan malah memutuskan hubungan teleponnya begitu saja, walau ia sudah berusaha untuk menghubunginya kembali.

Sampai tiba-tiba saja ia menerima pesan singkat yang benar-benar bertolak belakang dengan apa yang diucapkan gadis itu sebelumnya. Kata-kata itu lebih dalam dan langsung menusuk ke hati dan jantungnya bersamaan. Kata-kata yang membuat Sehun seakan lunglai di tempat. Hatinya terasa sangat nyeri dan jantungnya seakan tidak bisa bernapas.

Bila takdirku bukanlah untukmu, maka berilah aku kesempatan untuk pergi darimu. Bila esok adalah akhir dari semua. Izinkan aku tuk memeluk erat tubuhmu. Merasakan hangat pelukmu untuk kali terakhir, sebelum aku amnesia sejenak dan tak akan pernah mengenal siapa pun terutama dirimu.

Apa kau tahu, Sehun-ssi? Jika aku benci dengan keadaan ini. Keadaan di mana aku tidak bisa berbuat apa pun untuk merealisasikan harapku. Aku benci dengan perasaan ini. Perasaan di mana aku sangat merindukanmu. Namun bagaimana pun, aku harus tegas dengan keputusanku, kan? Aku...ingin melupakan apa pun tentangmu.

Sehun tersentak karena tiba-tiba ada sebutir air mata jatuh dari kelopak matanya. Ia segera menghapus air mata itu. "Mengapa aku menangis? Mengapa aku bisa menangis?" Tak lama air mata itu jatuh semakin banyak dan seakan tidak bisa berhenti.

Ada apa ini? Dari mana datangnya perasaan yang begitu kuat ini? Tidak mungkin ia merasakan sedih hanya karena Hayoung yang telah melepaskannya pergi. Tetapi rasa sakit di hati telah menyadarkannya secara tiba-tiba. Menyadarkan bahwa ia telah melakukan kesalahan besar. Kesalahan karena membuat Hayoung pergi dari sisinya untuk selamanya.

Sehun memukul-mukul dadanya dengan kesal. Mengapa tiba-tiba ia merasa sesak sampai ingin meninju sesuatu untuk melampiaskannya? Ia berusaha menenangkan diri. Ia menarik napas dalam-dalam, tetapi hal itu malah membuat hatinya terasa sakit dan seolah-olah ingin meledak.

"Jadi benar dugaanku bahwa kau belum menjemputku karena masih terdiam di sini."

Sehun tersentak dan mengangkat wajahnya ke arah suara Naeun yang telah berdiri di depan pintu kamar, mengenakan gaun pengantinnya yang anggun, tetapi tidak dengan wajahnya. Wajah Naeun menyorotkan tatapan serius, kesal, dan lelah yang tak lepas menatap Sehun di depannya.

"Ka...kau?" Sehun mengerjap sebelum akhirnya buru-buru menghapus air mata di pipi dan menyembunyikan ponselnya ke belakang. Ia bangkit berdiri. "Bagaimana...." Sehun seakan kehilangan suaranya. Ia berjalan menghampiri Naeun yang masih tak lepas memandangnya. "Naeun-ah, mengapa kau memakai gaunmu? Bukankah kita hanya—"

Warm SnowfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang