Bab 20

130 23 0
                                    

Ketika membuka mata keesokkan hari, Sehun langsung memegangi keningnya yang terasa berdenyut-denyut. Mengapa bisa seperti ini? Sebenarnya apa yang terjadi semalam? Ia mengerang pelan karena kepalanya terasa berat dan seluruh tubuhnya terkulai lemas.

"Kau sudah bangun?"

Sehun mengerjap-ngerjapkan matanya saat mendengar suara Naeun. "Apa yang terjadi padaku?" tanyanya sambil memaksakan diri bangkit duduk dengan susah payah, kemudian menyusun bantalnya hingga tinggi dan menyandarkan punggungnya di sana. "Mengapa kau sudah ada di apartemenku di pagi buta seperti ini?"

Naeun memberikan segelas air putih. "Minumlah dulu, tenggorokanmu pasti sangat kering karena terlalu mabuk tadi malam," katanya seraya duduk di tepi ranjang.

"Mabuk?" Sehun berusaha mengingat-ingat memorinya ke belakang. Namun ia malah mengerang karena kepalanya semakin terasa nyeri ketika mencoba mengingat kejadian semalam.

"Tidak usah kau paksakan untuk mengingat." Naeun mengambil gelas yang telah kosong dari tangan Sehun, lalu meletakkannya di atas nakas.

"Tapi, bagaimana aku bisa mabuk?"

Naeun mengedikkan bahu. "Entahlah, justru itu yang ingin aku tanyakan padamu."

Sehun masih terus berusaha mengingat-ingat. Saat ingatannya tertuju pada Hayoung, saat tiba-tiba saja perasaannya begitu sakit tanpa diketahui sebabnya. Lalu ia pergi ke pojangmacha berniat untuk menenangkan dirinya sejenak, dan tanpa sadar ia malah meminum banyak soju karena bayang wajah Hayoung yang terlihat sedih dan kata-katanya di setiap surat itu selalu terngiang-ngiang dan tidak mau hilang. Ah ya ia ingat....

Naeun menggenggam tangan kekasih di hadapannya dan menatapnya muram. "Mengapa kau bisa mabuk berat semalam? Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan?"

Kening Sehun berkerut, tidak mengerti apa yang dikatakan Naeun. "Apa yang kupikirkan?"

Naeun mengangguk pelan. "Semalam Jongin menghubungiku dan memintaku untuk menjagamu. Dia mengatakan bahwa kau telah mabuk berat." ia menatap Sehun lagi. "Bukankah aku sudah ada di sisimu? Apakah aku saja tidak cukup, Hunnah?"

Sehun menatap mata Naeun lurus-lurus dan coba memaksakan tawa. "Yaa! Kau sedang bicara apa? Sudahlah aku mau berbaring sebentar lagi."

"Hunnah." Naeun menahan lengan Sehun, mencegahnya untuk berbaring. "Bolehkah aku meminta sesuatu darimu saat ini?"

Sehun tidak jadi berbaring, ia menoleh ke arah Naeun sambil mengerutkan kening. "Kau ingin minta apa?"

Naeun terlihat gugup, tetapi Sehun memutuskan untuk membiarkannya mengatakan semua yang diinginkan dan ia akan mendengarkan. "Aku—bisakah pernikahan kita dipercepat? Aku ingin besok kita sudah bisa menikah, Hunnah. Bisakah kau mengabulkan permintaanku ini?"

"Apa?" Sehun benar-benar terkejut dengan permintaan Naeun, bahkan ia tidak bisa bereaksi saking kagetnya. Ia hanya bisa diam, tercengang, dan menatap Naeun lurus-lurus. Mengapa tiba-tiba gadis ini ingin mempercepat pernikahannya?

"Setelah kupikir-pikir, besok atau empat hari lagi pun akan tetap sama saja, kan? Kau akan tetap menjadi milikku," kata Naeun melanjutkan. Kedua tangannya saling meremas walaupun ia tetap menatap mata Sehun. "Aku hanya ingin bersamamu lebih lama lagi, Hunnah. Jika kita menunggu sampai empat hari kemudian. Aku merasa tidak akan punya banyak waktu bersamamu karena aku harus kembali ke Daegu sehari setelah pernikahan kita." Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. "Aku hanya ingin merasakan sedikit suasana sehabis pernikahan. Aku ingin mencoba gaunku setelah kita pergi ke catatan sipil." Naeun membasahi bibir dan tertawa gugup. "Sebelum aku memakainya di pesta pernikahan kita nanti, aku ingin kaulah yang pertama melihatku memakai gaun itu."

Warm SnowfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang