"Azrafffff.... Bangunn, dah jam set 7 woiii." Teriak Ara tepat di telinga Azraf.
"Buset! Kurang besar suara Lo!" Azraf bangkit seraya memegangi telinganya.
"Liat noh... Dah jam berapa begoo..." Seru Ara sambil menunjuk jam dinding dikamar Azraf, membuat mata Azraf terbelalak.
Azraf lalu berlari ke kamar mandi, tidak menghiraukan Ara yang memandang aneh ke arah nya.
Secepat kilat ia bersiap siap, agar tak terlambat. Bukannya Azraf takut dihukum karena terlambat, tidak sama sekali. Lagi pula, siapa yang berani menghukum cucu kesayangan tuan Erdson Gasandara.
Azraf hanya takut, jika yang dihukum nanti adalah Ara, padahal dirinya yang menyebabkan masalah ini.
Azraf turun kebawah dan melihat Ara sudah rapi dengan seragam nya, lalu cepat cepat ia mengambil kunci mobil.
"Cepat Ra..." Serunya, Ara menurut lalu ikut berlari kecil menyusul Azraf.
Azraf mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang sedikit basah bekas hujan semalam.
"Zraf... Bisa gak sih gausah laju laju? Kita ga lagi balapan sama Rossi lho..." Rutuk Ara, ia merasa seakan akan ia terbang terbawa laju nya mobil yang dinaiki nya.
"Kita udah telat." Sanggah Azraf.
"Lebih baik telat dari pada gak nyampe sekolah."
"Yaelah Ra... Sejak kapan kalau orang cepat jalannya, ga sampe ke tempat tujuan nya."
"Ya kalau Lo laju nya begini, ntar kita sampe nya ke surga! Gak ke sekolah." Tukas Ara. "Itupun kalau pahala Lo banyak." Tambahnya.
Azraf berdecak lalu memelan kan laju mobilnya.
"Percuma debat sama cewek, jelas mereka selalu benar." Batin Azraf.
Sesuai dugaan, gerbang sekolah sudah dikunci rapat oleh mang Nurdin.
Saat mobil Azraf tiba di depan gerbang, mang Nurdin langsung membuka gerbang itu.
"Makasih mang." Ucap Azraf.
"Iya den." Sahut mang Nurdin.
Ara turun dari mobil Azraf dan berjalan menuju kelas nya tanpa menunggu Azraf, sementara cowok itu entah mengerjakan apa di dalam mobilnya.
"Heh kamu!" Panggil sebuah suara, Ara menoleh.
"Enak aja main masuk, udah terlambat... Main masuk aja. Gatau ya peraturan disini itu kalau yang terlambat harus lari keliling lapangan?" Itu buk Siti, guru killer di sekolah. Ara pernah mendengar cerita tentang nya dari Mila dan Dita.
"Ma-af buk." Ara menunduk, baru kali ini ia kena masalah karena terlambat.
"Lari keliling lapangan sepuluh kali. Sekarang!" Tegas buk Siti.
"Tunggu buk." Sebuah suara menghentikan pergerakan kaki Ara yang akan mengambil ancang-ancang untuk berlari.
"Jangan hukum dia." Ujar Azraf.
"Kenapa?"
"Saya juga terlambat, kenapa ibuk ga hukum saya?"
"Dia berbeda dengan kamu, gabisa seenak nya saja dia bebas terlambat... Hukum harus ditegakkan!"
"Kenapa ibuk tidak menegakkan hukum pada saya?"
Buk Siti terdiam, guru itu mencoba merangkai kata agar tidak salah bicara pada cucu pemilik yayasan itu.
"Ibuk takut saya laporkan ke kakek saya?"
Lagi lagi buk Siti terdiam.
"Saya saja yang menggantikan dia buk, biar saya yang lari keliling lapangan, dia terlambat gara gara saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
Teen FictionSemua berawal dari perjodohan seorang gadis dengan cucu pemilik sekolah. Azraf Gasandara, sang casanova di SMA milik kakeknya. Sikap nya tak dapat di baca. Kadang perhatian, kadang cuek, kadang dingin, dan kadang posesif. Namun seiring berjalannya w...