Semalam, Shana pulang benar-benar larut karena teman-teman kantornya kembali mengajaknya mengadakan pesta untuk yang kedua kalinya di salah satu bar. Karena tidak enak hati menolak, akhirnya Shana mengiyakan ajakan tersebut. Toh, dia besok akan meninggalkan Jerman kan?
Harusnya Shana bangun pukul delapan hari ini. Tapi setelah tidur jam tiga kurang, Shana harus terpaksa membuka matanya jam enam pagi karena ketukan pintu dan suara panggilan telepon, siapa lagi kalau bukan Fariz pelakunya.
"Aku baru tidur jam tiga kurang, Riz, ngantuk banget." Matanya kembali terpejam saat Shana menaruh bokongnya di sofa.
"Siapa suruh? Udah tau flight siang."
Dengan mata yang masih terpejam, Shana kembali mengatakan. "Lima belas menit lagi ya, kamu bangunin aku."
Tapi Fariz malah menggendong Shana ke dalam bathup miliknya, lalu menyemprotkan air ke Shana. Shana akhirnya membuka matanya dengan terpaksa, menatap Fariz kesal.
"Iya aku mandi, kamu keluar sana."
"Oke, nanti aja tidurnya di mobil aku."
Shana mengangguk. Aku butuh kopi!
Seperti yang di ucapkan Fariz, hari ini, tepatnya jam dua siang nanti keberangkatan Shana ke Indonesia. Dan sekarang, di sebuah kedai kopi di bandara adalah tempat terakhir Fariz dsn Shana bertemu.
"Kata kamu, dua atau tiga hari lagi, tapi malah sekarang berangkatnya."
Shana tertawa. "Kenapa emangnya?"
"Kan ngga jadi bareng."
"Ngga papa, nanti kalo kamu ke Jakarta, kita bisa ketemu lagi kan?" Ujar Shana menghibur.
Fariz mengeluarkan ponselnya yang berdering, mengucapkan sesuatu dengan orang yang tidak Shana tahu. Shana tidak peduli, tapi sedikit khawatir juga, siapa tahu itu pacarnya yang sedang menanyakan keberadaannya.
"Pacar kamu?" Tebak Shana tanpa di pikir kembali.
Fariz tertawa, lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. "Ke makan gosip gini nih."
"Aku kan cuma tanya."
Fariz mengangkat bahunya acuh, "aku ngga punya pacar. Ngga usah makan gosip dari kantor ya."
Shana tersenyum, lalu mengangguk.
Tadi pagi-pagi sekali, Fariz sudah berada di apartemen Shana untuk membantu perempuan itu ke bandara. Awalnya Shana menolak, takut merepotkan. Bukan Fariz namanya kalau tidak peduli dengan penolakan Shana, makanya dia bisa bersama Fariz sekarang.
Oh iya, Fariz akan menyusul Shana ke Indonesia lusa. Katanya sih, ikutan resign karena bosan sama pekerjaannya dan kangen rumah. Tapi Shana tidak terlalu percaya begitu saja. Pasalnya, posisi yang Fariz duduki di kantornya itu bisa dibilang sangat beruntung.
Tapi, Shana di Jakarta, sedangkan Fariz akan pulang ke Semarang.
Shana melirik arlojinya, "ini udah jam satu. Aku duluan ya, sampai ketemu di Jakarta."
Fariz tersenyum, tangannya mengacak rambut Shana pelan. "Iya, tunggu aku di Jakarta ya."
"Udah ah, nanti rambutku rusak." Shana membenarkan kembali rambutnya.
"Sha."
Shana menoleh, "iya, Riz?"
"Aku sayang kamu." Ucap Fariz tiba-tiba.
Iya, Shana sudah pasti melebarkan matanya karena sangat kaget.
"Jadi pacar aku mau?"
Ini sudah gila!
"Tapi nanti aja deh, tunggu aku ke Jakarta ya. Aku ngga kuat pacaran jarak jauh soalnya." Ucap Fariz sambil tertawa dan mengusap tengkuknya gugup.
Shana tersenyum. "Aku tunggu kamu di Jakarta ya, aku juga udah ngga percaya lagi soalnya kalo pacaran jarak jauh."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Shana: Don't Trust People Too Much✔
ChickLitHighest rank 1 on #ditinggalnikah 16 Maret 2021 Yang gue bisa ambil dari banyaknya cobaan di hidup gue selama hampir dua puluh delapan tahun hidup, jangan terlalu percaya sama orang. -Shana Ayasha.