Bagian Dua puluh empat

98 6 0
                                    

Persiapan pernikahan mereka kurang lebih tinggal lima persen lagi, segalanya Shana yang urus. Yaa, Fariz membantu juga sih, tapi sedikit. Fariz lebih betah tinggal dikantor dibanding mengurusi pernikahannya dengan Shana.

Berkali-kali juga Freya memberi tahu Shana kalau yang akan nikah bukan hanya Shana, tapi juga Fariz. Jadi mau tidak mau, Fariz harus ikut dan meninggalkan pekerjaannya sebentar. Tapi bukan Shana kalau tidak keras kepala, Shana selalu tidak mau mendengarkan perkataan orang terdekatnya.

"Baik pak, saya nanti kesana." Begitu ucapnya setelah diberi tahu orang yang bertugas mencetak undangan pernikahannya, hanya Shana, tidak ada Fariz.

Sebenarnya ada yang aneh dari sikap Fariz terhadap Shana, tapi Shana tidak menyadari. Saka juga sudah berkali-kali mengingatkan kalau ada yang tidak beres dengan Fariz belakangan ini, tapi Shana hanya bisa menyangkal.

"Pak Fariz pergi sama cewek loh, Sha, kamu ngga cemburu?"

Shana mendongak, "cewek? Siapa?"

"Cewek yang waktu itu, yang pernah ke ruangan pak Fariz juga."

Shana terdiam.

"Saya juga liat tadi, ceweknya melendung. Dia siapanya pak Fariz sih, Sha?" Tanya Cecil, teman satu divisinya, kembali.

Shana tersenyum, "temennya. Udah, kamu ngga usah ngurusin mereka, biarin aja. Mereka kan cuma teman, Cil."

Shana berusaha berpikir positif, padahal banyak sekali asumsi-asumsi yang ada di kepalanya. Tapi Shana, lagi dan lagi, terlalu takut untuk berpikir negatif kepada seseorang. Sampai akhirnya, ponsel Shana bergetar.

Fariz Damian: Aku pulang duluan, ngga papa kan? Aku ngga enak badan.

Shana tidak membalas. Menutup kolom chatnya bersama Fariz. Ngga mungkin Fariz bohong.

"Cha, lo udah tau?"

Shana menundukkan kepalanya, membuka kolom chatnya kembali dengan Fariz lalu ditunjukkan kepada Freya. Tahu reaksi Freya? Dia bahkan tertawa sinis.

"Lo balik deh mending, daripada kerja tapi ngga fokus? Gue telepon Saka ya?"

Shana menggeleng. "Jangan telepon Saka, Ya."

"Yaudah, lo gue anter. Gue minta izin dulu sama Azizah." Freya langsung beranjak menuju kubikel Azizah, tapi tangannya ditahan oleh Shana. "Lo butuh istirahat, Cha."

"Anter gue ke rumah Fariz, gue mohon."

Freya berdecak. "Terserah lo deh, lo mau kemana. Gue izin sama Azizah dulu, lo beres-beres cepetan."

Setelah Freya meminta izin kepada Azizah, orang yang bertanggung jawab di divisi Shana, mereka langsung ke rumah Fariz. Selama perjalanan, Shana tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Hanya terfokus untuk melihat jalanan kota Jakarta di siang hari, dengan tatapan kosong.

Sebenarnya Freya sangat kasihan melihat Shana seperti ini, tapi mau bagaimana? Shana tidak mau mendengarkan ucapan Freya sama sekali.

Sesampainya di rumah Fariz, Shana melihat Thalia sedang memotong tanaman yang sudah layu dan menghampirinya.

"Ma," Shana tersenyum. "Fariz ada?"

Thalia yang kaget melihat Shana tiba-tiba datang, hanya membalas senyumnya dengan kikuk dan memberi tahu Fariz ada dimana.

Shana masuk ke dalam rumah Fariz, dan benar saja. Shana mendapati Fariz sedang mencium perut buncit Gina dengan kasih sayang.

"Fariz..."

***

Shana: Don't Trust People Too Much✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang