Bagian Sebelas

103 6 0
                                    

Benar saja yang di katakan Fariz kemarin, dia benar-benar datang pagi hari. Dengan memakai kaus abu-abu polos, celana training, dan juga sepatu olahraganya. Fariz sudah duduk di teras rumah Shana, ditemani secangkir kopi dan camilan.

"Kok pagi banget sih, Riz?"

Fariz tersenyum. "Kan aku bilang kemarin pagi-pagi, sayang."

"Ngga se-pagi ini juga, Fariz. Aku aja belum mandi loh, baru bangun pas kamu dateng." Shana duduk di sebelah Fariz.

"Sana mandi, aku tungguin disini. Aku juga baru kelar jogging."

Shana memincingkan matanya, "jogging apaan jauh banget. Dari apartemen kamu kesini kan lumayan, Riz."

Fariz tersenyum. "Namanya juga jogging."

"Chacha, sini sarapan dulu, ajak pacar kamu sekalian." Teriak Alsha dari dalam rumah.

Shana dan Fariz masuk ke dalam rumah, melihat Alsha, Biyan, dan juga keponakannya sudah duduk disana. Fariz tersenyum kikuk, ini benar-benar pertama kalinya untuk Fariz. Duduk bersama keluarga Shana, lalu makan bersama.

Alsha menyendokkan nasi untuk Biyan, "kamu tuh, Cha, dibilang biasain bangun pagi. Kan kalo kayak gini malu sama pacar sendiri."

Fariz tidak bisa menyembunyikan senyumannya, sedangkan Shana berdecak kesal. "Biarin aja, biar dia tau aku aslinya gimana."

"Dih, masa ngga malu sih sama pacar sendiri."

"Kak Biyan, istrinya disuruh diem dulu dong. Kita mau makan nih, masa dengerin ocehannya mulu sih." Rengek Shana.

Semuanya tersenyum mendengar Shana merengek seperti itu. Fariz menahan keinginannya untuk mengacak-acak rambut pacarnya itu, karena terlalu gemas.

"Gitu aja ngambek." Ucap Alsha.

"Kak Biyan, belain Chacha dong."

Biyan berdeham, "udah-udah, ini kapan makannya kalo daritadi kalian berantem terus?"

Setelah ucapan Biyan itu, akhirnya mereka sarapan dengan tenang. Shana benar-benar tidak malu dengan Fariz. Dia duduk di kursi sambil menyilangkan kakinya, dan makan dengan tenang.

Belum tahu saja, bagaimana Shana kalau sudah dikamar. Bisa lebih-lebih dari ini.

Mereka selesai sarapan, Shana langsung mengambil piring kotor di hadapan Fariz. Lalu menaruhnya di tempat cuci piring.

"Aku mandi dulu ya, nanti kita ngobrol lagi." Ucap Shana sebelum beranjak ke kamarnya.

"Kangen kamu, mau peluk dulu boleh?" Bisik Fariz.

Shana terkekeh, "ngga boleh. Nanti aja selesai aku mandi."

Akhirnya Fariz mengalah. Kemudian duduk di ruang tamu rumah Shana bersama Biyan dan juga anaknya. Untung saja Fariz sudah ahli bagaimana caranya mendekatkan anak kecil, jadi bisa lah mengambil hati Biyan.

Fariz duduk di samping Biyan. Menatap anak kecil itu dengan senyuman andalannya. "Hai, nama kamu siapa?"

Biyan mengayunkan tangan anaknya seperti sedang memperkenalkan diri. "Nama aku Athala om."

"Boleh saya gendong, Kak?" Tanya Fariz hati-hati.

Dengan mantap, Biyan menganggukkan kepalanya. Lalu menyerahkan Athala ke dalam gendongan Fariz.

"Pagi, Kak."

Semuanya menoleh ke sumber suara. Fariz tersenyum, kepada pemilik suara tersebut karena tidak tahu siapa yang datang. Mungkin tetangganya kali, bawa bingkisan gitu.

***

Shana: Don't Trust People Too Much✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang