bagian sebelas.

45 4 0
                                    

"Abang antar pacarnya pulang ya."

"Ma, dia bukan pacarnya Kevin."

"Ntar juga jadi pacar."

"OGAH!" kata Kevin.
"OGAH!" kata Nabila.

Cie.

"Nah itu kompak." Tn.Brav menyahut.

Sudah malam, Nyonya Dhananjaya tadi niatnya menawarkan Nabila untuk ikut makan malam bersama, hanya saja Nabila menolak. Alasannya, ia harus cepat-cepat pulang. Mau masukin kucing ke kandang, kalau telat masukin, kalau keburu malam banget, kucingnya suka kawin sembarangan.

"Pake angkot juga bisa Tante, gampang lah." Nabila memasang sepatu Convertnya. Mereka sudah berada di luar teras.

"Eh enggak-enggak, masa cewek malam-malam naik angkot. Kalau di begal gimana?"

"Ga ada yang mau begal dia kali, Ma. Yang ada, dia yang begal orang."

Nabila mengangguk, "nah bener Tante." Ia tertawa.

Tumben gak protes.

"Yaudah deh, keburu malem ntar, pulang dulu ya, Tante, Pak kepala sekolah."

"Bener nih gapapa Nabila?" Tn.Brav sedikit khawatir.

"Santai, Pak. Udah biasa. Besok kita main lagi ya Pak." Nabila mengedipkan mata.

Nyonya Dhananjaya shok, "eh main apa nih?" sergahnya.

"Eh. Main bulu tangkis, Ma."

"Hah? Bulu siapa?"

Kevin menoyor kepalanya sendiri, "gue benci pikiran gue. Gue benci pikiran gue."

"Eh eh. Udah malam nih. Pamit dulu ya Pak, Tante. Cabut langsung ya." Nabila menyalami Tn dan Nyonya Dhananjaya.

Ia langsung bergegas pergi, tanpa memperpanjang masalah lagi. Ia keluar dari pintu gerbang. Nabila menghembus nafas lega, ia menoleh kebelakang. Memandang rumah bertingkat 3 itu.

"Tenyata ada ya, orang kaya jalur di kasihanin sama Tuhan. Bego, cuma nasibnya baik."

Nabila menggeleng, ia berjalan. Jarak rumahnya sangat jauh dari sini. Angkot juga tidak ada yang lewat di gang kompleks perumahan ini. Ia harus berjalan kaki sampe ujung gang.

"MAMPUS!"

"Pegel-pegel dah ni kaki."

Nabila menyingsing celananya lebih naik keatas, ia melilit jilbabnya dan mengikatnya kebelakang.

1... 2... 3....

Tuk! Tuk! Tuk!

Bunyi convertnya menapaki aspal.

Nabila berlari, kencang. Biar cepat, pikirnya. Seperti yang di ajarkan di sekolah. Materi estafet. Ia berlari mengunakan teknik itu.

2 rumah terlewati.
5 rumah udah di lewati.

Nabila berhenti. Memenggangi kepala lututnya. Bener sih, cepet. Cuma lebih cepat ajalnya menjemput kalau lari terus. Ia duduk di pinggir got. Ujung gang masih jauh.

Mana ia tidak bawa air mineral lagi.

"Anjir! Kalo tahu gini, gue masukin aja, minuman kaleng diatas meja tamu tadi, kedalam tas gue. Lain kali, ga bakal gue mikirin gengsi."

Karena ini kompleks perumahan, hampir tidak ada kendaraan yang lewat. Apalagi perumahan elit. Sekalinya lewat, mobil Pajero. Ya kali Nabila mau numpang nyelip.

Nafasnya ngos-ngosan. Ia melihat kiri kanan, "sumpah, ini kompleks cosplay jadi kuburan ya? Sepi amat."

Ia mulai gelisah, Nabila membuka ponselnya, menelpon salah satu nomor seseorang di kontaknya.

TOM BOY VS BAD BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang