#4

34 5 0
                                    

Semalam, Zalva benar-benar ngambek dengan Alfa. Pasalnya, Alfa mendadak bilang kalau Zalva akan diantar jemput oleh Ditto mulai besok. Apalagi bunda dan ayahnya malah menyetujui begitu saja. Menurut keduanya, Ditto bisa dipercaya. Ditambah, kalau Zalva diantar oleh Alfa, tiap pagi pasti terjadi keributan dan berakhir salah satu dari keduanya terlambat masuk kelas.

Pagi ini rasanya Zalva tidak ingin bangun. Ia sangat sangat malas jika harus bertemu dengan manusia bernama Alditto itu. Padahal jam sudah menunjuk pada angka 6. Jika dalam sepuluh menit Zalva belum bangun, maka dapat dipastikan bundanya akan memaksanya bangun dengan cara apapun.

Zalva beranjak dari tempat tidurnya. Ia memilih menyelamatkan diri dari amukan sang bunda. Setelah sedikit merapikan tempatnya bermimpi semalam, ia segera mandi dan bersiap untuk berangkat sekolah.

Ketika Zalva hendak turun ke ruang makan, ponselnya berbunyi menandakan ada pesan masuk. Nomor tidak dikenal. Namun setelah membuka pesan itu, Zalva langsung tau itu berbuatan Alfa. Mood Zalva langsung rusak. Zalva segera mengetuk kencang pintu kamar kakaknya.

"Alfa! Bangun lo!" teriak Zalva sambil terus menggedor pintu kamar Alfa. Zalva terus-menerus berteriak hingga terdengar jawaban dari dalam kamar.

"Apaan sih lo! Pagi-pagi udah ngajak ribut. Udah gue bilang lo dianterin Ditto, gue masuk siang," kata Alfa setelah membuka pintu.

"Lo pasti yang ngasih nomor gue ke Ditto kan? Maksud lo apaan sih, Fa!" Alfa mendecak kesal.

"Gue kasih ya biar lo bisa komunikasi sama dia! Masa dia anter jemput lo tapi nggak pernah kontak. Aneh bego!" Zalva menatap tajam pada kakaknya.

"Terserah lo! Gue ngambek!" Zalva berbalik turun sambil menghentakkan kakinya keras-keras.

"Kenapa sih, Dek? Pagi-pagi udah ribut aja," tanya ayah ketika Zalva sudah duduk di meja makan.

"Bang Alfa tuh, Yah! Nomor Zalva dikasih ke Kak Ditto nggak bilang-bilang dulu," ayah hanya menghela nafas. Kedua anaknya ini saling perhatian namun selalu bertengkar.

"Ya nggak papa dong, Zal. Kan Ditto yang jemput kamu. Masa tiap pagi jemput kamu tapi nggak punya nomornya," kata bunda menengahi.

"Zalva bareng ayah aja, deh, ke sekolahnya. Boleh ya Yah?" permintaan Zalva membuat ayah menggeleng dengan tegas.

"Nggak bisa, Dek. Bukannya ayah nggak mau nganterin kamu, tapi kasihan Ditto yang njemput kamu. Ayah sama bunda nggak pernah ngajarin kamu nggak ngehargain orang lain lho. Lagian, kelihatannya Ditto anak baik kok," Zalva makin menekukkan wajahnya. Ia benar-benar tidak ingin berangkat sekolah pagi ini.

"Kamu hari ini berangkat dulu sama Ditto, ya. Kalau kamu ngerasa nggak suka, besok biar bunda bilangin sama Bang Alfa biar kamu nggak perlu dijemput Ditto," kata bunda sambil mengusap rambut putrinya itu. Zalva mengangguk lalu meneguk air putih di depannya.

Tidak lama pesan masuk dari Ditto. Katanya, ia sudah di depan rumah Zalva sekarang. Zalva menghela nafas sebentar, lalu mengencangkan tali sepatunya. Ia memastikan lagi tidak ada yang tertinggal.

"Bun, Yah, Zalva berangkat dulu. Assalamualaikum!" pamit Zalva pada kedua orang tuanya.

"Ditto hati-hati, ya, bawa motornya! Jangan sampe lecet Zalvanya," kata bunda mengingatkan Ditto. Bunda tadi mengantarkan Zalva sampai di depan rumah, memastikan putrinya sedikit menghargai kebaikan Ditto mau menjemput Zalva.

"Siap Tante! Kita berangkat dulu, Tan! Assalamualaikum!" pamit Ditto setelah Zalva sudah duduk nyaman di boncengan motornya.

"Zalva berangkat, Bun! Assalamualaikum," Zalva melambaikan tangannya dengan raut wajah seperti enggan meninggalkan rumah.

ZHALAVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang