#11

27 4 0
                                    

Ditto merebahkan dirinya di sofa ruang tamu rumahnya. Ia merasa sedikit lebih lelah akhir-akhir ini. Mungkin karena ia harus antar jemput Zalva, yang sebenarnya sedikit memutar dari sekolah. Ditambah ia harus mengikuti bimbingan olimpiade dan menambah intensitas latihan basketnya untuk persiapan turnamen.

Terdengar langkah kaki menuruni tangga, sontak Ditto mendudukkan dirinya. "Udah pulang, Dit? Kok nggak ganti baju?" itu suara mama Ditto. Ia mendekat lalu memeluk kepala putranya.

"Capek, Ma. Pengen goleran bentar, hehe," jawab Ditto dengan kepala tepat di perut mamanya. Ia nyaman dengan elusan-elusan yang diberikan.

"Udah makan belum? Makan gih!"

"Udah, tadi di traktir Ian," mamanya melepaskan pelukan, lalu menarik pelan tangan Ditto.

"Ganti sana! Kamu bau kecut!"

"Jahat banget, anak sendiri dikatain bau!" kata Ditto sambil mengerucutkan bibirnya. Ia berjalan pelan meninggalkan ruang tamu dengan langkah malas. Namun mendadak ia berbalik badan, mendekati mamanya yang belum berpindah tempat. "Ma?"

"Apa lagi, sih, Dit! Sana mandi sekalian!"

"Mama tiap hari ngomelin Ditto terus, nggak capek apa?" mamanya bersiap menjewer telinga Ditto, namun terhenti. "Tapi nggak papa, Ditto sayang kok!" kata Ditto lembut, lalu mengakhiri dengan kecupan di pipi mamanya.

***

Ian sibuk memainkan ponselnya, mengganti lagu berputar memenuhi kamarnya. Speaker mahal yang belum genap satu bulan ia beli itu hampir meledak karena volume suara yang terlalu keras. Lagu-lagu random, dari lagu indie, lagu rock, hip-hop, pop, hingga lagu girlgroup Korea juga ia putar.

Sebenarnya Ian dan Shireen sudah membuat janji untuk bertemu, sekedar duduk berdua di kafe atau memutari pusat perbelanjaan. Namun sayangnya, Shireen ada acara mendadak dengan keluarganya. Sehingga Ian harus berakhir gabut seperti saat ini.

"Cok, berisik!" tiba-tiba Ditto masuk kamar Ian tanpa permisi atau sekedar mengetuk pintu. Atau mungkin Ian saja yang tidak mendengar.

"Dateng tuh salam dulu, nggak waton ngamuk!"

"Lo yang nggak denger, Bangsat!"

"Iya, santai, Dit!"

Ditto menjatuhkan diri di kasur empuk milik Ian, lalu melemparkan bantal kepada sahabatnya. "Apaan, sih!" bentak Ian ketika bantal itu berhasil menjatuhkan ponselnya.

"Katanya mau keluar? Kok masih dirumah?" tanya Ditto sambil membuka-buka laci nakas disamping tempat tidur.

"Gak jadi. Shireen sibuk."

"Kecilin dikit, Yan! Berisik!" mendengar protes Ditto, Ian segera mematikan speaker yang sedang melantunkan lagu milik Tulus yang berjudul Sepatu.

"Lo tau dari mana gue dirumah?"

"Nebak aja. Gabut gue di rumah diem-diem doang," Ian mengangkat sebelah alisnya menatap Ditto, lalu mengembalikan ekspresinya menjadi datar.

"Bisa amat lo nebak gue lagi di rumah. Cari temen main PS?" Ian beranjak dari duduknya, lalu memberikan satu stik PS ke Ditto yang masih setia berbaring di kasur sambil memainkan kunci yang ia temukan di dalam laci.

"Nggak, ah! Nggak mood gue."

"Terus lo kesini mau ngapain?"

"Gue boring dirumah, Yan. Lo pengertian dikit kek jadi temen!"

"Galau, ya, lo?" tebak Ian yang mendapat cebikan dari Ditto.

"Dukun, ya, lo?" tanya Ditto balik.

ZHALAVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang