#12

20 4 0
                                    

Mata Zalva setengah terbuka. Membuka, lalu menutup lagi. Sesekali memutar badannya ke sisi lain kasur, lalu kembali ke posisi semua. Menarik tinggi selimutnya, lalu menurunkannya sebatas dada. Lalu ditendang hingga terlempar entah kemana. Berusaha menutupi telinga dengan guling dan bantal, namun tetap tak mempan.

Beberapa saat lalu, di hari Sabtu pagi yang damai dengan seorang Zalva yang tengah tertidur cantik di kamarnya, terdengar suara banyak motor memasuki halaman rumah Zalva. Ia terbangun sebentar, lalu kembali tidur lagi. Sayangnya, tak lama kebisingan semakin menjadi ketika Zalva menyadari itu adalah teman-teman Alfa.

Sebenarnya sudah bukan hal yang baru kalau teman-teman Alfa akan sesekali berkumpul di rumahnya. Namun akhir-akhir ini cukup jarang karena mereka sibuk dengan kuliah masing-masing. Hari ini entah ada angin apa, mereka tiba-tiba kembali berkumpul di markas kedua setelah kantin Grande.

Karena sudah terbiasa dengan kebisingan yang ditimbulkan akibat perkumpulan para lelaki itu, Zalva dengan tenang kembali tertidur setelah beberapa saat setengah terbangun. Layaknya dinyanyikan nina bobo, Zalva tidur hingga matahari meninggi.

***

Mata Zalva terbuka tepat ketika ponselnya berdering kembali, entah untuk keberapa kalinya. Bukan alarm, itu panggilan entah dari siapa Zalva malas menjawabnya hingga hanya berakhir di reject. Tapi karena terus mengganggu tidurnya, panggilan itu akhirnya mendapat jawaban.

"Hmmm, halo! Siapa?" jawab Zalva sambil masih tetap memejamkan matanya.

"Bangun dong, Zal! Gue tungguin lo turun dari tadi, tapi masih nggak nongol juga," seketika Zalva membuka matanya lebar-lebar. Itu Ditto. Dia disini, di rumah Zalva.

"Lo ganggu gue tidur tau nggak sih!" setelah sempat panik sebentar, Zalva berhasil merusak pendengaran Ditto diseberang sana karena bentakannya yang tidak bisa dibilang lembut.

"Zal, gue masih bisa denger kok, nggak perlu teriak," Ditto menahan nafasnya sebentar, kaget dengan teriakan Zalva yang tiba-tiba, lalu menjawab dengan halus.

"Salah lo sendiri!" Zalva mematikan sambungan telepon. Mencak-mencak kesal, kemudian kembali menarik selimut tinggi-tinggi.

Mungkin karena emosinya yang berhasil mendidihkan aliran darah di seluruh tubuhnya, Zalva tidak bisa kembali tertidur. Ia memilih melangkahkan kakinya ke kamar mandi, lalu melakukan rutinitas paginya.

Seperti biasa, Zalva keluar kamar dengan masker berwarna abu-abu menutupi wajahnya. Ia berjalan menuju dapur, bagian dari rutinitasnya, meneguk segelas air putih dingin dilanjutkan menuangkan susu putih dingin.

Niat hati ingin mengusung gelas susu itu ke kamar, lalu berlanjut menonton drakor seharian penuh, malah gagal karena seseorang tiba-tiba mengambil gelas susu di tangan Zalva. Zalva yang mudah kaget pasti sudah terjengkang mengorbankan pantatnya kalau saja Ditto segera menahan lengannya, walau seolah bukan apa-apa, Ditto menolong Zalva sambil menegak habis susu yang tadi ia rebut.

"Lo!" bentak Zalva ketika berhasil menyeimbangkan diri.

"Apa?" tanya Ditto polos sambil mengembalikan gelas kosong ke tangan Zalva.

"Dateng tuh pake suara! Jangan diem-diem ngagetin orang! Kayak setan tau nggak!?"

"Yang kayak setan gue apa lo? Baju daster panjang, muka abu-abu, lo manusia?" tanya Ditto dengan tatapan menyelidik, seolah ia serius dengan ucapannya.

"Wah, udah bosen hidup nih orang!" gelegar tawa memenuhi dapur rumah Zalva. Ditto dipukuli habis-habisan, terpojok diantara kulkas dan kabinet. Namun bukannya kesakitan, Ditto malah tertawa terbahak seolah pukulan Zalva tak mengenai tubuhnya.

ZHALAVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang