#9

21 5 0
                                    

Ditto tampak asik bermain ping-pong dengan Dirga. Sorakan dukungan datang dari Ridho, Rangga, dan Galang yang entah sejak kapan sudah berhenti bermain jenga. Sedangkan Ian sendiri sibuk menggenjreng gitarnya tidak jelas. Padahal teman-temannya sudah sangat berisik, ia malah menambah suara dengan suara-suara petikan gitar yang setengah sumbang.

"Wuhuuu! Gue menang! Turun lo pesenin gue latte lagi!" Ditto berteriak senang ketika Dirga gagal menangkis bola yang ia pukul.

Dirga mencebikkan bibir kesal. Ia melempar bet yang ia pegang ke arah Ridho. "Kalah mulu gue, heran!" ia menghentak kaki sambil berjalan menuruni tangga kafe.

"Jangan banyak bacot! Kalah mah, kalah aja!" Ridho melempar lagi bet yang sempat mengenai betisnya.

"Gue sekalian, ya, Ga!" kata Ian yang mendapat tanda jempol dari Dirga.

"Gabut gue, enaknya ngapain lagi nih, gan?" semua memandang heran pada Rangga. Tak biasanya seorang Rangga menjadi oknum gabut. Ia dan Ridho adalah spesies sama yang selalu berhasil memecah kegabutan.

"Lo bisa gabut, Ngga?" tanya Galang heran.

"Sakit ya, lo?"

"Jangan-jangan lo mau mampus ya, Ngga?" Rangga menggeplak lengan Ditto kesal karena ucapan Ditto yang sebarangan.

"Kira-kira dong, kalo ngomong! Gue beneran udah bosen banget nih!"

"Sorry, sorry! Becanda doang gue mah!" kata Ditto sambil memukul kembali lengan Rangga.

"Kalo sampe berantem beneran, nggak bakalan gue pisahin!" ancam Galang pada dua manusia yang kini asik saling memukuli satu sama lain.

"Riri biasanya bawa gosip, nggak nggosip lo?" tanya Ian pada Ridho yang kini siap memegang bet ping-pong bersiap melempar Ian karena asal memanggilnya Riri.

"Riri, Riri! Nama gue Ridho, sat!"

"Panggilan sayang, bego!"

"Jijik gue panggilan sayang dari lo pada!"

"Riri Riri sayangkuuu!" Ridho mendorong jidat Rangga yang memonyongkan bibirnya seolah akan menciumnya dari samping.

"Jijik, anjir! Gue masih doyan cewek!" Ridho berlari menuju belakang Galang meminta perllindungan.

"Lo pada ngapain sih! Heboh amat!" bentak Dirga yang baru saja datang sambil membawa dua latte dan sepiring kentang goreng porsi besar.

"Ga tolongin gue! temen lo tuh!" Ridho menunjuk Rangga yang masih betah memonyongkan bibirnya kearahnya.

"Alay lo, anjir! Biasanya juga gitu!" Dirga meletakkan nampan yang ia bawa di meja yang penuh dengan piring kotor dan sisa-sisa makanan. "Eh, Dit! Gue tadi ketemu si dedek gumush."

"Siape sih, njir, degem-degem?" Galang menatap Dirga jijik karena gaya ngomongnya yang alay.

"Zalva maksud lo?" tanya Ian memastikan. Dirga menggangguk membenarkan.

"Lah dia kan emang disini bego!" kata Ditto ngegas. Jelas-jelas mereka semua tau Zalva disini karena tadi mereka berangkat bersama.

"Maksud gue, dia lagi pesen makanan. Sama yang anak pindahan itu lho," Ditto mengangguk mengerti, lalu mendadak berhenti dan menatap Ian. Ian juga tampak heran.

"Bukannya mereka nggak akur?" tanya Ian mengungkapkan keheranannya.

"Nggak tau lah gue! malah tanya gue!"

"Masa udah akur?" tanya Ditto entah pada siapa.

"Bagus lah, bego! Akur malah heran," sahut Galang tidak mengerti dengan pola pikir Ditto dan Ian.

ZHALAVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang