3.2³

1.8K 226 12
                                    

Seperti yang udah dibilang nana kemarin, hari ini pasangan muda itu nginap di rumah bunda, arya juga ikut. Adek kandung tiar itu baru datang tadi siang.

Hp tiar dan arya di beri mode silent, jadi mereka nggak tau kalo ada panggilan masuk. Di saat tiar baru selesai dengan 3 rakaatnya, dia dengar kalau jefri lagi telfonan.

"Oh itu udah. Yang, ini papi mau ngomong."

Tiar langsung ngambil hpnya jefri dan menjauh dari ruang makan. Dia lagi mau misuh soalnya, kan nggak enak kalo didenger sama mertua.

"Kenapa?"

Kebiasaan, kalau sedang kesal atau malas pasti ia akan memulai pembicaraan dengan kata 'kenapa' tanpa embel-embel panggilan. Tapi itu hanya berlaku untuk papi, pada orang lain tiar tidak berani.

Faktor dulunya tiar kan anak kesayangan papi, sudah biasa bicara santai layaknya teman meskipun masih dalam batas wajar.

Jefri nggak langsung makan, dia nungguin kesayangannya yang masih telfonan sama papi mertua. Jefri ngerasa nggak enak aja makan tanpa tiar, orang biasanya mereka makan berdua terus kok.

Hampir 10 menit, akhirnya jefri nyamperin istrinya. Dia berada tepat di belakang tiar saat sambungan telfonnya diputus.

"Jef, nggak makan?"

"Mau makan sama kamu."

"Ya udah ayo."

Tiar narik tangannya jefri ke ruang makan, yang lain sih udah selesai karena jefri minta mereka makan duluan.

"Tiar itu bayinya disuapin, manja banget habis nikah."

"Bundaa.."

"Tuh kan, ngalem."

"Emang manja banget dia bun, tiar malah ngerasa kayak punya anak daripada suami."

Jefri mencebik, suka banget sih keluarganya bully dia. Tiar juga, satu otak sama bunda.

"Tiar.."

"Mau makan apa?"

Tiar tau kok, kalau jefri sudah keluar manjanya itu berarti dia lapar. Lapar dalam konteks sebenarnya atau 🌚, hanya ada dua kemungkinan.

"Semua."

Benar-benar! Tiar hanya menghela nafasnya. Suaminya memang bayi. Bayi yang bisa bikin bayi tepatnya.

Dengan telaten, tiar mengambilkan nasi, sayur dan lauk pauknya. Lalu menyuapkan sesendok kepada jefri.

Keduanya hanya saling pandang, seolah sedang bicara tanpa berucap.

"Nggak makan?"

"Nggak, nanti aja."

"Makan!"

"Nanti jef:)"

Setelah menelan makanannya, jefri mengambil alih sendok dan gantian menyuapi tiar. Tiar nggak bisa nolak lagi kalau jefri sudah turun tangan. Maksudnya, nggak cuma lewat omongan.

Nana melewati mereka pas mau naruh baju di tempat cucian. Auto jiwa nyinyirnya keluar.

"Duh, romantisnya pengantin baru. Dunia rasa milik berdua, yang lain ngontrak!"

"Bocil diem!"

"Wlee"
.
.

Mereka sedang nonton bareng, bunda sama ayah, tiar sama jefri, nana sama arya. Tapi kedua jomblo itu bukan sedang nonton, mereka sedang mabar papji.

"Nggak sama jeno, nggak sama arya, pasti mabar. Berasa punya anak dua laki semua ayah."

"Ayah, nana denger ya!"

"Bagus dong kalo denger."

Dengan tatapan sinis yang dibuat-buat, nana menatap ayah sebentar lalu balik fokus pada gamenya. Kan nggak lucu kalau nanti di tembak musuh atau malah kena zona gara-gara ngeladenin ayah.

"Ar, nunduk. Ada musuh."

Nana menembak musuh dibelakang arya tepat pada kepala, head shot!

"Hampir kena gue na. Ga lucu dong dibunuh temen sendiri"

"Makanya gue suruh nunduk."

Nana itu selain jago fotografi, dia juga jago main papji. Oh ya, sama jago nyinyir dan juga ngardus. Fucek girl dia tuh.

"Kalian kapan mau naik?"

"Lusa kayaknya bun, besok bikin surat jalan dulu."

"Arya besok langsung pulang, kan kamu masih ikut KKnya papi."

"Kak tiar?"

"Udah bikin KK baru sama bang je lah ar. Gimana sih?"

"Oo, oke."

Mereka melanjutkan aktivitasnya lagi namun tetap diselingi bacotan unfaedah dari seorang Jeam Nadine Juanda lalu dibalas oleh si bayi besar yang punya pipi bolong dan gigi taring bucin susu kesayangan tiar.

Arya? Hanya sebagai tim receh yang sumbang suara buat ngakak.

"Kakak diem-diem bae! Keluarin bacotannya dong!"

"Bentar, kakak perlu bahan."

"Gibahin jihan aja ti."

"Nanti kalo kita gibahin dia, yang ada dosanya pindah ke kita bun. Tapi, ayo lah."

"Yeu.."



_TBC_

Friend? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang