Chapter 7

463 26 4
                                    

Leysa melangkahkan kakinya dengan gontai tanpa arah. Pandangan matanya  terlihat kosong setelah dari tempat pemakaman ayahnya tadi. Ia masih belum bisa percaya dengan kebenaran ini. Ini terlalu sulit diterimah oleh akal sehatnya.

Air matanya kembali menetes. Dengan pelan ia menghapusnya. Lalu tatapan Leysa mengedar pada sekitar, ia sudah berjalan terlalu jauh sampai tak tahu berada dimana.

"A-aku harus kemana lagi?" Tanyanya pada diri sendiri. Udara sore mulai menusuk kulitnya apalagi dengan pakaiannya yang sudah kering dibadan membuatnya kedinginan sendiri.

Ia kembali berjalan tanpa arah sambil menunduk. Memperhatikan sepatunya yang nampak kotor karena becek. Tanpa memperhatikan dimana ia berjalan.

.

.

.

Dafil melebarkan matanya terkejut ketika baru sadar apa yang baru saja terjadi, dengan frustasi ia mengacak rambutnya. "Gue nabrak orang" gumamnya pelan.

Tangannya sedikit bergetar ketika mengetikan sederetan angka-angka di layar ponselnya. Ia menatap ke luar jendela mobil. Untung saja suasana sunyi, tapi tetap saja ia harus hati-hati. Dan lagi, yang ditabraknya masih tergeletak di jalanan. Ia sedikit takut untuk turun, namun jika tidak turun ia juga kasihan.

"Kenapa?" Tanya seseorang tiba-tiba dari seberang sana. Dafil segera menatap ponselnya, saking gugup ia lupa jika sedang menelfon temannya.

"Gue nabrak orang Sam"

"Goblok. Buruan lo tolongin, lo mau masuk penjara"

"Tapi gue takut"

"Lebih lama lo tolong lebih parah"

Jantungnya berdetak tak karuan, dengan ragu-ragu Dafil turun dari mobilnya. Dan berjalan mendekat pada korban tabrakannya. Pelan-pelan ia membalikkan tubuh orang tersebut, sepertinya dia seorang perempuan, pikirnya.

DEG..

Tidak. Matanya tak salah kan. Atau karena gadis itu menganggu pikirannya beberapa hari belakangan ini. Sampai ia melihat bahwa korbannya itu adalah Leysa.

Jantungnya bagai dipompa saat ia menyingkirkan rambut gadis itu. Matanya tak salah, itu benar-benar Leysa.

Ia menepuk pelan pipi Leysa. "Leysa bangun" lalu mengangkat kepala gadis itu ke atas pahanya. Matanya kembali melebar saat darah Leysa berceceran di jalan raya.

"Astaga" gumamnya sambil mengangkat tubuh mungil Leysa.

Baru kali ini ia menggendong tubuh gadis itu dan baru kali ini jantungnya berdetak aneh saat bersamanya. Entah karena takut atau apa. Inti dari perasaannya saat ini tidak enak.

.

.

.

"SUSTER..SUSTER" teriak Dafil saat memasuki lobi rumah sakit. Ia berteriak histeris dengan Leysa yang berada di pelukannya. Darah Leysa semakin banyak keluar, membuatnya panik setengah mati. Bagaimana juga gadis itu adalah korban dari kelalaiannya membawa mobil jadi ia lumayan khawatir dan takut. Padahal kalau diingat-ingat sebelumnya ia pernah beberapa kali menyiksa Leysa sampai berdarah tapi tak pernah merasakan perasaan ini.

Beberapa suster mendekat padanya, "baringkan dia disini" Dafil mengangguk sambil menaruh tubuh Leysa.

"Cepat bawa ke UGD" perintah salah satu. Lalu meraka membawa Leysa ke ruangan yang dimaksud Suster tadi.

Dafil berdiri menatap dengan diam. Tubuh Leysa yang sudah masuk ke dalam ruangan UGD. Ia mengacak rambutnya frustasi. Entah perasaan apa yang mengganggunya ini. Apakah ia khawatir atau menyesal. Tidak-tidak ia segera menepiskan pemikiran itu, yang utama adalah keselamatan Leysa. Kalau sampai gadis itu kenapa-napa. Ia pasti dalam bahaya.

Kesempatan KeDuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang