Kedua tatapan lelaki yang berada di sisi Leysa langsung saja menoleh pada seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan. Amel, gadis itu menghela napasnya panjang saat berhenti tepat di samping Sam.
"Gimana?" Tanya Sam. Nada suaranya memang terdengar biasa, tapi tatapan matanya mengandung makna khawatir.
"Kata dokter keadaan Leysa gak terlalu buruk hanya aja dia lumayan kehabisan darah tapi untung stok golongan darah yang sejenis dengan punya Leysa banyak di bank darah, jadi mereka langsung menanganinya dengan cepat. Tapi--"
"Tapi apa?" Bukan Sam tapi Dafil yang bertanya dengan terburu-buru. Ia penasaran akan lanjutan ucapan Amel yang menggantung.
"Tadi dokter nanya apa selama ini Leysa selalu mendapat kekerasan gue jawab gak trus dokter bilang setelah Leysa sadar dia gak boleh lagi mendapati kekerasan baik fisik maupun psiskis" Amel menahan napasnya ketika menghentikan kalimatnya. Ia melihat jelas wajah Dafil yang murung tiba-tiba dan Sam yang mengeraskan rahangnya.
"Gu-gue harap kalian ikutin apa yang dokter bilang" gumam Amel gugup sambil menunduk. Ia sedikit takut ketika mengatakan hal itu. Kali saja mereka tak menerima perintahnya dan malah memarahinya balik.
"Hmm gue bakal usahain agar Leysa selalu aman" ujar Sam sambil melirik pada Dafil yang sedang memperhatikan Leysa dengan tatapan sulit diartikan.
Amel yang merasa bahwa suasana dalam ruangan itu cukup mencekam memilih untuk keluar, mencari sesuatu yang bisa dimakan atau dilakukannya, daripada harus terjebak dalam situasi ini.
"Kemana Mel?" Amel menoleh pada Sam yang baru saja mengeluarkan suaranya. "Ke kantin. Lo berdua gak mau titip makan atau minum?"
Sam mengangguk pelan, "gak lo aja"
"Yaudah gue keluar dulu yah" gumamnya sambil berjalan keluar ruangan. Meninggalkan kedua manusia itu dalam keheningan
.
.
.
Kelopak mata seseorang yang mereka tunggu sadarnya itu terbuka perlahan-lahan, berusaha menyesuaikan cahaya yang berada dalam ruangan dengan pandangannya. Jari-jarinya pun ikut bergerak seirama dengan matanya yang terbuka.
Baik Sam maupun Dafil terkejut, namun mereka dapat bernapas lega saat Leysa sudah sadar.
"A-aku dimana?" Gumamam pelan itu keluar dari mulut Leysa. Tatapan gadis itu berhenti pada Dafil yang diam menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan
"Rumah sakit" jawab Sam. Leysa langsung menoleh padanya.
Ia melebarkan matanya sambil menduduki dirinya tiba-tiba membuat kedua lelaki itu was-was. Takut keadaan Leysa kembali memburuk saat ia melakukan hal tersebut.
Leysa terdiam beberapa saat. Matanya berair saat ingatan ia yang tertabrak melintas di kepalanya. Leysa menutup wajahnya dengan kedua tangan saat dirasa air matanya menetes.
"Ley lo gakpapa?" Tanya Dafil sambil mengelus kepala gadis itu.
Leysa menyentak kasar tangan Dafil yang memegang kepalanya. "Hiks kenapa kamu tolongin aku Fil" tanyanya diiringi isakan lemah.
"Lo tau darimana kalau gue?" Dafil malah balik bertanya karena penasaran dari mana Leysa tahu.
"Jawab Fil kenapa?" Bukannya menjawab pertanyaan Dafil. Leysa kembali mempertanyakan pertanyaan yang belum dijawab oleh Dafil.
"Gue gak mau aja lo kenapa-napa" jawab Dafil lirih. Ia bahkan sedikit menunduk agar tak melihat wajah Leysa yang terlihat sedih.
"Kenapa baru sekarang Fil. Selama ini kemana aja, dan bukannya kamu yang nyuruh aku pergi. Hiks seharusnya kamu biarin aja aku meninggal aku capek Fil"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan KeDua
FanfictionSanggupkah aku dengan sikap kamu yang kasar. Kamu yang membuatku nyaman dan cinta tapi kamu juga yang membuatku membenci dirimu. Melihatku menangis tersiksa karena perbuatanmu membuat kamu tersenyum bahagia. Sebenarnya apa mau kamu? Apa memang kelah...