Dengan tubuh yang sedikit gemetar Leysa menduduki dirinya di tempat tidur. Matanya menatap gelisah pada Dafil yang baru saja menutup pintu kosnya. Ia menelan ludah saat mata tajam lelaki itu menusuk pandangannya.
"Dari mana?"
"Da-ri taman" jawab Leysa pelan takut perkataannya menyakiti hati lelaki itu.
"Siapa laki-laki yang tadi nganter lo pulang?"
"Teman"
Dafil diam atas ucapan bernada pelan yang keluar dari mulut gadis itu. Ia mendengus sambil memutar bola matanya, tak lupa menyeringai. Lalu ia ikut menduduki dirinya di samping Leysa.
Leysa menahan napasnya saat merasakan lengan kiri Dafil menyentuh lengan kanannya. Ia terkejut dengan perlakuan tiba-tiba Dafil, walau hanya duduk di samping tapi mampu membuat hatinya berdetak tak karuan. Setahun mereka pacaran baru kali ini ia merasakan duduk tepat di samping lelaki itu.
Tanpa sadar kepalanya menoleh ke samping menatap wajah pacarnya yang asik menatap lurus ke depan, namun detik berikutnya Dafil balas menatapnya. Hatinya menghangat, walau hanya tatapan datar tapi ia bersyukur Dafil masih mau melihatnya sedekat ini. Ia bahagia, seperti mereka memang benar memiliki hubungan.
Lama keduanya menatap satu sama lain dalam diam. Begitu pun Dafil, hati lelaki itu seperti merasakan sesuatu saat mata lembut Leysa menusuk pandangannya. Gadis itu tak pernah sekali pun memberikannya tatapan tajam selain tatapan ini. Hatinya berdesir aneh ada apa ini, ia tak boleh sampai tergoda oleh gadis pembunuh itu, namun sebagian hatinya seperti menyesali setiap kelakuan kasar yang dilakukannya pada Leysa. Kalau dipikir-pikir pun ia memang keterlalaun, ia tahu itu. Tapi ia tak bisa berhenti menyiksa Leysa, entah sampai kapan. Padahal..
Tidak, Dafil kembali menggeleng pelan. Ia tak boleh menjadi lemah dan malah bersikap baik pada Leysa.
Dafil menatap tajam gadis itu, "pasti laki-laki tadi se---"
Ucapan tajamnya berhenti saat tangan hangat gadis itu melingkar di tubuhnya. Saat kepala itu tenggelam di dadanya. Saat napas itu terasa di tubuhnya.
Entah keberanian dari mana sampai Leysa memeluknya erat seperti ini. Ini pertama kali, ia dipeluk perempuan lain selain ibunya, seperti ada rasa hangat dan nyaman. Tapi ia segera menepis pemikiran itu, tidak ia sudah terlalu jauh berpikir yang tak masuk akal tentang Leysa. Gadis itu tetap pembunuh dan dia yang pernah membuatnya malu di depan umum karena penolakan yang diberikan Leysa padanya.
Andai saat itu Leysa tak menolaknya, Dafil yakin ia tak akan bersikap seperti ini. Tapi mau diapa. Nasi sudah menjadi bubur, gadis itu tak bisa lagi mengubah semua kebenciannya menjadi cinta. Kecuali ia benar-benar memakan bubur itu. Ya menerima semua yang terjadi mungkin. Karena masalahnya sekarang, ia yang belum bisa menerima penolakan Leysa dan kematian kakaknya.
Ia mencengkram kedua lengan Leysa yang melilit tubuhnya dengan kuat, "lepas"
Leysa tak mengikuti perintahnya, ia malah kembali mengeratkan pelukannya.
"Hiks aku mohon kali ini aja" isakan pelan akhirnya lolos dari mulut gadis itu membuat Dafil sedikit terkejut.
"Ck"
"Aku benci sama diri aku. Hiks yang gak pernah bisa benci sama kamu. A-aku terlalu cinta sama kamu sampai rasa ini nyakitin Fil, hiks tolong kalau memang gak punya rasa sama aku lepasin aku hiks jangan buat aku berharap lebih dengan jadiin aku pacar kamu. Meski a-aku cinta tapi hati aku sakit banget. A-aku capek fil gak dihargai, gak dianggap dan gak diperlakuin dengan baik"
Tubuh Dafil menegang seketika mendengar ucapan penuh keluhan dan makna dari Leysa. Ia tak tahu jika gadis itu begitu mencintainya, ia hanya tahu rasa cinta Leysa menghilang setelah ia bersikap kasar. Ini merupakan keluhan pertama gadis itu setelah menjalin hubungan dengannya. Selama ia menyiksanya tak pernah keluar keluhan dengan kata-kata penuh makna seperti ini. Terpikir olehnya, apakah Leysa sudah menyerah dengan keadaan?.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan KeDua
FanfictionSanggupkah aku dengan sikap kamu yang kasar. Kamu yang membuatku nyaman dan cinta tapi kamu juga yang membuatku membenci dirimu. Melihatku menangis tersiksa karena perbuatanmu membuat kamu tersenyum bahagia. Sebenarnya apa mau kamu? Apa memang kelah...