3

356 32 4
                                    

Selamat membaca...

.

.

.

.

.

Lisa merengut kesal ketika kaki jenjangnya memasuki rumah yang dulu menjadi tempat dia hidup, manik coklat miliknya meneliti seisi ruangan, ia mendengus menyadari perubahan besar tempat tinggalnya itu, dulu rumah ini terlampau kecil dan nyaman namun sekarang rumah itu tampak besar dan mewah.

Dulu juga ia begitu senang berada dalam rumahnya yang kecil, rumah tempat dimana sang ayah, ibu dan adik bungsunya tinggal, namun sekarang sungguh ia tak nyaman berada ditempat yang bahkan terasa kelu dilidahnya jika ia sebut rumah, terutama ketika ia menyadari fakta bahwa hidupnya di kendalikan oleh sosok yang ia sebut ayah.

Jika saja si bungsu tak mengatakan bahwa sang ibu sakit mungkin ia takan menapakan kakinya disini lagi kecuali si tua bangka itu sudah tiada.

Ia tak benci rumahnya hanya tidak suka dengan ayahnya saja, karena jika bukan ayahnya yang memaksa, lisa takan pernah mengenal jevan, apalagi menjadi istri simpanan pemuda itu, semua karena sang ayah, sang ayah yang begitu menggilai uang. Hingga tega memperumit kehidupan putri sulungnya sendiri.

"Kakak..."pekikan riang itu membuat lamunan lisa buyar.

"Siapa ini? Tampan sekali?"canda lisa ketika melihat remaja tampan berlari kearahnya.

"Aih kakak, teganya kau melupakan adikmu yang imut ini"kata remaja tampan itu dengan wajah imut.

"Aku tidak lupa, hanya saja kau tumbuh semakin tampan aku sampai tidak kenal"jawab lisa.

"Ah begitu ya, kalau begitu aku akan mengenalkan diriku kembali, kenalkan namaku Exelo Kayastone anda bisa memanggil ku Exel, senang berkenalan dengan anda"kata remaja tampan itu dengan ceria, lalu keduanya tertawa.

"Ah simanis ku ini"pekik lisa bahagia seraya menarik remaja tampan yang tak lain adalah adik bungsunya itu dalam pelukan erat.

"Aku rindu kakak"kata exel membalas pelukan itu dengan tak kalah eratnya.

"Aku juga, oh ya bagaimana keadaan ibu?"tanya lisa melepaskan pelukannya.

"Ah itu... sebaiknya kakak makan dulu, makanan sudah siap"kata exel dengan gugup, lisa mengernyit menyadari sang adik tampak gelisah.

Lisa berjalan berdampingan menuju dapur dengan bahu dirangkul oleh sang adik yang lebih tinggi darinya itu.

"Apa aku sedang ditipu?"tanya lisa dengan raut wajah datar ketika ekor matanya menemukan presensi wanita paruh baya yang tampak bugar bahkan terlihat begitu asik menyusun hidangan makanan di atas meja.

"Hehe"Exel tertawa sumbang ketika mendengar kalimat itu dari sang kakak.

"Tidak ada yang menipumu, kemarin aku pusing sekarang sudah baik-baik saja. Duduklah kita sudah lama tidak berkumpul seperti ini"kata wanita yang tak lain adalah ibu dari lisa itu.

Lisa mendudukkan dirinya setelah memberi tatapan super tajam pada adiknya yang berani mengerjainya itu.

"Kau datang sendiri?"kata satu-satunya pria tua yang baru saja bergabung, dia ayah lisa.

"Memangnya aku terlihat bersama orang lain?"kata lisa dengan dingin.

"Lisa"tegur sang ibu.

"Harusnya kau mengajak menantuku kemari, aku menyuruhmu kemari bukan untuk bertemu denganmu tapi dengan menantuku"kata sang ayah membuat lisa mendengus kesal.

"Lantas kenapa menyuruhku kemari?"

"Formalitas"sahut sang ayah.

"Jika ibu tidak beralasan sakit, aku tidak akan datang kesini"kata lisa.

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang