Bandung dan Rindu

316 7 8
                                    

Hai, ini aku.
Seseorang yang pernah mengisi hari serta hatimu.
Semenjak kata pisah yang kau utarakan selepas hujan waktu itu, aku belajar untuk membatasi rindu.

Dalam tulisan penuh coret, ribuan aksara tidak pernah mampu mendeskripsikan indahnya dirimu.
Goresan kuas jutaan warna tidak bisa menggambarkan ayu parasmu.
Bahkan, untaian lagu dengan seluruh nada yang ada, nyatanya tidak pernah mampu jadi melodi semerdu suara tawa yang kau keluarkan.

Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan perihal tumbuh, dewasa, cinta, dan patah hati.
Di buaian mimpi tengah malam tadi, wajahmu mendominasi ingatan.
Kau masih tetap bunga tidur di setiap malam, bahkan sampai aku terlelap.

Keheningan seolah mengejek.
Aku rindu kita yang berisik untuk menceritakan serunya hari yang dilewati ketika jarak Jakarta dan Bandung jadi pemisah.
Aku rindu kita mengalahkan matahari pagi sebab semalaman tidak tidur karena aku yang menceritakan kisah Hades yang jatuh cinta pada Persophone.

Aku rindu..
Rindu kamu.

Sekarang apa tidak ada kita di antara kamu dan aku?
Ah, sepertinya begitu.

Masih jelas terasa waktu itu kau bilang untuk sudahi semua sebab lelah.
Aku terlambat untuk menyadarinya, atau mungkin justru aku yang enggan menyadari ini semua?

Aku telak jatuh hingga tersungkur mencintaimu.
Terseok-seok mengiba atas perasaan yang membuncah.
Aku menggigil sebab rindu kian membeku di hati.
Dingin tak tersentuh perasaanku karena hanya ingin kamu yang bertahtah di sana.

Sekarang aku belajar untuk menyerah.
Bukankah menyerah juga termasuk berjuang?
Berjuang untuk melupakan.

Jakarta, 16 Mei 2020

Sajak Malam ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang