*Kecemburuan*

36 14 39
                                    

*

*

*

Selamat pagi semua, ku nantikan dirimu di depan kelasku menantikan kami. Guruku tersayang guruku tercinta, tanpamu apa jadinya aku...

Seerrr..yuhuuu..

Lagu itu terhenti dari pemilik bibir tipis yang merah itu. Seorang lelaki datang menghentikannya paksa sambil menjambak pelan rambutnya.

"Aishh..apaansih", 

Gibran menatap Aline dengan tajam, tangannya tak kunjung ia lepaskan.

"Vanesha sakit, suara lo ganggu tau gak",

Aline berusaha sekuat mungkin agar terlepas dari jambakan Gibran, dirinya tak terlalu merespon perkataan lelaki itu. Aline berjalan menyusun piring-piring yang sudah di cucinya.

"Kalo gak mau gue ribut, kenapa juga lo telpon gue dan nyuruh gue kesini?", 

Aline sibuk membersihkan tangannya, mengelapnya dengan beberapa helai tisue. 

Gibran berjalan mendekati gadis itu.

"Ngotak dong lo!", ucap Gibran kasar membuat Aline terdiam kaku.

Aline tidak pernah melihat Gibran semarah itu terhadap dirinya, dan sekarang pria itu marah karna ia tak sengaja bernyanyi dengan senangnya. 

Gibran masih menatapnya dengan tajam, membuat Aline menundukkan kepalanya tak berani menatap.

"Gue nyuruh lo dateng bukan buat keributan, tapi bantu gue buat ngerawat Vanesha, ngerti lo?!", lanjutnya masih dengan nada marahnya.

Aline menghembuskan nafasnya dengan pelan, berusaha mengontrol dirinya agar tak cepat tersulut emosi.

"Bukan gue yang ngerawat, tapi lo. Gue cuma jadi babu di rumah ini", ucap Aline memberanikan diri menatap mata tajamnya Gibran.

Gibran menyunggingkan senyumnya.

"Orang kaya lo emang bisa apa selain jadi babu?", 

Aline memicingkan matanya pada Gibran, dirinya tak percaya akan apa yang baru saja diucapkan oleh Gibran.

"Bangsat! Maksud lo apa ha?!",

"Lo gak perlu semarah ini Ran sampe ngelukai hati gue cuma karna gue nyanyi. Vanesha juga masih nyaman sama tidurnya, sama sekali gak ke ganggu, trus lo kenapa ngehina gue?! Ha!",

Mata indah milik gadis itu mulai berlinang.

"Maaf, gue gak maksud-

"Tugas gue udah selesai kan? Gue pulang", 

Aline berjalan menuju ruang tv tempat di mana ia meletakkan tas nya. 

Tanpa mengucapkan sesuatu, gadis itu berjalan melewati Gibran yang memandangnya dengan rasa bersalah.

"Perlu gue anter?", 

Aline tak menggubris pertanyaan pria itu. Dirinya tetap berjalan meninggalkan rumah mewah milik Gibran.

Langkah kaki Gibran terdengar jelas di telinga Aline, membuat Aline semakin mempercepat langkahnya.

"Gue anter", 

Gibran mencekal kuat tangan Aline, berusaha menahannya namun Aline juga berusaha melepas cekalan yang membuatnya sakit.

"Lepas", pinta Aline dengan sarkas

"Gue anter",

"Nggak!",

"Gue gak peduli penolakan lo",

GibranalineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang