*Cium?*

49 14 35
                                    

"Dirimu layak dilindungi, dan aku takkan membiarkan siapapun melukaimu lagi. Genggam tanganku, aku berjanji akan membuat senyuman itu hadir kembali"

*

*

*

Gibran sudah  berada di rumah sakit. Sebelumnya Aline telah menelpon ambulans lalu tak lama mereka datang dan langsung membawa Gibran.

Aline ada bersamanya. Bahkan saat ini, tangan Aline sedang menggenggam kuat kedua tangan pria itu. Berdoa pada Tuhan agar pria ini baik-baik saja.

Darah yang sempat mengalir tadi, kini telah berhenti dan telah dibersihkan. Tak lama mereka sampai di rumah sakit.

Para suster disana dengan cepat membawa Gibran ke ruang rawat. Para dokter juga telah mempersiapkan dirinya untuk memeriksa keadaan Gibran. Aline yang masih dengan rasa takut sekaligus khawatir juga ikut berjalan memasuki ruangan itu. Namun dengan cepat salah satu suster itu melarangnya.

Aline terduduk pasrah diantara deretan kursi rumah sakit. Menundukkan kepalanya sambil melantunkan do'anya pada Tuhan. Rasa sakit yang ada pada wajahnya dibiarkannya begitu saja. Saat ini ia lebih khawatir pada Gibran daripada dirinya sendiri.

Sekitar tiga puluh menit, dokter dan juga suster-suster itu keluar dari ruangan membuat Aline sontak bertanya pada mereka.

"Dok gimana keadaannya? Dia gapapa kan dok?", tanya Aline sambil memegang kedua lengan dokter itu.

Mendengar itu sang dokter tersenyum, lalu balas mengusap bahu Aline pelan.

"Gapapa, perutnya hanya saya jahit karna koyak hingga bagian dalam lapisan perutnya. Tidak ada masalah serius hanya saja pria itu tak boleh melakukan apapun sampai jahitannya benar-benar kering", ujar sang dokter memperjelas.

Aline mnghelakan nafasnya dengan lega mendengar penuturan dokter itu. Sebuah senyum syukur terukir jelas di wajahnya yang penuh luka itu.

"Makasih dok",

Melihat wajah Aline yang tampak dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, dokter itu langsung menanyakan Aline dan menawarkan untuk segera di obati.

"Itu wajah kamu apa gak sebaiknya diobati nak?",

Aline tersenyum menggeleng.

"Gapapa dok, nanti saya bisa urus sendiri. Sekali lagi makasih dokter", tolaknya halus sambil berjalan meninggalkan dokter dan berjalan menuju ruangan Gibran.

Langkahnya berjalan masuk ke ruangan itu. Tampak seorang lelaki yang tengah berbaring di ranjangnya dengan selang inpus yang melekat pada bagian lengan kanannya.

Mengambil kursi dan segera duduk tepat disamping pria itu. Tak ada yang tahu keadaan Gibran selain dirinya. Bahkan gadis itu juga tak tahu harus menghubungi siapa karna Aline pun tidak tahu mengenai keluarga pria itu.

Mata pria itu tertutup sempurna layaknya orang yang sedang tidur, dan Aline kembali mengenggam tangan itu. Dirinya merasa bersalah. Karna demi menyelamatkannya Gibran sampai terluka.

Mengingat kembali adegan dimana Noah berhasil menusuk dalam perut Gibran, membuat air mata gadis itu kembali jatuh.

Dan, mengingat penuturan Gibran padanya sebelum ia benar-benar menutup kedua matanya, membuat wanita itu terus-menerus mengeluarkan air mata.

GibranalineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang