Senin, 15 Juni 2020
🌺🌺🌺
"Gimana?"
"Bentar.. belum kena.."
Vanila dengan terjingkit-jingkit mencoba meraih seekor anak kucing yang terjebak di suatu dahan pohon yang lumayan tinggi. Jika saja tidak memakai seragam sekolah, pasti Vanila sudah naik ke atas pohon itu sejak tadi, tidak seperti Rio yang hanya memperhatikan dari jauh sambil terus ngomel.
"Nah, kena!" Sorak Vanila setelah berhasil meraih anak kucing itu dan membopong nya.
"Iihh." Rio terperanjat menjauhi Vanila yang membawa anak kucing.
"Kenapa sih? Kamu takut sama kucing?"
Rio membekap mulutnya menggunakan telapak tangan sambil berjalan menjauhi Vanila. Vanila pun semakin mendekat ke arah Rio yang terlihat ketakutan. "Iya! Gue takut kucing. Puas lo?" Teriak Rio.
"Ohh."
Rio mengernyit heran dengan jawaban Vanila, respon nya berbeda sekali dengan teman-teman nya yang lain saat tau dia takut kucing. 'Ni cewek? Oh pasti dia lagi akting nih, bentar lagi juga dia ngetawain gue.' Batin Rio.
'Tapi kok nggak?'
"Lo.. kok gak ngetawain gue sih?" Tanya Rio.
"Hm? Ngetawain apa?"
Vanila duduk di akar salah satu pohon besar, ia mengelus-ngelus anak kucing itu seperti memperlakukan seorang bayi manusia. Rio mengikuti Vanila duduk, namun tetap menjaga jarak. "Karena gue takut kucing." Ucap Rio.
"Semua orang itu pasti punya hal yang ditakutin, dan itu normal. Jadi apa yang harus diketawain? Dulu aku juga takut sama ombak laut, tapi makin lama udah gak ada lagi rasa takut itu.." Sambil terus bicara, Vanila menuntun tangan Rio untuk mengusap-ngusap anak kucing itu.
"Masih takut?" Tanya Vanila.
Rio tersadar dengan tangan nya yang berada di kepala kucing itu. Rio melotot dan meremas anak kucing itu karena terkejut, alhasil, anak kucing itu mencakar tangan Vanila dan berlari dari pangkuan nya.
"Aw! Eh, eh, mau kemana?"
Vanila mengusap-ngusap goresan ditangan nya yang sedikit mengeluarkan darah, sebenarnya, sebelumnya memang tangannya sudah terluka oleh batang kayu. Rio dengan sigap menarik tangan Vanila dan meniupi nya.
"Cari mati sih Lo. Pake mainan kucing segala." Oceh Rio disela-sela kegiatannya meniupi lengan Vanila.
"Lebay." Ucap Vanila.
"Gue serius."
"Serius cari mati? Itu ada jalan, belok kiri ada jurang loncat deh." Ucap Vanila sambil menggerakan tangannya seolah sedang menunjukan jalan.
Rio malah memperhatikan Vanila tanpa kedip. "Mood lo lagi bagus ya?" Tanya nya.
Vanila mengangguk sambil tersenyum manis. Ia juga tak paham kenapa hari ini rasanya kedua pipi Vanila terus menarik ujung bibir nya agar melengkung membentuk sebuah senyuman.
"Karena bareng gue?"
Vanila diam, Rio pun diam. Sepertinya Vanila sedang kehilangan keahlian nya dalam berdebat melawan Rio. Melihat Vanila yang diam saja tanpa menjawab, Rio sudah tahu kalau dirinya menjadi salah satu alasan kenapa Vanila bisa se receh ini.
"Pulang yuk. Rumah aku masih jauh lho. Kamu sih, ngajakin pulang bareng, eh motor nya pake mogok segala." Ucap Vanila sambil berjalan meninggalkan Rio, sedangkan Rio hanya mengedikkan bahu nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seatmate
Teen Fiction"Gini aja deh, lo Vanila, lo duduk di sebelah gue. Dan lo, lo cari tempat duduk lain." Rio. === Dari sinilah semuanya bermulai, dari sini juga semuanya terasa. Asam, manis, pahit, semuanya mereka telan bersama. Dulu, Vanila berkali-kali merapalkan d...