16]. Tragedi sweet seventeen

38 10 15
                                    

Sudah bukan hal baru bagi Vanila menghadapi Mala yang tiba-tiba menjadi manja saat ia sakit. Semenjak Mala sering ditinggal oleh orang tuanya kerja ke luar kota, ia sering sekali meminta Vanila menemaninya ketika ia tidak enak badan, mungkin itu sejak mereka SMP.

Di dalam villa, Vanila dengan setia menemani Mala yang sedang terduduk di sofa dengan lemas. Tapi aneh, dari tadi jika Vanila ingin mengecek suhu tubuh Mala, ia selalu menolaknya. Ya Vanila tahu, mungkin masuk angin tak ada hubungannya dengan suhu tubuh, namun apa salahnya Vanila yang hanya ingin memastikan keadaan sahabatnya tapi malah ditolak dengan kasar oleh Mala.

"Van.."

"Kenapa lagi La?"

"Uhuk! Uhuk! Gue, gue pengen jagung bakar. Nggak jauh kok, cuman didepan tuh."

Nahkan, Vanila semakin dibuat bingung dengan keadaan Mala. Memang bisa ya orang masuk angin tiba-tiba batuk-batuk, pake segala ngidam lagi.

"Ini udah jam sebelas malem lebih La, tapi yaudah deh aku beliin demi kamu. Tunggu sebentar." Vanila dengan terpaksa pergi keluar demi Mala walau diluar dingin. Tapi tak apa, agar Mala cepat sembuh.

Trrt trrt!

"Buaya crocodile, buaya crocodile, kupu-kupu butterfly disini. Jawab ."
Mala mencoba memanggil ketiga rekannya menggunakan handy talky.

Trrt trrt!

"Buaya crocodile disini, ada apa kupu-kupu butterfly?" Jawab seseorang diseberang sana yang tak Mala kenali entah itu suara Eki, Pian, atau Rio.

"Target aman, rencana kedua sukses, apakah sudah saatnya untuk rencana ketiga Pak ketua?" Tanya Mala.

"Oke sip. Kita lanjutkan pada rencana selanjutnya, tapi dimohon untuk agen kupu-kupu butterfly agar tidak bertindak grasak-grusuk agar target tidak menangkap sinyal-sinyal keanehan." Jawab agen buaya crocodile.

"Ay ay kapten!"

Trrt trrt!

ㅇㅇㅇ

"Berapa Kang?"

"Tiga ya Tèh? Lima belas ribu aja."

Vanila menyerahkan uang lembaran dua puluh ribu kepada pedagang itu. "Aqua nya deh Kang, dua." Lanjut Vanila sambil menambahkan uang lima ribu.

"Udah Tèh, ini pas kok." Ucap pedagang itu seraya mengembalikan uang lima ribu Vanila.

"Oh? Aqua nya dua Kang, dua."

"Yang satu bonus, penghabisan."

"Ah, makasih Kang."

"Sama-sama Tèh. Ari Tètèh tèh bukan orang sini ya?" Tanya si Akang sambil terus sibuk mengipasi jagung yang sedang dibakar.

Vanila yang semula sudah akan pergi dari sana pun mengurungkan niatnya ketika si Akang tukang dagang mengajaknya bicara, tidak enak lah jika pura-pura tidak mendengar dan terus berjalan.

"Iya Kang, saya dari Jakarta." Jawab Vanila.

"Ohh, di villa itu ya Tèh?" Tanya si Akang sambil menunjuk villa yang memang tempat menginap Vanila dan Mala.

"Iya Kang, hehe."

"Ah, pasti tèh mau pada party ya? Tadi tèh temen Tètèh yang cowok bolak-balik dari dalem. Terus saya tegur, katanya tèh lagi nyiapin acara, tadi juga si Aa' nya bawa kue."

Vanila mengernyit mendengar ucapan si Akang, kenapa rasanya Akang ini sok tau sekali, memangnya yang menginap disini hanya Vanila dan Mala, mungkin saja itu orang lain yang tak mereka kenal. Tak ingin obrolannya semakin jauh, Vanila mencoba mengakhiri.

SeatmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang