Menadahkan tangan, memohon sesuatu yang diharap bisa terlaksana. Setelah usai, mulut masih bermain kata. Berjanji, tak akan bermain cinta hingga saatnya tiba
Sebualan berlalu. Hari pertama doa di jalankan. Walau masih lama kemungkinan akan terlaksana, tapi hati merinding takut dengan suasana. Aku merendah, mencari nama nama yang harus ku ingat. Di kelas baru, tempat perlombaan sebuah asa. Hingga, aku melihatnya.
Hati bergetar, penasaran melanda. Rasa ingin tahu tentang dirinya, entah siapa. Senyum terlempar, panas dan keringat semakin berpesta. Aku terdiam dan hilang kesadaran. Mengedipkan mata, mengingat, lalu berjabat tangan. Namun, hatiku mengingatkan untuk tidak mendekat. Karena janji yang sempat aku lontarkan
Semakin hari, semakin erat. Hati terasa gugup dan selalu ingin mencari tahu tentangnya. Hati lagi yang memberi radar. Janji tetap janji, sudah tak ada batasan. Aku memutuskan menjauh, mencari kesibukan. Dia pun tak merasa, dan terus bertindak atas kehendaknya.
Sesudah lupa, hati tergores. Melihat dia tertawa bersamanya. Teman dekatnya, kupikir. Di bawah terik, bercucur keringat. Merek berjalan keluar sekolah. Penuh canda dan ceria.
Janji tetap janji. Aku mencoba menahan dan membendung. Hingga tiga tahun berlalu nanti, cinta dan wanita lain bukan sesuatu yang harus aku kritisi. Walau aku mengerti, kadang malah hati terdalam yang tak menahan. Berkobar. Tak terpadam
-kl.s.qw.j.dr
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Kalimat di Jogja
PoesiaKalimat (entah puisi atau apapun) yang aku tulis, sewaktu saya "merasa". Kebanyakan ditulis sewaktu saya di Jogja. Aku adalah seorang pendengar. Banyak temanku yang menceritakan kisah cinta mereka. Di sini aku tulis, seutuhnya. Di balik kata pengeco...