Bagian 12

9.6K 988 31
                                    

Sebelumnya aku tidak pernah menduga sama sekali bahwa aku akan menemukan Sean yang bertamu ke rumahku pada pagi hari disaat akhir pekan.

Beruntung Papi dan Mami pergi liburan berdua sejak jumat sore ke luar kota, sehingga keduanya saat ini tidak ada dirumah. Kalau Papi dan Mami melihat kedatangan Sean, entah bagaimana caraku menjelaskan tentang Sean kepada mereka.

Karena tidak mungkin aku berkata pada Papi dan Mami bahwa Sean hanya temanku. Keduanya tau aku hanya memiliki dua teman laki-laki yaitu Brandon dan Samuel. Hanya mereka berdua yang pernah aku bawa kerumah dan aku kenalkan kepada Papi dan Mami.

Mereka pasti akan mengintrogasi lebih dalam dan mencurigai sesuatu. Kemungkinan status Sean sebagai mantanku pasti akan terungkap.

Bertemu mantan yang dulu sempat memberikan kenangan manis sekaligus pahit, membuat perasaanku menjadi campur aduk. Antara marah, kesal, kaget dan juga tidak suka dengan kehadirannya.

Tentu nya rasa suka yang dulu pernah menggebu-gebu itu tidak ada lagi. Sejak hubunganku dengan Sean berakhir, sudah beberapa kali aku menyukai dan berpacaran dengan laki-laki lain.

Walaupun pacaran selama dua tahun dengan Sean sejauh ini masih tetap hubungan yang paling lama bagiku.

"Tidak ada pelukan rindu untukku?" tanya Sean sambil merentangkan kedua tangannya. Seperti menunggu agar aku mendekati dan memeluknya.

Sudah sekian lama aku tidak melihat Sean secara langsung ataupun hanya melalui foto di media sosial, membuatku harus jujur bahwa Sean terlihat semakin tampan. Wajahnya terlihat lebih dewasa dengan tingginya yang mungkin semakin bertambah dari yang terakhir kali aku ingat.

Rambutnya yang biasa pendek sekali karena dulu saat sekolah dia memang termasuk siswa teladan, sekarang sudah lebih panjang. Kulitnya hampir mendekati sawo matang. Aku tebak dia semakin sering berjemur ditepi pantai.

Aku mendengkus, kemudian duduk diseberang Sean. Mengabaikan apa yang baru saja dilakukannya. Sengaja aku memberi jarak yang cukup jauh dengannya untuk berjaga-jaga.

"Untuk apa juga aku peluk kamu. Kamu kenapa pagi-pagi kesini? Aku lagi sibuk nih."

Sean terlihat tidak masalah dengan sikapku yang tidak ramah sama sekali padanya. Padahal kalau dia tau, rasanya aku ingin menendangnya agar keluar dari rumahku segera. Laki-laki seperti Sean, kalau bisa dimusnahkan saja dari dunia ini.

Dulu kenapa aku bisa suka ya sama laki-laki seperti ini?

"Sama pacar sendiri kenapa ngomongnya begitu sih, sayang?"

Sepertinya baru kali ini aku merasa mual ketika mendengar panggilan itu keluar dari mulut Sean. Padahal selama kami pacaran, semua normal-normal saja. Malahan aku sering malu-malu kucing karenanya mendengar panggilan darinya.

"Pacar apaan? Kalau kamu mungkin lupa, aku ingatkan lagi. Kita sudah putus ya!"

Sean tertawa yang membuat kedua bahu nya bergerak turun naik. "Aku bilang kan gak mau putus sama kamu."

Aku mendesah kesal. "Kamu lebih baik pulang sekarang deh," sebelum aku menghubungi Bang Satria untuk mengusir Sean dari rumahku. Aku berdiri dari sofa yang aku duduki.

"Aku kangen kamu tau." Sean juga berdiri dari tempatnya duduk. Membuatku segera siaga ketika dia melangkah mendekatiku.

"Berhenti disana Sean, jangan mendekat lagi," ucapku datar.

Sean menurutinya. "Aku cuma mau peluk kamu. Apa salahnya sih?"

Aku menggeleng tegas. "Kamu gak perlu bersikap seperti ini. Kalau mau berteman, kita bisa berteman dengan baik."

It was You [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang