Bagian 29

7.9K 876 54
                                    

Sebelumnya aku tidak pernah menduga bahwa aku akan bertemu dengan Tika hari ini, ditempat ini dan dengan situasi yang seperti ini. Tapi sepertinya semua tidak bisa terjadi sesuai dengan keinginanku.

“Saya tidak menyangka akan bertemu lagi secepat ini dengan Mbak Tika,” ucapku disertai senyuman terpaksa. “Mbak Tika apa kabar?” tanyaku mencoba terlihat ramah.

Tika mendengus. “Tadinya sebelum kesini saya baik-baik saja, sekarang sepertinya tidak lagi.”

Matanya melihat kepada Rafa yang kini menatap perempuan itu datar. Aku menatap Rafa nanar. Sebenarnya apa tujuanmu membohongiku, Mas?

Mama Rafa menyentuh tanganku, membuat pandanganku teralih kepadanya. “Apa kamu dengan Tika sudah saling mengenal?” tanya Mama Rafa dengan ragu.

Aku tersenyum, menganggukkan kepala. “Iya, Tante. Aku bertemu Mbak Tika saat Mas Rafa sakit, mungkin sekitar dua minggu yang lalu. Mbak Tika sepupunya Mas Rafa kan?” tanyaku dengan nada menekan. Mama Rafa menganggukkan kepala.

“Tika. Ada sesuatu yang harus Om bicarakan dengan kamu. Ikut Om ke ruang kerja Om sebentar.”

Tika melihat Papa Rafa dengan mata yang menyipit. “Nanti saja, Om. Aku juga baru sampai. Aku mungkin masih akan lama disini, jadi kita bisa santai bicara nanti. Jadi tadi sedang membicarakan apa? Sepertinya seru sekali.”

Aku tertawa. “Harusnya Mbak Tika datang lebih awal, tadi itu pembicaraan yang menyenangkan. Kapan-kapan kita harus jalan-jalan bersama Mbak, biar menjadi lebih akrab.”

Apa yang baru saja aku ucapkan? Jalan-jalan bersama? Aku hanya merutuki kebodohanku sendiri.

“Kamu terlihat percaya diri sekali? Kamu tau dalam sebuah hubungan yang sedang terjalin sekarang ini antara aku, Rafa dan kamu, posisi kamu itu adalah sebagai pihak ketiga. Saya tebak, Rafa tidak jujur ya kepadamu? Mungkinkah kamu tidak jadi bertanya kepada Rafa? Sangat disayangkan sekali.”

“Tika, sebaiknya kamu keruangan Papa sekarang!”

Tika mengabaikan perintah Rafa. Dia sama sekali tak bergeming.

Aku menatap Rafa dalam, dia saat ini juga sedang menatapku. “Aku percaya dengan apa yang Mas Rafa katakan kepadaku,” ucapku bohong. “Jika memang aku tau Mas Rafa membohongiku, mungkin aku tidak akan melanjutkan hubungan ini lagi dan aku tidak akan ada disini. Karena apa? Satu kebohongan akan menimbulkan kebohongan yang lain.” Kepalaku menoleh kepada Mama Rafa. “Bukankah itu tidak akan mempertahankan sebuah hubungan, Tante?”

Mama Rafa terdiam, tidak menjawab pertanyaanku sama sekali. Matanya melirik Papa Rafa dengan gugup. Aku masih menanti jawabannya walau mungkin tidak akan kunjung aku dapatkan.

“Sebaiknya Papa bawa Mama ke kamar sekarang. Mama harus mengistirahatkan kakinya. Kata Dokter, telapak kaki Mama jangan dipaksa memijak lama-lama,” ucap Rafa dengan rahang yang mengeras.

Rafa terlihat marah sekali saat ini. Apa Rafa terpancing dengan perkataanku yang sangat jelas menyindirnya.

“Papa kira itu ide yang bagus. Lea, nanti kita akan mengobrol lagi ya? Dan Tika, Om tunggu kamu diruang kerja Om setelah Om mengantar Tante ke kamar.”

Mama Rafa meremas tanganku. "Tante mohon sama kamu, apapun yang terjadi, tolong percaya kepada Rafa. Kamu adalah kebahagiaannya dan dia sangat mencintai kamu," bisik Mama Rafa didekat telingaku.

Tika dan Rafa menatap kami penasaran. Pasti karena keduanya tidak bisa mendengar apa yang dibisikkan Mama Rafa. Sementara aku belum membalas apapun ucapan Mama Rafa.

Aku ikut membantu Mama Rafa untuk pindah ke kursi roda. Mama Rafa melirikku, memberikan senyum sendunya sampai dia sudah beranjak bersama Papa Rafa. Keduanya tidak terlihat lagi dalam jangkauan mataku.

It was You [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang