“Aku heran deh, kamu itu bodoh atau karena terlalu cinta sama Bang Rafa sih, Rill?”
Tanganku langsung menjitak kepala Ameera yang membuat gadis itu memekik. Pertanyaannya yang terdengar menyebalkan itu langsung menimbulkan gerak reflek ku. Enak saja dia mengataiku bodoh. Padahal apa yang aku lakukan sebelumnya itu butuh pertimbangan juga, walau tidak butuh waktu lama.
Ameera menatapku tak terima. “Aku kan cuma bertanya Rill, kenapa aku di jitak sih? Wajar kan aku tanya begitu? Coba aja kamu hitung, palingan cuma lebih kurang dua jam kamu marah.”
Aku berdecak kesal. “Lalu kamu mau aku gimana, Ra? Main petak umpet sama Rafa berhari-hari, padahal nantinya aku pasti akan mendengarkan penjelasan yang sama dan akan memaafkannya jika ternyata dia gak terlalu salah juga?”
Dan menurutku itu hanya membuang-buang waktu, menghabiskan tenaga, sangat merepotkan dan kekanak-kanakan sekali. Kalau hari itu masalah langsung bisa diselesaikan, kenapa aku harus menunggu lama?
“Benar juga sih. Tapi tetap aja, semudah itu kah?” tanya Ameera lagi.
“Iya, memang semudah itu.”
Walaupun aku merasa gelisah sejak tau Rafa berbohong, tetap saja aku tidak bisa lama-lama menghakiminya. Karena aku sangat yakin, Rafa membohongiku karena ada alasannya. Tindakanku dirumah orang tuanya saat itu juga sudah menjadi pembalasanku untuk Rafa.
Rasanya terlalu bodoh jika setelah aku mendengar percakapan Rafa dengan Bang Satria, aku tetap bersembunyi didalam kamar Bang Satria tanpa mau memperbaiki hubunganku dengan Rafa.
Sama seperti Rafa yang menginginkanku, aku juga menginginkannya.
“Tapi kenapa ide meminta bantuan Bang Satria itu bisa kamu pikirkan disaat sedang galau? Bagian itu aku salut sama kamu loh, Rill.”
“Karena aku penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya.”
Saat itu, didalam mobil Brandon aku memikirkan hal ini. Jika Rafa hanya ingin bermain-main denganku dan malah bertunangan dengan perempuan lain, kenapa dalam perjalanan hubungan kami dia melipatkan banyak orang? Keluargaku, keluarganya dan teman-temannya.
Hal itu yang membuatku merasa yakin, bahwa kalimat yang diucapkan Rafa kepada Tika saat itu pasti karena ada alasannya juga.
Awalnya aku tidak menduga Rafa akan langsung mencari ku ke apartemen Bang Satria. Karena itulah aku meminta Brandon untuk mengantarku kesana. Dan ketika mendengar bunyi bel yang terdengar tidak sabaran, aku langsung merasa bahwa Rafa lah yang datang.
Aku menginginkan penjelasan tapi disisi lain aku belum siap berhadapan dengan Rafa karena takut emosiku terpancing, sehingga aku meminta bantuan Bang Satria untuk mengintrogasi laki-laki itu. Dan aku sudah mendengar semuanya dari Rafa, termasuk apa yang terjadi dengan Tika.
“Tapi Ra, tiba-tiba aku kasihan dengan kondisi perempuan itu. Kematian kekasihnya pasti benar-benar membuatnya terluka sehingga dia menjadi seperti sekarang” gumamku.
“Kini aku bisa menebak kenapa Bang Rafa tidak memberi tau kamu tentang hal itu sebelumnya,” gumam Ameera. Aku mengangkat alis, bertanya melalui tatapanku tentang apa maksud ucapannya. “Andai kan nih, Tika mengancam Bang Rafa didepan kamu, mungkin saja kamu akan kasihan kepada perempuan itu dan meminta Bang Rafa untuk menikahinya.”
Tanganku sudah terangkat, hendak menjitak Ameera lagi. Namun gadis itu lebih bisa bergerak cepat sehingga tangannya menahan pergerakan tanganku.
“Jangan di jitak lagi, Rill. Aku semakin bodoh nanti,” ucap Ameera geram.
“Kamu akan semakin pintar dan lebih gampang berpikir setelah aku jitak, Ra. Aku mungkin akan kasihan jika itu terjadi dan mungkin juga akan berniat menolong Tika. Tapi tidak dengan cara itu juga.”
KAMU SEDANG MEMBACA
It was You [Tamat]
RomanceIt was You merupakan cerita lengkap dengan judul yang sama dari It was You (Oneshoot) Berawal dari ketidaksengajaan, dilanjutkan dengan pertemuan tak terduga hingga berakhir pada kenangan masa lalu. Ketika takdir menuntunnya kembali kepada tempat se...