Bagian 20

246 25 22
                                    

Jangan lupa ramaikan.

Awas typo!

Happy Reading🌹

🐳🐳🐳

Rasa benci kepada seseorang secara perlahan akan menghilang ketika kita mencoba merasakan ketulusan seseorang yang selalu berbuat baik pada kita, meski kita selalu menyakitinya.

REGRET*

🌹🌹🌹

Icha terduduk lesu di atas bangku itu. Echa dan kedua temannya menghampiri Icha yang hampir saja menangis. Gadis itu duduk di sebelah Icha, lalu mengusap bahunya dengan lembut.

"Sabar ya, Cha. Lo gak sendirian kok. Masih ada gue yang mau temenan sama lo," bisiknya lembut.

Icha mengangguk. "Aku ... aku cuma gak habis pikir aja sama mereka. Memangnya aku salah apa sama mereka?"

"Mungkin mereka hanya salah paham aja, Cha. Udah ya enggak usah dipikirin, nanti sesak napas kamu kambuh."

Icha hanya diam. Kambuh? Sakitnya tidak akan kambuh kalau dia tidak pernah membuang obatnya. Bukannya enggan sembuh, tapi Icha merasa semuanya sia-sia. Hanya inhaler saja yang bisa membantunya untuk bernapas seperti biasa.

Icha dan Echa memilih untuk kembali ke kelas usai membeli batagor untuk dimakan di kelas nanti. Mereka melewati kelas Ufah dan Zahra, tapi dua orang itu hanya menatapnya sinis.

"Gabungnya sama cewek yang gak bener ya jadinya keliatan sifat asli dia kaya gimana. Lebih dari bobrok!" sinis Ufah dan menatap tidak suka pada Icha.

Icha menundukkan kepalanya. Dia tidak tahu harus berkata apa karena dirinya benar-benar tidak tahu dengan apa yang sudah terjadi pada kedua temannya itu.

"Enggak usah didengerin, Cha," bisik Echa. Perempuan itu menjadi iba dengan keadaan Icha sekarang. Dia bingung apa yang sudah dua temannya lakukan pada Ufah dan Zahra sampai mereka begitu benci pada Icha.

***

Malam ini Echa memutuskan untuk menghubungi Chika. Sebenarnya apa yang temannya itu rencanakan pada Icha? Padahal rencana mereka tidak ada yang seperti ini. Mengapa mereka bisa membuat Ufah dan Zahra membenci Icha, bukankah yang benar itu sebaliknya?

"Echa, makan dulu Sayang," ucap Vio dari luar kamar putrinya.

Echa berdecak kesal kemudian menjawab, "Bentar! Orang lagi sibuk juga digangguin terus!"

Johan yang kebetulan lewat karena ingin ke kamarnya, lantas berhenti. Dia menuju kamar itu dengan raut wajah marahnya.

"Mas, jangan. Biarkan saja," bujuk Vio yang menahan lengan suaminya.

"Dia udah kelewatan, Vi, gak bisa dibiarin!" tukasnya. Pria itu menghempas kasar tangan istrinya mendekati pintu di depannya itu.

BRAK!

Johan mendobrak pintu itu dengan sekuat tenaga sampai membentur ke dinding. Dia mendapati Echa yang membelakangi pintu terlihat terkejut.

"Bunda apa-apaan, sih?! Gak usah dobrak pintu bi—" Echa langsung menutup mulutnya rapat-rapat usai memutar tubuhnya. Matanya melotot kaget saat melihat papanya tengah menatapnya marah.

REGRET || TAMAT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang