Waktu yang singkat....

27 12 2
                                    


Mereka masuk ke restoran itu. Lalu memilih makanan.

"Duduk duluan aja Dir. Saya ketoilet dulu."

"Iya pak." Berjalan ke tempat duduk.

Setelah beberapa saat Rey kembali dari toilet, dan pelayan mengantar pesanan.

"Silahkan mbak mas!" Pelayan sambil meletakkan makanan.

"Terimakasih mas."

Mereka menyantap makanan. Lalu mereka keluar dan pulang. Beberapa saat Rey bertanya kepada Dira.

"Dir, saya nggak tau apa yang kamu suka. Tapi saya akan berusaha supaya kamu senang. Tapi kalau cara saya salah tolong bilang. Jangan simpan sendiri." Tatapan menenangkan.

"Iya pak, tapi saya masih penasaran, kenapa bapak milih saya, saya nggak punya apa-apa pak, kuliah juga belum lulus. Sedangkan bapak.."

"Saya suka kamu yang nggak punya apa-apa Dira. Saya yakin sama hati saya. Kalau kita berjodoh, saya ingin membahagiakan Dira."

Deg..deg..deg

Duh, kenapa gue malah deg deg an gini. Orang ini juga bikin salah tingkah aja.

"Dira, kamu boleh kok cerita apa aja sama saya. Saya seneng kamu mau berbagi dengan saya. Apapun itu, bahkan hal kecil."

"Pak, bapak tau keluarga saya? Saya udah nggak punya ibu. Ayah saya juga udah tua. Saya punya satu adik perempuan." Dira menjelaskan.

"Saya tahu."

"Dan juga pak, saya denger kalo saya mau dijodohkan." Sambung Dira lagi.

"Itu juga saya tau."

"Lah..kapan bapak tau?" Tanya Dira bingung.

"Saya denger waktu Dira lagi cerita sama teman."

"Oalah, bapak denger."

.
.

Tidak lama kemudian sampailah mereka dirumah.

"Mampir dulu pak!"

"Nggak usah deh, nggak ada Pak Gun kan.?" Tanya nya

"Bapak belum pulang. Mai juga kayaknya masih eskul."

"Yaudah, saya langsung saja ya. Assalamualaikum." Sambil menyalakan klakson mobil.

"Waalaikumsalam."

Setelah mobil Rey hilang dari pandangan Dira. Dira masuk kerumah. Merebahkan tubuhnya ke kasur kamarnya. Menatap langit-langit kamar. Lalu timbul lagi pertanyaan di benaknya.

Aku penasaran sih siapa pria yang mau ayah jodohkan. Apa aku tanya ayah ya nanti, atau Mai saja yang aku interogasi.

(Suara membuka pintu)....

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" bergegas keluar kamar.
"Eh teh, udah pulang." Mencium tangan Dira.

"Iya nih. Kamu eskul dulu.?"

"Iya teh." Berjalan menuju kamarnya.

"Eh Mai, teteh mau nanya dong" mengikuti kekamar

"Nanya apa teh?"

" Kan waktu ayah ngobrol soal teteh mau dijodohin itu berdua sama kamu kan? Teteh mau tanya siapa dong orangnya? Bukan pak Rey kan?"

"Emm..bukan teh (menggaruk belakang kepalanya) . Sebenernya orang itu anaknya Om Anton. Bang Jo, teteh inget nggak? Katanya temen kecil teteh tuh."

"Bang Jo.... Jonathan? Inget teteh, tapi lupa mukanya." Nyengir

" Ih paan. Iya kata ayah sih anaknya Om Anton. Tapi teteh coba tanya lagi sama ayah."

"Iya deh nanti teteh tanya."

Lalu Dira dan Maira kekamar masing-masing. Dan sore harinya Pak Gun pulang. Dira yang penasaran tadi masih menyimpan rasa ingin tahu nya. Setelah ayahnya santai. Barulah dia bertanya.

.
.

Dira duduk di dekat ayahnya di halaman rumah. Sambil melihat kolam ikan Pak Gun. Lalu bertanya...

"Yah. Dira pengen tanya deh." Sembari duduk dan mentap ayahnya.

"Iya nak. Nanya soal apa?"

"Dira sempet denger pembicaraan ayah sama Mai malam itu, tentang jodohin Dira. Dira pengen tau siapa yah.?" Berharap dapat jawaban.

"Gini nak..maaf ayah ga bilang sama Dira dari awal. Sekarang ayah lagi dikondisi nggak baik." Ayah memegang tangan Dira.

"Maksud ayah nggak baik?" Dira semakin penasaran.

"Ayah sakit ginjal. Dan kamu ingat Om Anton? Kami berdua berencana menjodohkan mu dengan anaknya. Kamu juga kenal kan dia?"

"Ap...kenapa ayah gabilang masalah ayah sakit? Ya Allah yah." Meneteskan air mata.

"Dira, ayah minta maaf untuk itu. Karena alasan itu juga ayah mau jodohin Dira. Ayah mau liat Dira berkeluarga sebelum ayah pergi."

"Ayah nggak boleh ngomong gitu. Ayah bakal sehat. Terus soal perjodohan itu sekarang gimana yah.?" Air matanya pun tak bisa ditahan.

"Ayah bilang sama om Anton, ayah nggak  akan maksa kamu, walaupun ayah dan om Anton berencana seperti itu, tapi tetap keputusan ada di Dira. Terlebih lagi Sekarang ada nak Rey kan. Dira bebas menentukan keputusan." Mengusap kepala anaknya itu.

"Makasih yah." Memeluk ayahnya." Pokok nya ayah bakal sehat. Dira bakal usaha in buat ayah."

"Iya anak ayah."

Itulah penjelasan Pak Gun. Dua anak dan orang tua itu tampak punya beban tersendiri. Sekarang lagi Dira harus memikirkan bagaimana cara membiayai pengobatan ayahnya...

My Unknown HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang