Chapter 16 || Keharusan

9 1 0
                                    

Nisya terduduk didepan TV yang menayangkan film kartun kesukaannya. Diusia yang ke belasan tahun tapi Nisya memang masih suka nonton kartun, berbanding balik dengan remaja lainnya yang menyukai film bergenre romance.

Dengan terpaksa Nisya membatalkan kue kesukaannya yang akan berakhir dimulutnya karena handphonenya berbunyi.

BIBI

Nama itulah yang tertera dilayar handphone Nisya.

Nisya mengerutkan Alisnya, dirinya bingung ada apa bibi dikampungnya meneleponnya malam malam begini. Pasti ada hal yang penting.

Nisya terkulai lemas dalam duduknya setelah mendengar sesuatu dari Bibi. Baru saja Nisya dibertahukan oleh bibinya bahwa pamannya saat ini sedang sekarat. Ginjalnya harus segera dioprasi. Dan ia meminjam uang dengan jumlah tidak sedikit.

Entah sejak kapan pamannya memiliki penyakit berbahaya itu, sungguh Nisya sama sekali tidak tau.

Apakah dirinya kurang peduli terhadap sanak keluarganya dikampung? Sebegitu egoisnyakah dirinya?

Lalu Nisya mengcek saldo rekening di handphonenya.

Apa ia tak salah lihat?

Deretan angka pada saldo di rekening membuat matanya memanas.

Kenapa bisa Nisya sampai kecolongan, dan kenapa baru sekarang dirinya mengecek saldonya itu?

Saldonya hanya tersisa sekitar 32 juta sedangkan bibinya meminjam uang sebesar 75 juta.

Nisya sangat bingung, apakah perlu dirinya membatu pamannya yang dulu pernah menampar pipinya?

Jujur, jika mengingat masa itu Nisya tidak mau membantunya. Tapi Nisya tidak boleh egois, dia juga harus memikirkan bibi dan anak anaknya. Jika bukan padanya maka pada siapa lagi bibi akan meminjam? Sedangkan keluarga dikampung sudah tak ada yang peduli lagi.

Akhirnya Nisya akan meminjamkan uangnya,tapi bagaimana caranya supaya uang itu bisa sampai pada nominal 75 juta?

Apakah Nisya harus menjual salah satu tokonya? Tapi jika dijual maka penghasilan yang akan ia terima hanya dari satu toko.

Nisya menggelengkan kepalanya dan langsung beristighfar. Mengapa Nisya malah hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri? Ini tidak baik.

...

Keesokkan paginya Nisya sudah terduduk ditrotoar di depan tokonya, menunggu para pekerja datang. Tak peduli kulitnya yang terkena langsung pancaran sinar matahari.

Sesekali tangan Nisya bergerak menghapus keringat yang membanjiri pelipisnya, karena hari ini matahari memberikan sinarnya tanpa malu malu sehingga terasa sangat panas, padahal ini masih jam 7.

Beruntung hari ini hari minggu, jadi Nisya tidak harus menunggu sampai pulang sekolah untuk menyampaikan hal ini.

Rupanya hari ini cukup ramai, banyak kendaraan yang berlalu-lalang.

Beberapa menit kemudian Kiki orang kepercayaan Nisya telah datang membawa kunci pintunya.

Kiki terkejut melihat Nisya yang sudah stay by disana dengan duduk di trotoar.

Nisya bangkit dan tersenyum pada kiki, lalu menyuruhnya untuk segera membuka pintunya.

Tak berselang lama kini semua pegawainya sudah memunculkan diri lalu Nisya menginterupsi pegawainya untuk tidak dulu membuka toko karena hari ini akan diadakan rapat dadakan.

"Sebelumnya saya mohon maaf, pagi pagi begini saya mengajak kita semua untuk rapat"

Nisya cukup mengerti akan raut kebingungan dari mereka. Karena biasanya jika Nisya akan berkunjung pasti Selalu datang sepulang sekolah atau jika hari minggu ia akan datang pukul 9.

"Saya ingin menyampaikan beberapa hal yang sangat penting, jadi mohon untuk benar-benar menyimaknya. Pertama, saya benar benar minta maaf jika saya sebagai atasan semua pernah berucap atau melakukan sesuatu yang membuat tak enak hati.

Kedua, kemarin tepatnya pukul 1 dini hari saya mendapatkan kabar kurang baik dari kampung, paman saya harus dioperasi dan tentunya membutuhkan banyak biaya. Ketiga, toko fashion yang selama ini menjadi mata pencaharian kita dengan terpaksa harus ditutup" Nisya mencoba menjelaskan tujuannya.

Nisya melihat satu persatu wajah mereka. Sedih. Hanya itu yang bisa Nisya tangkap.

Nisya meraskan sakit dihatinya ketika melihat raut mereka.

"Kapan Toko ini akan ditutup?" tanya Lily.

Dengan berat hati Nisya berucap jika besok toko harus segera ditutup.

"Maaf mba, apakah tidak ada cara lain selain ini?" tanya Kiki mewakili pertanyaan yang lainnya.

"Jika ada, maka saya akan memilih cara lain. Saya sendiripun merasa sedih dan tak rela untuk menutup toko kita ini. Tapi disisi lain saya juga bingung jika saya tidak menjual toko fahion maka akan kemana saya akan mencari uang. Meskipun saya hidup seorang diri, tapi keperluan saya banyak" jelas Nisya.

"Tapi mengapa mba tidak menjual toko kue saja?"

"Tidak, itu tidak mungkin" tegas Nisya lantang.

"Tapi kenapa?"

"Ibaratnya jika kita mencoba melangkah untuk mewujudkan sesuatu dengan sesuat tenaga, menguras jiwa, pikiran, serta hal hal lainnya, kemudian tanpa disangka kita benar benar mendapatkan. Lantas apa harus kita menjualnya? Melupakan apa yang telah kita perjuangkan?" ucap Nisya.

"Tapi mba masih punya penghasilan yang lain yang jauh lebih besar" herdik Kiki.

Senyuman tergambar jelas diwajah pucat Nisya, "Apa kamu fikir segala hal yang menghasilkan sesuatu begitu besar akak membuat kita senang? Mungkin bagi sebagiaon orang iya. Tapi tidak untuk saya. Saya akui jika toko fashion ini adalah penghasilan terbesar saya, tapi disatu sisi saya tidak bisa mengorbankan apa yang selama ini saya bangun" Nisya mencoba memberian pengertian pada mereka.

"Bukankah toko ini juga hasil dari jerih payah?" tanya salah satu karyawan.

"Benar. Saya dan kita semua sudah berjuang membangun serta mensejahterakan toko ini. Tapi fashion ini dibangun karena hasil dari keuntungan toko kue"

"Jangan khawatir, gaji hari ini saya bilang menjadi satu bulan full, kalian akan mendapat pesangon serta bebas memilih pakaian mana saja tapi satu orang satu pakaian saja" ucap Nisya mengakhiri rapatnya.

Setelah itu Nisya pergi menuju ruangan pribadinya untuk menyiapkan nominal pesangon agar bisa segera diberikan.

Dengan berat hati Nisya menempelkan selembar kertas pada pintu kaca tokonya dengan bertuliskan "DIJUAL HUB. 0896****" ketika barang - barang pribadinya sudah dipindahkan pada dua kardus yang terpajang dijok belakang motornya.

Nisya menatap nama tokonya "Fashion Nisy" dengan tatapan yang sulit diartikan. Setitik air mata terjatuh tanpa diminta. Nisya mengapus air mata itu dan menarik nafas dalam.

"Semoga ini yang terbaik" gumam Nisya lalu melajukan motornya menuju rumahnya.

______________________________

Jangan lupa vote...

NISYA ALFIATUL ALFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang