11

5.9K 770 28
                                    

"Bawa uang sialanmu dan pergi dari sini. Jangan pernah datang lagi, aku tidak mau melihatmu."

Dia tersentak dengan ucapanku.

"Kenapa? Terkejut? Hanya sedikit mengingatkan, kau mengucapkan hal yang sama saat aku di rumahmu. Bagaimana perasaanmu saat orang lain mengatakan hal itu?" Aku mendengus. "Aku bahkan menangis semalaman." Gerutuku pelan, tapi di dalam ruangan sekecil ini dan jarak yang tidak terlalu jauh dia pasti mendengarnya.

Ekspresinya bahkan lebih terkejut di banding sebelumnya.

"K—kau ... kau menangis?" Tanyanya tidak percaya.

"Kenapa begitu kaget? Aku ini wanita yang masih punya hati, wajar kalau aku menangis."

Dia tertunduk. Ekspresinya menyesal tergambar di wajahnya.

Kenapa dia berwajah seperti itu? Aku tidak suka melihatnya, lebih baik dia tetap bersikap layaknya remaja brengsek. Dengan begitu aku lebih mudah menghadapinya.

"Aku minta maaf." Lirihnya pelan. "Aku tidak bermaksud. Aku hanya—" Dia mendengus lalu mengacak rambutnya.

"Aku minta maaf." Katanya lagi cepat.

"Walaupun sudah lebih dari satu bulan, Setidaknya kau merasa menyesal. Dan berhubung aku orang yang baik hati. Aku memaafkanmu."

Dia mengangkat wajahnya melihatku, Ekspresinya tidak berubah. Kenapa? Padahal aku sudah memaafkannya.

"Ada lagi yang kau butuhkan?" Tanyaku akhrinya.

Dia menggeleng lemah. Membereskan kertas dan map lalu memasukkannya ke dalam tas. Melihatku sekilas sebelum menyampirkan tasnya ke bahu kemudian dia berdiri.

"Tunggu." Cegatku ketika dia hendak meraih gagang pintu kemudian berbalik menatapku kosong.

"Kau langsung pulang atau mempir ke tempat lain?"

Dia hanya mengangkat bahu.

"Makan malam lah disini, anggap saja aku mentraktirmu."

Dia diam beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk.

Aku tersenyum simpul. "Tunggu disini, aku harus ke atas mencuci ini dulu. Apa kau sudah lapar?"

"Tidak, aku tidak apa-apa." Dia menjatuhkan lagi tasnya ke sofa.

Bagus kalau begitu.

Aku segera berbalik cepat, memasukan semua yang akan kucuci ke dalam keranjang. Dan pergi ke lantai atas, memasukakn cucianku ke dalam mesin cuci sebelum kembali ke Unitku.

Jungkook duduk di meja bar saat aku kembali. Dia sedang mengerjakan sesuatu sambil membawa kamusku.

"Apa yang kau kerjakan?" Tanyaku sambil mengeluarkan vacuum cleaner.

Dia melihat ke arahku. "Memperbaiki essayku. Apa yang kau lakukan?"

"Apa kau tidak lihat aku sedang bersih-bersih?"

Aku tidak melihat kearahnya dan hanya menyalakan mesin vacuum kemudian mulai membersihkan lantai. Kudengar Jungkook menggerutu karena berisiknya mesin vacum milikku.

Setelah selesai, aku kembali kelantai atas mengurusi cucianku dan kembali secepat yang kubisa untuk memasak makan malam. Jungkook masih betah di meja bar menungguku.

Aku terlihat seperti mengurusi dua adik laki-laki. Yang satu harus kuawasi saat belajar dan yang lain harus ku hibur saat liburan.

Astaga, Jung Eun Bi kenapa kau harus sangat baik hati.

Setelah selesai bebenah aku mengeluarkan beberapa bahan dari kulkas lalu meletakkannya di meja bar, di sebrang Jungkook. Dia tidak merasa terganggu malah justru terlihat nyaman.

"Tadi kakakku menelpon." Ujar Jungkook tiba-tiba.

"Benarkah? Apa katanya?" Tanyaku yang masih sibuk menggunting kimchi, masih mengabaikan untuk melihatnya.

"Aku meminta ijin untuk menginap disini."

Seketika aku langsung mendongak ketika mendengar ia berujar seperti itu. Pandangan yang ku layangkan sangat-sangat menunjukkan kalau aku tidak setuju.

"YA! Apa kau sudah mendapat ijin dariku?"

"Kenapa? Kau keberatan?" Tanya nya enteng yang membuatku mendengus keras.

"Tentu saja! Kau kira ini rumahmu?"

"Baiklah Jung Eun Bi-ssi, apa Aku boleh menginap disini? karena aku membutuhkan seorang tutor, aku janji akan menurut dan bersikap baik." Katanya dengan senyum ramah yang dibuat-buat.

aku bergidik, menelisik dirinya dengan tajam. "Apa kau tidak bisa memanggilku dengan benar?"

"Dari sekian banyak yang kukatakan hanya itu yang kau tangkap? Soal panggilan?" Dia menggeleng pelan. "Apa kita masih harus membahas hal itu?"

"Hah, baiklah baiklah. Untuk malam ini kau boleh menginap, tapi besok pagi kau harus pergi. Aku memiliki tamu besok." Kataku dan mulai melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda karena bocah itu.

Dahinya berkerut. "Tamu? Siapa? Temanmu?"

"Bukan."

Dia tidak bertanya lagi dan melanjutkan pekerjaannya begitu pun denganku. Sesekali aku meliriknya sekilas, dia terlihat sangat serius. Meskipun kediaman ini sedikit tidak nyaman tapi aku tidak ingin mengganggunya. Jadi aku lebih focus pada masakanku.

Dan benar saja hingga tiga puluh menit kemudian tidak ada yang membuka suara sampai masakanku matang.

"Kook, Kita makan dulu."

"Aku tidak lapar." Sahutnya datar tanpa melihatku.

Aku menatapnya bingung. Apa kalian pernah dengar, setelah makan dan kekenyangan maka fungsi otak akan menurun dan sulit untuk berpikir. Aku fikir mungkin dia perlu berkonsetrasi lebih. Jadi aku membiarkannya.

"Baiklah, nanti akan kuhangatkan saat kau lapar. Ada yang perlu kubantu?"

"Tidak."

Aku mengangkat bahu dan menjauh. Tidak begitu peduli dan hanya beralih membereskan buku-buku ku kemudian menumpuknya dekat TV. Saat beberapa buku hendah ku masukkan ke laci terbawah, mataku menangkap sesuatu di dalam laci yang memang jarang kubuka. Tumpukan film yang dulu sempat di beli Jungkook.

"Jungkook-ah, apa yang harus kita lakukan dengan ini?" Aku menunjukkan beberapa tumpuk kotak DVD yang mulai berdebu.

Dia menoleh lalu senyum samar tersungging di bibirnya.

"Kau masih menyimpannya."

"Bukankah sayang untuk di buang."

Alisnya terangkat satu. "Marathon Film?"

Aku menggeleng ngeri. "Kau saja, besok aku sibuk."

Tentu aku tidak mau membuang energiku untuk begadang dan nonton film. Sedangkan besok aku harus menghabisksn waktuku dengan Jimin.

Kulihat dia cemberut. "Untuk apa aku nonton sendirian." Gerutunya yang mulai kembali memperhatikan essaynya.

Melihatnya yang sedari tadi sepertinya tidak bersemangat membuatku sedikit iba. Akupun membersihkan DVD itu dari debu dan meletakkannya di atas meja.

"Baiklah setelah kau selesai kita bisa makan dan menonton satu atau dua film, bagaimana?"

Dia terlihat mengangguk dengan antusiasnya sambil menyeringai. "Call."

Dasar bayi! :<
Kadang nyebelin kadang bikin kasihan.

Vomments nya syg💜

[M] Devil Rabbit • JJK ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang