Aku membanting tumpukan buku di sisinya di atas ranjang. Dia mendongak dari komiknya mentapaku terkejut sekaligus bingung.
"Ya! Apa kau gila?" Omelnya sambil menyingkirkan buku-buku tersebut dengan kakinya hingga berserakan jatuhdi bawah ranjang.
"Ya aku gila karena harus berurusan dengan anak brengsek sepertimu."
"Mwo?" Dia menutup komik lalu menegakkan tubuhnya. Menatapku garang, tapi toh aku tidak peduli, dia hanya anak ingusan.
Aku membungkuk memungut buku-buku yang tadi ditendangnya kemudian menyusunnya kembali.
"sekarang kita mulai pelajaran atau—"
Brak
Aku mendongak saat mendengar pintu tertutup keras. Dasar anak kurang ajar itu. Berani sekali dia.
"Ya! Jeon Jungkook kembali kau!" Teriakku sekuat tenaga.
Aku mengusap wajahku kasar. Padahal aku memiliki adik laki-laki dan aku bisa menanganinya dengan baik. Oh ya tentu saja karena adikku tidak sebrengsek dia. Apa aku harus bertanya pada Jimin bagaimana murid nakal di sekolahnya bisa lulus ujian?
Tapi kurasa itu akan membuatnya bertanya lebih banyak tentangku. Dia pasti mencemaskanku yang hidup sendirian kemudian memaksa untuk keluar dari sekolah asramanya, lebih memilih sekolah biasa yang lebih murah dan hidup berdua denganku. Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Aku belum siap untuk menanggung hidup kami berdua.
Meskipun dia bilang akan memikul beban berdua tapi aku tidak akan membiarkannya. Dia harus hidup layak sama seperti sebelum orang tua kami meninggal.
Bagaimanapun caranya aku harus menemukan cara agar Jungkook mau bekerja sama jika tidak aku akan kehilangan pekerjaan ini. Aku bangkit lalu keluar memutuskan untuk mencarinya, apapun caranya aku akan menyeretnya pulang. Aku tidak akan membiarkannya bertindak semena-mena terhadapku.
Cih, apa dia pikir dia itu pangeran.
Aku berputar-putar sepanjang jalan utama, memasuki setiap game centre, toko buku, tempat penyewaan komik, bahkan aku memasuki setiap rumah makan. Tapi dia tidak ada dimanapun sampai rasanya kakiku hampir putus dan aku kelelahan.
Menjelang malam aku kembali ke rumah Jungkook mengambil tasku dan dia belum juga pulang. Jadi kuputuskan untuk pulang ke apartemenku.
Empat hari berikutnya aku tidak kembali kerumah Jungkook. Aku begitu sibuk dengan urusan kuliahku, mereka juga tidak menghubungiku, kurasa tidak ada masalah dengan ke absenanku.
"Kau yakin tidak ada masalah kalau kau tidak datang lagi?" Tanya Yerin cemas.
Yerin adalah salah satu sahabatku di kampus. Dia tau aku memiliki pekerjaan sampingan sebagai guru private. Yerin sedang berada di apartemenku karena kami sedang mengerjakan tugas berkelompok.
Aku pun hanya mengangkat bahuku acuh atas ucapan Yerin.
"Kau pergi mengajar saja, sisanya biar aku yang kerjakan." katanya lagi.
Aku mendesah, meletakkan pensil lalu menatapnya. "tidak perlu. Kita kerjakan bersama. Jangan memikirkan pekerjaanku, toh mereka juga tidak memikirkannya." Nada suaraku terdengar muram diakhir kalimat, mengingat kejadian tempo hari saat Jungkook meninggalkanku sendirian di apartemennya yang membuatku kesal.
"Maksudmu?"
"Sudahlah jangan membahasnya." Aku bangkit menuju dapur kecilku hanya dalam beberapa langkah.
Apartemenku hanya berbentuk studio kecil. Dengan satu ranjang berukuran sedang, satu meja tamu dengan sofa yang tidak terlalu besar, rak tv yang menjadi satu dengan rak buku, lemari kabinet yang juga bergabung dengan kitchen set. Benar-benar minimalis.
Tidak ada privasi disini selain di kamar mandi, itulah alasanku menolak tinggal bersama dengan adik laki-lakiku. Setidaknya aku haurus memiliki tempat tinggal dengan dua kamar. Meskipun kami bersaudara tapi berbagi kamar dan privasi menurutku itu tidak sehat.
"Mau teh?" Tawarku.
Yerin menggeleng lalu kembali fokus pada layar laptop didepannya. Aku membuka kabinet dan mengambil sebungkus teh melati kesukaanku tapi sayang bungkusnya kosong. Aku mendesah berat.
"Aku akan ke swalayan sebentar. Mau kubelikan sesuatu?"
Yerin mendongak "Aku ikut saja." Katanya sembari bangkit lalu mengambil dompet di dalam tasnya yang tergeletak di atas sofa. Aku mengangguk lalu kami keluar bersama.
Swalayan yang kami tuju tidak terlalu jauh karena apartemen milikku tidak jauh dari jalan utama.
Kami hampir sampai ke swalayan saat tiba-tiba aku melihat Jungkook masih dengan seragam sekolahnya berjalan ke arahku. Dia bergerombol bersama teman-temannya hendak memasuki tempat karaoke yang persis bersebrangan dengan swalayan yang kutuju.
Langkahku terhenti begitupun dengannya. Kami sama-sama melihat selama beberapa detik sampai gadis yang sedari tadi bergelayut manja di lengannya memanggilnya.
"Ada apa, Oppa?" Tanya gadis itu dengan nada suara manja yang dibuat-buat.
"Bukan apa-apa." Sahut Jungkook sambil melepas lengannya dari pegangan gadis itu tapi kemudian melingkarkannya di lehernya seperti posisi merangkul. Dan mereka pun masuk ke dalam.
"Ada apa? Kau kenal dengan mereka?" Tanya Yerin saat melihat sikapku.
"Salah satu dari mereka murid privatku." Aku kembali berjalan, diikuti Yerin.
"Kalian saling memergoki, apa tidak masalah?"
"Sudah kubilang tidak apa-apa. Jangan terlalu di ambil pusing."
"Hm baiklah. Tapi ngomong-ngomong yang mana muridmu?"
Aku membuka pintu swalayan dan langsung menuju rak bahan minuman. "Pria tinggi yang berjalan paling depan, yang merangkul gadis tadi."
Yerin tertawa kecil "Jelas saja tidak masalah, karena dia sedang bersenang-senang dengan pacarnya."
"Mungkin." sahutku acuh.
—
Juki international playboy😎
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] Devil Rabbit • JJK ✔️
Fiksi PenggemarCompleted✅ Saat ini aku telah mempunyai pekerjaan. Pekerjaan yang Sebenarnya cukup mudah dan sangat menguntungkan mengingat bayaran yang di tawarkan cukup menggiurkan. Namun semuanya tak sesuai ekspetasi begitu mengetahui murid yang akan aku ajari m...