Class 12

77 8 2
                                    

"Hahhhh..." Emily menghela nafas dengan keras.

"Hei, ada apa denganmu Emy? Sudah 10 kali kamu mengengus sebal begitu." Elizabeth memperhatikan sahabatnya dengan seksama

Mereka sedang menunggu jam pelajaran berikutnya. Duduk-duduk santai di salah satu taman di area kampus yang luas itu. Wajah Emily terlihat sangat buruk. Dia sedang tidak punya tenaga untuk tersenyum.

"Ayahku sangat keterlaluan." Emily mendesah panjang.

"Ada apa lagi?"

"Ayah mau aku dan Earl menjadi pasangan first dance di upacara coming of age." Emily menyandarkan kepalanya di bahu Elizabeth. Kepalanya terasa berat.

"Apa yang salah dengan itu Emy? Dia calon tunanganmu. Sudah sewajarnya dia menjadi first dance mu. Lagipula, apa kamu tidak bosan? Setiap tahun hanya menari dengan Robert? Dia terlalu protective padamu. Sampai Alaric pun tak pernah dibolehkannya berdansa denganmu."

"Hahhhh. Kalau dilihat seperti itu memang benar. Tapiiiiiii, ini seolah kami mau mendeklarasikan pertunanganku. Dan aku tidak suka itu." Emily kembali mendesah.

Elizabeth tersenyum bijak. "Sudahlah Emy. Jangan terlalu dipikirkan. Jalani saja. Lihat wajahmu. Kalau kamu terus cemberut begitu, aku yakin sebentar lagi akan ada keriput di dahi dan pipimu."

"Baiklah. Temanku yang bijak." Emily mencoba tersenyum. "Aku harus menemui Earl nanti. AKu belum memberi tahunya."

"Bagus. Ayo sekarang kita ke kelas. Sebentar lagi pelajaran manajemen administrasi dimulai." Liz menarik Emily agar bergegas bangkit.

"Uhh, ini pelajaran paling membosankan."

**********


"Sudah kuduga akan begitu." Itu jawaban Earl saat mendengar dari Emily bahwa mereka harus menjadi first dance pada upacara nanti.

Emily mengendikkan bahu. "Mau bagaimana lagi? Membantah pun tak bisa kan?" Emily menatap Earl dengan intens. "Sebenarnya apa yang ayah lihat darimu huh? Sampai beliau sebegitu inginnya menjadikanmu menantu!"

Earl menghadap ke arah Emily, menempatkan kedua tangannya di bawah dagu, lalu berpose dengan tampannya. "Wajah tampanku mungkin?"

"Uhhhh, mau muntah rasanya. Jangan narsis kenapa?" Emily berkata berang.

"Baiklah-baiklah. Lalu, apa saja yang perlu kulakukan besok?" Earl berusaha menahan tawa melihat ekspresi geram Emily. Dia terlihat sangat menikmati saat-saat menggoda Emily. Emy punya banyak sekali ekspresi lucu...

"Kamu hanya perlu duduk bersama ku saat acara pembukaan. Lalu kita berdansa, setelah itu bebas. Tapi waktu bebas itu yang paling melelahkan kan?" Emily tersenyum kecut. Saat acara ceremonial selesai, akan ada banyak orang yang berusaha mengajak bicara Emily. Tentu saja untuk benefit mereka sendiri. Bahkan ada saja orang yang tanpa malu meminta sesuatu secara langsung pada Emily. Dan keadaan Earl pasti tak jauh berbeda.

"Ayo Earl, ibu meminta kita menemuinya di ruang keluarga." Emily bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ruang keluarga.

"Ada apa?" Earl mengikuti Emily. Berjalan berdampingan.

Emily tersenyum tipis. "Ibu sudah menyiapkan pakaian untuk upacara nanti. SATU SET. Baju Couple."

Earl ternganga mendengar penuturan Emily. "Bahkan sekarang bajuku pun ditentukan?"

"Salahakan wajah tampanmu yang membuat ayah dan ibuku begitu ingin menjadikanmu menantunya." Emily mencibir sebal.

"Ahahahaha, mau bagaimana lagi, ketampananku memang tidak ada duanya kan?" Earl mengedip jenaka. Emily hanya menyambutnya dengan tawa. Emily sudah mulai kebal dengan kejahilan Earl.

Prince AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang