Class 8

99 7 0
                                    


Emily dan Earl sampai di istana saat malam sudah larut. Mereka berjalan dalam diam menuju kamar tidur. Sesekali Emily mencuri pandang ke arah Earl. Emily tak pernah menyangka, Earl yang terlihat mudah bergaul dan penuh senyum, menyimpan luka yang seperti itu.

Mereka sampai di depan kamar Emily. Earl berhenti. Memandang Emily dengan pandangan yang sulit diartikan. Cukup lama mereka saling diam. Ragu untuk bicara, namun juga enggan untuk berpisah.

"Good night." Kata Emily setelah beberapa menit mereka saling berdiam.

"Emy." Earl memanggil Emily yang hendak masuk kedalam kamarnya.

"Ya?"

"Ah.. Tidak.. Selamat malam." Earl terlihat bimbang dan sejurus kemudian dia melangkah pergi menuju kamarnya.

Emily menutup pintu kamarnya pelan lalu merebahkan dirinya diatas ranjang. Dia tidak berminat untuk berganti pakaian. Bayangan tentang kejadian di taman bermain kembali berputar diingatannya. "Aroma tubuhmu membuatku tenang Emy." Wajah Emily memerah mengingat kata-kata Earl. Sebenarnya apa yang ada dipikiran Pangeran sialan itu!!! Menyebalkan!!

Emily menutup matanya. Malam sudah semakin larut dan kejadian hari ini begitu menguras emosinya. Emily begitu lelah. Dalam sekejap dia sudah terlelap

*********


Pagi hari tiba. Emily bersiap untuk pergi ke kampus. Jam pertama adalah kelas kepribadian. Kelas yang sangat membosankan bagi Emily. Dan lagi, dia harus memakai proper dress ala Victorian yang sudah sangat-sangat ketinggalan jaman. Jaman sekarang sudah banyak dress ringan yang modis kan? Kenapa lagi-lagi demi melestarikan adat dan budaya, kami kaum muda harus mengikuti memakai pakaian yang ribet seperti itu? Meski dress nya sekarang sudah dimodifikasi berkali-kali agar kami lebih mudah bergerak. Tetap saja, memakai dress berlapis-lapis sangatlah tidak nyaman!

"Hahhh!" Emily mendesah kesal. Dia sudah dibantu oleh 3 maid. Namun belum ada tanda-tanda persiapannya akan selesai segera. Padahal dia sudah berdiri didepan cermin selama 1 jam. "Benar-benar menyebalkan."

"Tuan putri. Tolong jaga ucapanmu." Sofi, Nanny sekaligus kepala pelayan Emily mencoba mengingatkan tuan putrinya.

"Oh Sofi.. Pakaian ini membunuhku!!" Emily tak mengindahkan peringatan nanny nya.

"Tuan Putri!!" Sofi tanpa sadar meninggikan suaranya. Perempuan paruh baya itu begitu peduli pada tuan putrinya. Karena dia sudah mengasuh Emily sejak kecil.

"Baiklah-baiklah." Emily mengalah dan berdiri dengan patuh. Menunggu mereka selesai mendandani dirinya.

Para maid mendandani Emily dengan sangat antusias. Meski ini hanya kelas kepribadian. Namun sudah jadi rahasia umum kalau kelas ini menjadi ajang unjuk diri bagi para anak bangsawan. Mereka berusaha tampil sebaik mungkin untuk menunjukkan siapa mereka. Atau bahkan ada yang berdandan untuk menarik hati lawan jenisnya. Dan Emily sangat muak dengan semua itu.

"Sudah selesai tuan putri." Sofi menatap tuan putrinya dengan mata berbinar. Emily memakai Dress dengan perpaduan warna putih, soft pink dan fusia. yang mempertegas kulitnya yang putih bersih. Rambut bergelombangnya dibiarkan tergerai indah, dengan kepang kecil disisi kanan dan kiri lalu dikaitkan dibelakang untuk membuat rapi penampilannya. Emily benar-benar putri yang sangat cantik.

Para maid membukakan pintu kamar Emily agar tuan putrinya bisa segera menuju ruang makan. Emily berjalan dengan sangat anggun. Karena gaunnya membuat dia tidak bisa berjalan cepat. Emily sangat terkejut saat didapatinya Earl sudah menunggu didepan kamarnya. Earl juga memakai pakaian formal khas kerajaan

Mereka berdua saling memandang. Terkagum dengan apa yang mereka lihat. Pakaian benar-benar bisa mengubah penampilan seseorang dengan sangat drastis.

"Ayo." Earl bersuara setelah tersadar dari keterpukauannya. Emily mengangguk dan melingkarkan lengannya ke lengan Earl. Mereka berjalan dengan anggunnya.

"Kamu mau kemana memakai pakaian resmi seperti itu?" Emily bertanya ketika mereka sedang menuruni tangga. Earl memperlambat jalannya. Mengerti emily kesulitan dengan dress panjangnya.

"Aku harus menghadiri pertemuan di Northen. Ada beberapa masalah jadi harus aku sendiri yang menangani." Earl menjawab dengan santai namun terdengar sedikit kekhawatiran di nada bicaranya.

"Masalah besar?"

"Tidak sebesar itu. Namun.. kau tahu... selalu ada orang-orang yang mencari kesalahan kita kan? Karena yang dibahas cukup penting. Kalau sampai aku tidak hadir... kau tahu sendiri kan?" Earl tertawa kecil. Realita menjadi orang yang selalu disorot sangatlah melelahkan!

"Ahh. Benar.." Emily ikut tertawa. Menertawakan kehidupan mereka yang melelahkan.

Mereka tiba diruang makan dengan disambut binar mata bahagia Ratu Qianna. Emily langsung melepaskan tangannya dari lengan Earl begitu melihat ibunya melihatnya dengan tatapan 'oh akhirnya putriku punya pasangan'. Mommy tidak secepat itu. Ini hanya untuk kesopanan, Mengerti?!

"Duduklah." Raja Kevlar -ayah Emily- menyambut hangat kedatangan mereka.

"Kenapa kamu berpakaian formal Earl?" Ratu Qianna bertanya setelah mereka berdua duduk dikursi masing-masing. Matanya masih penuh dengan binar bahagia. Melihat Emily dan Earl berpakaian formal. Seperti melihat pasangan dari negeri dongeng. Benar-benar pasangan made in heaven.

"Ah benar. Raja dan Ratu. Hari ini saya ada keperluan di Northen yang tidak bisa saya wakilkan. Jadi saya harus kembali ke Northen. Kemungkinan saya akan kembali tengah malam atau besok pagi. Karena pertemuannya memakan waktu seharian." Earl menjelaskan dengan sangat tenang.

"Apa tidak bisa diusahakan untuk pulang saat makan malam Earl? Kita akan ada tamu nanti malam. Dan mereka ingin bertemu denganmu." Raja Kevlar membujuk dengan halus.

"Tamu? Siapa?" Emily bertanya penasaran.

"Keluarga Duke Damarion, sayang." Jawab Ratu Qianna.

"Apa Robert juga akan ikut?" Emily terlihat was-was

"Tentu saja. Robert dan Sabrina akan hadir serta." Emily terlihat cemas. Oh no!! Aku belum cerita pada Albert tentang Earl. Dia pasti akan mengomel padaku!

"Bagaimana Earl?" Raja Kevlar kembali bertanya.

"Ah.. mungkin sedikit sulit yang mulia, jadwal penerbangan pesawat yang tersedia adalah jam 9 malam. Jadi tidak mungkin kalau harus sampai disini saat jam makan malam." Earl menjelaskan dengan hati-hati. Emily memandang earl dengan senyum samar. Hahh.. dia pasti akan memanfaatkan kesempatan ini untuk bertemu kekasihnya. Dasar bucin.

"Tidak usah khawatir. Akan kusiapkan helikopter untukmu. Jadi kamu bisa segera kembali setelah pertemuanmu selesai. "Raja Kevlar tersenyum arif. Senyum yang membuat Earl tersenyum kecut.

Emily tertawa kecil. Dia menarik Earl agar bisa berbisik di telinganya. "Hei aku tahu kamu mau menemui kekasihmu itu kan? Tahan rindumu sebentar lagi karena sayangnya rencanamu gagal." Emily tertawa senang melihat ekspresi Earl yang sangat terganggu. Emily tidak sadar kalau ibunya memandang mereka berdua dengan sangat bahagia.

"Ayo kita sarapan dulu." Raja Kevlar memerintahkan para pelayan untuk menghidangkan makanan. Dan mereka makan dengan tenang. Emily terus saja tersenyum senang. Melihat ekspresi kecewa Earl benar-benar hiburan tersendiri baginya.

**********

Emily memasuki kelas dengan sangat anggun. Kelas sudah sangat penuh. Karena ini adalah mata pelajaran wajib. jadi semua orang tidak ada yang absen. Lagipula.. mereka juga ingin menunjukkan keanggunan dan kekayaan mereka kan? Kelas kepribadian lebih seperti medan perang dibandingkan dengan sekolah. Karena semua orang bersaing memamerkan apa yang mereka miliki. Terutama para perempuan.

Emily duduk dibarisan paling depan. Tempat duduk di kelas ini memang berbeda. Urutan tempat duduk didasarkan pada pangkat tertinggi di kerajaan. Dan tentu saja Emily ada diurutan paling depan. Semua orang mulai berkasak-kusuk melihat penampilan Emily. "wahh, lihat dress putri Emily." Salah satu orang berbisik dipojok ruangan. "Lihat batu ruby yang berkerlip dihiasan kepala tuan putri." Seseorang yang lain lagi ikut berkomentar. Emily sudah sangat lelah bahkan sebelum kelas dimulai. Sudah puas menilaiku huh?!

"Emy." Sebuah suara yang coba di hindari Emily menyapanya dengan sangat dingin. Robert Damarion

"Hai Roby. Sudah lama ya." Emily mencoba bersikap normal.

"Haha!" Robert tertawa kaku. "Ya, sudah lama! Sampai aku yang tinggal tak jauh dari istana tidak mendengar tentang perjodohanmu." Emily membungkam mulut Robert dengan tangannya.

"Sttt. Jangan keras-keras." Emily terlihat panik. Dia tidak ingin menambah gosip yang tak perlu tentang dirinya. Meskipun perjodohan ini bukan gosip. Tapi belum saatnya mereka tahu.

"Emily. Perhatikan tindakanmu!" Elizabeth yang duduk dibelakang mereka terkejut melihat Emily membungkam mulut sang Duke. Meski dia tahu Emily lebih suka bersikap santai. Namun dia tetaplah menjaga image nya.

"Ahh!" Emily dengan cepat menarik tangannya. Namun tentu saja semua orang sudah melihatnya. Oh shit! Aku memberi mereka bahan gosip lagi. "Ini gara-gara kamu!" Emily melirik Robert dengan marah.

Robert menatapnya dengan enteng. Diseluruh negeri Plenamory, hanya Robert lah yang berani memandang Emily dengan tatapan seperti itu. "Tak perlu khawatir Emy. Semua orang sedang sibuk membicarakan 'lelaki misterius yang memeluk sang putri di taman bermain'. Jadi hal kecil seperti ini tak akan menarik minat mereka." Robert memperilhatkan sebuah artikel beserta foto candid dirinya dan Earl tadi malam dari handphone nya.

Mata Emily melebar. "Wahh, media online benar-benar mengerikan!" Dia membaca artikel yang diperlihatkan Robert. Isinya hanya opini si penulis artikel tentang hubungan apa antara Emily dan Earl. Namun postingan itu mendapat respon yang luar biasa. Ribuan kali share dan ribuan komentar. Ohh... pantas saja telingaku terasa sangat gatal sejak semalam!

"Jadi.." Robert mengambil handphone nya dari emily. "Bagaimana bisa aku tidak mendengar kabar tentang perjodohan ADIKKU sendiri?" Robert memandang Emily dengan tatapan mengintimidasi.

Belum sempat Emily membuka mulut. Guru kelas kepribadian memasuki ruangan kelas. Dan baru kali ini Emily merasa begitu senang melihat gurunya.

"Oke class." Sang guru langsung memulai kelas tanpa basa-basi. "Karena sebentar lagi akan ada coming of age ceremony. Hari ini kita akan mengulang kelas dansa. Silahkan mencari pasangan masing-masing."

Emily dengan segera bangun dari duduknya. Dia tidak ingin berpasangan dengan Robert. Namun gerakannya kalah cepat dengan tangan Robert. "Tuan putri, maukah menjadi partner saya?" Robert menyodorkan tangannya pada Emily. Dan ya.. sangat tidak sopan menolak ajakan berdansa. Apalagi itu Robert. Lelaki idola nomor 1 di Plenamory.

"Sure." Emily menyambut uluran tangan Robert dan mereka menuju ke tengah ruangan. Pasangan-pasangan yang lain menyusul menuju tempat dansa. Dan begitu musik mulai mengalun. Mereka mulai menari dengan indahnya.

"Perhatikan langkah kalian." Guru memberi instruksi saat mereka menari. "Kalian para pemuda harus bisa memimpin langkah partner kalian."

Emily berdansa dengan canggung. Bukan karena dia tidak pandai berdansa. Dia adalah yang terbaik di kelasnya. Namun karena tekanan dari tatapan Robert yang seakan bisa membunuhnya.

"Sampai kapan kamu akan memandangku seperti itu Roby?" Emily memberanikan diri menatap Robert. Tatapan Robert benar-benar tajam.

"Sampai kamu menjelaskan dengan LENGKAP tentang perjodohanmu." Robert masih tetap menatap Emily dengan intens. Meski Hubungan antara keluarga kerajaan dan keluarga Duke Damarion kurang akrab. Emily dan Robert mengesampingkan fakta itu dan tumbuh bersama dengan baik. Robert selalu menjaga Emily dari kecil. Dimata Robert, Emily adalah salah satu adiknya yang berharga. Karena sama seperti Emily, banyak orang yang mendekati Robert dengan maksud memanfaatkannya. Orang-orang yang memetingkan keuntungan dirinya. Jadi Robert lebih senang bermain dengan Emily daripada anak-anak yang lain meski Emily 2 tahun lebih muda darinya.

"Baiklah-baiklah. Nanti setelah kelas ini berakhir. Oke?!" Robert mengangguk senang. "Sekarang menarilah dengan benar."

Disisi lain Elizabeth yang berpasangan dengan Alaric juga diinterogasi. "Liz, kamu tahu kan siapa lelaki yang bersama Emily di taman bermain?"

Elizabeth memutar bola matanya dengan bosan. "Oh Al. Jangan kamu juga! Dari pagi aku sudah mendapat pertanyaan yang sama. Tanya sama Emy sana." Mereka masih tetap menari sesuai dengan irama. Terlihat sangat menikmati musiknya.

"Kau lihat. Emily juga sedang diinterogasi oleh Robert." Mereka berdua memandang Emily yang terlihat canggung bersama sepupunya. Mereka berdua biasanya terlihat sangat klop. Ya.. kecuali saat-saat mereka berdebat seperti sekarang ini.

"Hahh... Kadang-kadang melelahkan menjadi teman Emily." Elizabeth berbicara spontan.

"Hei, Emy akan terluka bila mendengar perkataanmu Liz." Alaric terlihat khawatir.

"Kamu tahu bukan itu maksudku Al. Aku hanya tak habis pikir dengan orang-orang itu yang selalu saja membicarakan apapun yang dilakukan Emily. " Elizabeth memandang Emily dengan sayang. Dia salah satu teman yang benar-benar tulus pada Emily. "Aku tak bisa membayangkan betapa lelahnya menjadi Emy."

"Ya.. Itulah konsekuensi hidup menjadi publik figure. Tak terkecuali Emily." Mereka berdua saling memandang. Namun tenggelam dalam pikiran masing-masing.

"Jadi..." Alaric bersuara ketika tarian mereka sudah hampir berakhir. "Siapa lelaki itu?'

"Ahh!!" Elizabeth terlihat gusar, namun akhirnya mengalah. "Tentu saja pangeran Earl, siapa lagi? Kamu kan juga sudah pernah bertemu dengannya. Kenapa tidak bisa mengenali siluet tubuhnya? Sudah jelas kan, tidak ada lelaki setampan dan sekekar Pangeran Earl di Plenamory?"

Alaric tertawa kecil. "Pangeran Earl? Yang menginap diistana?" Elizabeth sedikit bingung dengan pertanyaan Alaric. Jadi Emily tidak menceritakan perjodohannya dengan Earl pada alaric? Kenapa?

"Ya.. Pangeran yang itu." Elizabeth menjawab singkat. Dan praktek berdansa berakhir. Mereka saling membungkuk memberi hormat pada pasangan masing-masing.

Emily langsung menghampiri Elizabeth dan Alaric begitu kelas dibubarkan. "Kalian berdua temani aku! Aku tidak ingin diomeli oleh Robert." Dan tanpa bisa mengatakan tidak, Emily langsung menyeret mereka berdua menuju taman di sayap kanan bangunan itu. Tempat Emily dan Robert janjian untuk bicara.

"Emy, kamu mellihat Roby?" Sabrina, adik Robert menghentikan Emily yang terlihat terburu-buru.

"Aku sedang menuju tempat Robert berada. Mau ikut?" Meski hubungan Emily dan Sabrina tidak begitu akrab, Emy tak bisa mengabaikannya begitu saja. Bagaimanapun juga, mereka tetaplah saudara.

"Baiklah." Akhirnya Sabrina mengikuti mereka bertiga untuk menemui Robert.

*********


To be continue

Publish 12 Mei 2020

Prince AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang