Class 5

1.8K 117 4
                                    

Aku menyesap kopi yang terhidang dengan pelan. Menikmati setiap tetes kopi yang masuk ke mulutku. Menghirup dalam aromanya yang menenangkan pikiran. Kopi memang obat mujarap untuk pikiran yang sedang kacau.

"Kamu tampak sangat menyukai kopi." Komentar Earl yang tengah mengamatiku.

"Ya... Sejak kecil aku sudah akrab dengan kopi. Kamu tahu kan kopi adalah komoditas ekspor yang penting bagi Plenamory. Makanya aku belajar tentang kopi sejak kecil. Semakin beranjak dewasa, aku semakin menyukainya. Aromanya yang menenangkan. Rasanya yang begitu khas. Dan folosofi kehidupan dari kopi. Semuanya sangat ku sukai" Jelasku panjang lebar.

"Hem.. tidak salah. Kamu memang 'wajah' Plenamory." Earl tersenyum penuh pesona. Jangan berpikir macam-macam. Entah bagaimana,, senyum Earl barusan..... benar-benar mempesona. Senyuman tulus dan penuh kekaguman namun dalam waktu yang sama juga menggambarkan betapa luas hati dan pikirannya. Seperti itu mungkin yang tertangkap mataku.

"Ehm.. terima kasih." Jawabku agak kikuk. Sepertinya senyumnya barusan sedikit berefek padaku. Sedikit..

"Jadi... Bagaimana kelanjutan Prince Academy kita?" Tanya Earl tiba-tiba. Aku bahkan belum memikirkan apapun. Baru semalam aku mendengar rencana itu. Dan lagipula itu kan ide nya. Harusnya dia yang lebih tahu apa yang harus dilakukan.

"Aku masih belum begitu mengerti konsepnya. Bisa kamu jelaskan secara mendetail tentang idemu?" Tanyaku.

"Simpel saja. Pertama kita adakan Audisi secara nasional. Kita cari bibit-bibit pangeran dari seluruh pelosok di negerimu. Dari semua yang kita dapatkan, kita sisakan lima puluh orang terbaik. Dan akan kita eliminasi lima orang setiap akhir bulan. Kalau pelajaran apa saja selama karantina, aku belum memikirkannya. Lalu saat hanya tersisa 5 orang kandidat. Selanjutnya kamu lah yang berhak menentukan mana yang terpilih menjadi pangeranmu." Jelas Earl sesingkat mungkin.

"Pangeranku? Bagaimana kalau dari semua orang yang terpilih tidak ada yang aku sukai?" Tanyaku khawatir. Karena ini bukan hanya mencari pasanganku. Tapi juga mencari orang yang akan memimpin kerajaan ini bersamaku.

"Kalau begitu, tidak ada pilihan lain. Kita harus menikah." Jawab Earl santai.

"APA?!" Pekikku tanpa sadar.

Earl tersenyum senang melihat reaksiku. "Mau bagaimana lagi. Kita membuat Prince academy untuk keluar dari masalah perjodohan ini. Kalau kamu tidak berhasil menemukan penggantiku, maka kita tidak punya pilihan lain selain menikah kan?" Lanjut Earl ringan.

Aku menghela nafas dalam. "Benar juga. Jadi aku harus benar-benar menemukan 'orang yang tepat' itu bagaimanapun caranya." Jawabku penuh beban. Aku sendiri sanksi. Apakah aku benar-benar bisa menemukan sosok pangeran yang kuimpikan. Orang yang tidak hanya menjadi suamiku tetapi juga orang yang mampu membawa negeri ini menjadi lebih baik. Nasib rakyatku berada pada pilihanku nanti. Sungguh berat. Kalian tahu? Sangat berat....

"Jadi, kapan kita akan mulai?" Tanya Earl membuyarkan lamunanku.

"Secepatnya, Tapi sebelum itu kita harus mencari orang-orang yang akan menjadi pengurus kegiatan ini. Membuat sekolah itu bukan hal mudah. Apalagi Prince Academy ini. Pasti akan banyak pihak yang menentang. Dan aku juga yakin. Akan banyak halangan di depan kita nanti." Ucapku setengah menerawang. Membayangkan seperti apa jadinya hal ini nanti.

Earl menggenggam tanganku erat. Matanya menyiratkan kekhawatiran. "Jangan terlalu terlalu terbebani. Apapun yang ada di depan sana. Kita akan menghadapinya bersama. Kamu tidak sendiri Emily." Genggaman tangannya semakin erat.

Entah bagaimana, dengan ajaib sedikit bebanku seperti menguap ke udara. Pikiranku jauh lebih ringan sekarang. Mungkin karena kopi yang ku minum? Atau... karena Earl..? AH!! bukan. pasti bukan itu. Ya, pasti karena kopi.

"Ehmm... Earl... tanganmu..." Kataku akhirnya setelah kami terdiam cukup lama.

"Ah.. maaf. Aku terlalu terbawa suasana jadi.. tanpa sadar aku.." Earl terlihat salah tingkah, sepertinya dia juga tidak menyadari perbuatannya sendiri. Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Biasanya aku akan marah kalau ada orang lain yang sembarang menyentuhku. Tapi kali ini, entah untuk alasan apa, aku tidak bisa marah. Setidaknya aku tahu, Earl tidak punya maksud buruk, dia hanya mencoba menenangkanku.

"Benar juga. Oh iya Em, bagaimana dengan usul kelas dansa setiap akhir pekan? Ibuku pasti tidak akan senang jika Pince Academy hanya akan menguntungkanmu saja." Ucap Earl tersenyum penuh arti.

"Aku tahu. Kamu lebih tidak senang kalau kelas dansa di tiadakan. Kamu pasti ingin menggunakannya untuk mengundang pacarmu kesini kan?" Ujarku sarkastik. Kadang aku masih tidak mengerti dengan jalan pikiran orang-orang yang dilanda cinta. Kenapa di setiap saat, dimana saja, kapan saja, mereka sempat-sempatnya memikirkan "cinta"nya?

"Ya.. ya... Itu juga benar." Jawab Earl tersenyum malu. Meski aku enggan mengakuinya. Tapi ekspresinya itu sangatlah.... imut? Yah,, dengan wajah flower boy nya, mau berekspresi seperti apapun, dia memang tidak akan terlihat jelek.

"Hemm, bagaimana kalau waktunya jangan seminggu sekali, karena pasti akan banyak partisipan yang berasal dari luar ibukota, dan khusus untuk kekasihmu bahkan dari luar kerajaan. Pasti akan melelahkan kalau harus bolak balik kemari seminggu sekali." Ujarku berusaha rasional. Meski aku yakin, nanti gadis-gadis itu akan sangat bersemangat mengikuti perta dansa ini. Bagaimana lagi? Aku sudah berencana akan mengumpulkan semua pemuda tampan dari seluruh daratan plenamory. Well, meskipun aku bilang tampang tidak berpengaruh padaku, tapi tidak buruk kan kalau partner ku nanti good looking?

"Kamu benar Emy." Jawabnya tersenyum hangat. Senyum itu... i think i getting used to it.

"Sekarang aku mau kembali ke kampus dulu, pelajaran selanjutnya dimulai sebentar lagi. Masalah ini kita lanjutkan nanti malam." Jawabku terburu. Aku tidak sadar ternyata jam nya sudah mepet sekali. Mana perjalanan ke kampus sangat jauh.

"Aku ikut. Istanamu ini terlalu besar. Aku tidak mau disini sendirian dan tersesat." Jawab Earl sekenanya. Aku tahu dia hanya mencari alasan.

"Terserah lah." Aku sudah tidak mau ambil pusing dengan tingkahnya yang sangat sangat jauh dari kata elegan.

"Lagipula... dari pagi aku belum melihat hal yang menarik kan?" Kata Earl yang mencoba mengimbangi langkahku. Aku berjalan secepat mungkin agar tidak sampai terlambat mengikuti kelas berikutnya.

"Apa maksudmu?" Tanyaku tanpa memandangnya.

"Ehm seperti.... Gebetanmu mungkin?" Earl mengerling, sengaja menggodaku.

"Kamu benar-benar cari masalah denganku pangeran Earl de Northen!!!" Berakhir!! Kesabaranku benar-benar sudah habis untuknya. Awas saja. Ini kerajaanku Earl. Aku bisa membuatmu mati besok!!

**************


Kami tiba diruang kelas jauh lebih awal dari perkiraanku. Baru ada 5 mahasiswa yang sudah berada di ruangan. Well, memang jumlah siswa per kelasnya tidak begitu banyak.Karena ini Universitas khusus bangsawan. Meski sudah ada Kesetaraan antara bangsawan dan rakyat biasa. Tetap saja ada hal-hal yang tidak bisa digabungkan. Contohnya sekolah ini. Karena di sekolah ini banyak pembelajaran yang dikhususkan untuk anggota kerajaan dan bangsawan. Seperti kelas kepribadian, kelas strategi perang, kelas leading territory, dan banyak kelas lain yang tidak diperlukan oleh rakyat biasa.

Bangsawan di kerajaan kami mungkin berperan seperti pejabat di negara republik. Mereka memiliki daerah teritori yang harus dijaga dan dikembangkan sebaik mungkin. Bedanya, kalau di negara republik pejabat dipilih berdasarkan pemilihan oleh rakyat. Disini, gelar bangsawan terus diturunkan dari garis keluarga, biasanya anak tertua dari keluarga tersebut, meski kadang ada pengecualian. Dan gelar itu tidak akan berubah keculai keluarga tersebut melakukan kejahatan besar dan Raja mencabut gelar kebangsawanan mereka.

"Putri Emily, bisa bicara sebentar diluar?" Alaric yang baru saja masuk kelas segera menghampiriku.

"Tentu." Aku beranjak dari dudukku. "Earl, aku keluar sebentar ya." Earl hanya mengangguk tanpa berkomentar apapun. Dia terlihat sangat menikmati suasana kelas.

"Ada apa?" Tanya begitu kami duduk dibangku tak jauh dari kelas.

"Maaf kalau saya sedikit lancang putri, tapi, siapa pemuda yang mengikutimu?" Tanya Alaric dengan wajah khawatir. Dia memang tidak banyak bicara, namun dia bisa diandalkan dan perhatian. Aku selalu merasa hangat kalau berada di dekatnya. Seperti memiliki seorang kakak?

"Dia Pangeran Earl de Northen dari Northen. Dia sementara akan tinggal diistana." Jawabku dengan senyum menenangkan. Entah apa yang membuatnya khawatir dengan keberadaan Earl didekatku. Namun aku sengaja tak membahas tentang perjodohanku. Karena kupikir dia mungkin akan "meledak" seperti reaksi Liz saat mendengar tentang itu.

"Oh.. baguslah. Kupikir ada orang aneh yang sedang mengganggumu Emily. Karena kamu terlihat tidak nyaman." Tuturnya panjang. Dia sangat lembut dan hangat. Dia seperti matahari pagi yang bersinar cerah dengan sinar yang nyaman, tidak terlalu panas dirasa... hangat...

Tidak!! Aku tidak jatuh cinta padanya. Sudah ku katakan tadi aku lebih menganggapnya seperti kakak. Kalian masih ingat kan aku pernah bilang kalau aku lebih suka lelaki yang sedikit bad boy? Ya.. Alaric terlalu tenang dan sopan. Dia selalu menjaga perilakunya. Sampai aku selalu merasa dia memberi batas di antara kami. Padahal kami berteman sudah cukup lama. Singkatnya. Dia bukan tipeku!

"Ayo kembali ke kelas." Kataku sambil beranjak dari duduk. Alaric mengangguk dan berjalan mengikutiku.

*****************

Ada setumpuk dokumen di atas meja kerjaku. Semua dokumen ini berkaitan dengan *coming of age ceremoni. *Upacara debut memasuki gerbang kedewasaan. Setelah melewati upacara ini, semua remaja dinyatakan sudah dewasa dan berkewajiban mengikuti interaksi sosial layaknya orang dewasa. dan kami juga sudah diperbolehkan menikah di usia ini.

Karena tahun ini aku menjadi salah satu debutant, Ayah menyerahkan semua persiapannya padaku. Agar aku bisa menggelar pesta yang sesuai keinginanku. Tapi uhh... tumpukan dokumen ini seakan tak ada habisnya. terus datang silih berganti. padahal Elina -sekretaris pribadiku- sudah dengan cekatan membantuku mengorganisir semua dokumen agar aku lebih mudah menandatangani sesuai kategorinya. Tapi tetap saja. tak habis-habis.

Tok.. tok.. tok.. Suara ketukan pintu membuyarkan konsentrasiku.

Elina membuka pintu dengan segera. Dan terlihatlah Earl berdiri dengan senyum manisnya di ambang pintu.

"Apa aku mengganggu?" Tanya nya masih dengan senyum kesopanan yang belum juga tanggal dari bibirnya.

"Tidak apa. Aku juga butuh istirahat dari tumpukan dokumen ini. Duduklah." Kataku sambil menuju sofa di tengah ruangan yang terlihat sangat nyaman di mataku sekarang. Tak terasa sudah hampir jam makan malam. Dan seharian aku duduk di depan meja. Pantas saja badanku terasa kaku semua.

"Elina, tolong siapkan teh dan camilan untuk kami." Pintaku.

"Baik." Jawabnya dan dia langsung keluar ruangan dan menutup pintu tanpa suara. Benar-benar profesional.

"Jadi? Ada apa?" Tanyaku pada Earl yang masih saja setia dengan senyumannya. Sepertinya suasana hatinya sedang baik?

"Kamu masih ingat dengan teman yang kuceritakan? yang pandai manajemen?" Ya, aku ingat waktu pertama kami bertemu, Earl pernah menyebutkan kalau dia punya teman yang bisa membantu kita mendirikan Prince academy.

"Ya. Ada apa dengan temanmu itu?" Tanya penasaran.

"Aku baru menghubunginya. Dan dia sangat antusias dengan ide kita. Dia berjanji akan membantu semaksimal mungkin. Well, dia juga bangsawan yang suntuk dengan rutinitasnya. Jadi proposal ini sangat menarik untuknya." Senyum Earl terkembang dengan sempurna. Sesenang itu kah dia dengan kesanggupan temannya?

"Baguslah. Aku juga sudah menghubungi beberapa orang yang ku percaya untuk membantu kita, Ada 3 Profesor dan beberapa temanku yang cukup handal di beberapa bidang. Dia juga sudah setuju untuk membantu. Jadi mungkin secepatnya kita harus mengadakan pertemuan dengan mereka semua." Aku cukup puas dengan perkembangan pendirian Prince academy. Bagaimanapun juga, Ini proyek pertama skala nasional yang ku tangani sendiri. Dadaku sedikit bergemuruh karena sangat antusias.

"Ehmm, bukankah lebih baik kita menunggu sampai acara debutant mu selesai? Aku yakin dokumen-dokumen itu sudah menunggu untuk diselesaikan kan?" Kata Earl sambil melirik meja kerja ku. Hahh, benar juga. Acara debutant akan berlangsung seminggu lagi, kurasa tak apa kalau mengundur pertemuan sampai upacara coming of age selesai.

"Baiklah Earl. Jadi, kita jadwalkan seusai upacara ya." Jawabku ringan. Meski sebenarnya dikepalaku sudah berputar akan ada berapa banyak acara yang harus dimundurkan untuk menyisipkan pertemuan ini diantara jadwalku.

"Bagus. AKu akan memberi tahu temanku agar mengosongkan jadwalnya minggu depan." Earl berkata dengan senyum merekah sempurna. Aku jadi tidak tahan untuk bertanya. Apa yang membuatnya begitu bahagia.

"Hei Earl, dari tadi aku penasaran, seberharga itukah temanmu sampai kamu tersenyum selebar itu setiap kali membahas tentang kedatangannya nanti?" Ya, aku pasti juga senang kalau aku bisa bertemu dengan Liz ataupun Alaric yang notabene teman baikku. Tapi tidak sesenang itu sampai aku bisa tersenyum "penuh rona bahagia" yang memenuhi seluruh wajahku seperti senyuman Earl itu.

"Ah.. Aku lupa bilang padamu Emy." Well, sekarang aku merasakan firasat buruk karena senyum Earl berubah sedikit menyebalkan. "Kau tahu, Aku sudah meminta Killian -temanku itu- untuk mengajak Carissa -kekasihku- untuk datang kemari."Dan terjawablah sudah alasan senyum berlebihan yang dari tadi perpajang diwajahnya. Uhh. Rasanya aku mau muntah. Benar-benar pangeran ini sudah menjadi budak cinta.

"Whatever." Balasku malas. Sengaja kuputar bola mataku jengah. Agar Earl tahu topik ini sangat tidak menarik minatku.

"Oh, ayolah Emy. Kamu juga pasti akan menjadi sepertiku kalau nanti kamu sudah menemukan orang benar-benar kamu sukai." Ucapnya menggebu. Dia benar-benar percaya pada cinta ya? Aku tidak begitu peduli dengan yang namanya cinta. Aku hanya butuh bersikap rasional. Itu yang paling dibutuhkan sebagai pemimpin kan? Emosi seperti cinta hanya akan menghambatku.

Itulah yang selalu kutanamkan dalam hatiku. Meski orang tuaku selalu memperlihatkan betapa bahagianya mereka yang saling mencintai. Namun... orang-orang disekelilingku yang begitu penuh sandiwara. Bermuka dua. Membuatku takut untuk mencoba merasakan cinta. AKu sangat sulit percaya pada orang lain. Apalagi jatuh cinta?

Earl medekatkan duduknya padaku karena aku hanya diam tidak merespon kata-katanya. Sepertinya dia mengerti apa yang sedang kupikirkan.

Namun tiba-tiba dia memegang kedua pipiku. dan menghadapkan wajahku agar aku melihat kedua matanya.

"Lihat aku Emily." Bisiknya pelan namun terdengar sangat jelas karena kami begitu dekat. Wajahnya semakin mendekat kepadaku. Sebenarnya apa yang sedang dia coba lakukan?!!

***************

To be continue


Edited 12 Mei 2020

Prince AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang