8: Kehidupan Baruku

371 70 249
                                    

Kaylee

Sebelum semua ini benar-benar terjadi, gue nggak pernah menyangka kalau satu malam yang aneh bisa merubah kehidupan gue. Setelah resmi mengundurkan diri sebagai babysitter Naomi, gue dan Luke juga resmi memulai hal-hal gila ini. 

Dimulai dari makan malam keluarga Hemmings yang harus gue hadiri, Luke yang sering datang ke rumah dan memperkenalkan dirinya sebagai pacar gue kepada Mama Papa, sampai surat perjanjian di antara kami berdua, semuanya sudah diatur oleh Luke selama satu bulan penuh. Ini bisa terbilang benar-benar tersusun dengan rapi. Gue lega bahwa semuanya berjalan dengan lancar, setidaknya sampai detik ini gue bernapas.

Selama satu bulan itu juga Luke terus melakukan PDKT sama orang tua gue. Awalnya, Papa dan Mama kaget, "Kok cowok kamu ganti?"  karena biasanya kan gue sering pulang dengan Mas Calum. Tapi, sekarang, gue sering diantar pulang oleh Luke. Walaupun berjalan agak awkward di awal, tapi gue akui Luke berhasil meluluhkan hati kedua orang tua gue.

Terbukti saat ada undangan kondangan dari salah satu teman dekat Mama, beliau nggak segan-segan untuk memboyong Luke supaya ia bergabung dengan kami. Mama juga memperkenalkan Luke kepada teman-temannya. 

"Habis ini mau ke mana lagi, Tan?" Tanya Luke pada Mama setelah keluar dari gedung pernikahan. 

"Kalau kalian nggak capek, Mama abis ini pengin mampir ke toko roti yang baru buka kemarin itu," jawab Mama.

"Aku nggak capek kok, Tan. Ayo ayo aja," balas Luke. "Lo—eh, kamu gimana, Kay? Sekut nggak nih?" 

Herannya, gue nggak tahu kenapa Luke dan Mama sama-sama bisa nggak ngerasa capek hari itu. Padahal kaki gue udah pegel gara-gara pake high heels

Papa juga sama, dia seneng ngobrolin tentang perkembangan ekonomi saat ini sama Luke. Herannya, lagi, Luke bisa nyambung sama obrolan Papa.

Pernah waktu itu gue tanya, "Emang lo ngerti ngobrol gituan sama Papa gue?"

Dan seperti biasa, dia menjawab dengan sombongnya, "Ngerti. Gini-gini gue sarjana ekonomi cumlaude, IPK gue kemarin 3,85." 

"Gue kira selama ini lo tuh sarjana pengacara. Pengangguran banyak acara."

"Idih," cibirnya. "Itu tandanya lo kurang mengerti calon suami lo lebih dalam."

"Sampis."

Semenjak sama Luke, gue sering merasa kesal, mungkin karena manusia tiang listrik ini kalau ngomong suka asal ceplas ceplos dan nggak ada akhlak. Ditambah lagi dengan sifatnya yang selalu ingin dimengerti, padahal dia sendiri belum bisa ngertiin gue.

Tapi, ada satu malam yang benar-benar nggak bisa hilang dari ingatan gue. Malam di mana Luke datang bersama kedua orang tua dan kedua kakaknya beserta pasangannya, meminta izin kepada Papa dan Mama untuk melamar gue. "Mungkin Om dan Tante belum begitu mengenal saya dan keluarga, tapi saya merasa Kaylee adalah orang yang tepat. Saya nggak mau buang-buang waktu saya. Saya sudah punya pekerjaan tetap dan saya bisa membahagiakan Kaylee, saya sudah siap, Om, Tante. Jadi, kalau diizinkan, maksud saya ke sini adalah untuk melamar Kaylee dan jadiin dia istri saya."

Papa dan Mama pasti kaget tiba-tiba Luke langsung ngelamar gue, padahal kita baru kenal sebentar, gue bisa melihat dari mimik wajah mereka. 

"Gimana Kaylee? Papa sama Mama percaya sama keputusan kamu," kata Papa kala itu sambil mengusap kepala gue dengan sayang. 

Gue tahu Papa dan Mama bukan tipe orang tua yang suka mengatur kehidupan anaknya. Mereka berdua membiarkan gue untuk memilih apapun itu yang menurut gue dapat membahagiakan gue.

Pekat | 5SOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang