11: Di Antara Kalian

314 60 178
                                    

Kaylee

Di tengah malam ini gue terbangun dengan denyutan di kepala gue dan mata gue yang terasa pedas. Mungkin karena gue ketiduran dalam keadaan nangis. Gue melirik jam dinding sembari menyipit, memfokuskan pandangan, ternyata masih jam satu dini hari. Sambil merutuki diri sendiri karena bisa-bisanya kebangun jam segini, gue memutuskan untuk keluar kamar.

Langkah kaki gue mengarah pada area dapur. Tapi, baru saja ketika gue membuka pintu kamar, gue melihat Luke masih duduk santai di ruang tengah. Lengkap dengan TV yang masih nyala dan dia yang main HP. Karena gue nggak peduli, gue langsung melenggang begitu saja melewati dia. Toh dia juga nggak bakal peduli.

Gue sedang sibuk meneguk segelas air putih saat seseorang tiba-tiba berdeham di belakang gue. Refleks, gue meletakkan gelas yang sudah kosong di samping gue dan menoleh ke sumber suara. 

"Apa?" Tanya gue dengan nada datar pada Luke.

Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding dan melipat tangannya di depan dada, matanya melihat gue dengan penuh selidik. Namun sampai detik ini mulutnya belum mengucapkan sepatah kata apapun.

"Nggak jelas," kata gue dengan ketus.

Baru saja gue hendak melalui tubuhnya yang seperti tiang listrik, tiba-tiba ia menahan gue dengan memegang pergelangan tangan gue. Mata gue melihatnya dengan sinis, lebih tepatnya males karena gue pingin balik tidur.

"Abis pergi dari mana?" Tanyanya dengan nada yang tak kalah dingin.

"Bukan urusan lo."

"Urusan gue lah, kan gue suami lo."

"Kalau kayak gini, lo baru ngaku-ngaku suami gue," gue tersenyum pahit dan berusaha melepaskan genggaman tangan Luke. "Lepasin nggak?"

"Jawab dulu pertanyaan gue, baru gue lepas."

"Nggak usah ngaku-ngaku suami gue deh lo," kata gue. "Kita ini nikah cuma pura-pura, ngerti?"

Bukannya melepaskan tangan gue, Luke justru menarik tangan gue. Dia membawa gue ke ruang tengah dan mengisyaratkan gue untuk duduk di sampingnya.

Karena lagi males debat dan ngantuk, gue akhirnya menuruti kemauannya. Baru aja gue jatuhin pantat ke sofa sekitar lima detik, Luke langsung mencecar gue dengan pertanyaan yang cukup mengejutkan. "Lo abis ketemuan sama Calum, kan?"

Mata gue yang tadinya masih menyipit karena males melek, langsung melotot ke arah Luke waktu dia mempertanyakan hal itu. "Urusan lo apa sih, Luke?"

"Jawab dulu. Iya atau enggak?"

"Iya, gue nggak sengaja ketemu sama Calum. Puas?" Balas gue sambil menekankan kata nggak pada jawaban gue. 

Luke menghela napas dan memijat keningnya. "Lo nggak mikir apa gimana, hah? Gimana kalau ada temen bokap gue yang lihat atau keluarga lo lihat? Mau ditaruh mana muka gue dan keluarga gue? Istri gue jalan sama cowok lain."

Saat ini yang ada di pikiran gue adalah nyumpel mulut Luke pake garam dapur atau BonCabe. Gue bener-bener nggak bisa berpikir jernih, ditambah kepala gue rasanya masih pusing. 

"Iya." Gue pura-pura mengerti tentang apa yang dikatakan Luke.

"Kay, gue nggak mau ya sampe ada orang lain yang lihat."

Kali ini gue yang bertanya, "Kok lo bisa tahu gue ketemu sama Calum? Lo ngikutin gue?"

Luke nggak mengelak pertanyaan gue, ia langsung mengangguk. "Gue nggak setega yang lo pikir, ngebiarin cewek keluar malem-malem sendirian," katanya. "Gue sebenernya bisa nemenin lo, tapi ogah banget, ntar lo kepedean." Lanjutnya, membuat gue benar-benar nggak habis pikir sama manusia tiang listrik satu ini.

Pekat | 5SOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang