17: Palsu Itu Fake

488 63 104
                                    

Kaylee

Tulisan itu nggak sengaja gue baca saat tiba-tiba muncul di timeline Instagram

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tulisan itu nggak sengaja gue baca saat tiba-tiba muncul di timeline Instagram. Gue yang awalnya hanya membacanya dengan iseng, kini merasa terenyuh saat membaca kata terakhir. Lagi-lagi pembahasan perihal mengikhlaskan. Pembahasan yang cukup sensitif untuk gue. 

Gue tersenyum tipis, sesekali mengayunkan kedua kaki gue iseng, kemudian kembali mengedarkan pandangan ke sekitar. Sekarang gue masih sibuk nungguin Luke belanja baju di mall karena ada diskon up to 80%. "Gue nggak mau ketinggalan diskon gede-gede kayak gini, pokoknya besok lo harus ikut gue. Lo cari baju baru juga sana," katanya semalam sambil terus scroll layar HP, nggak tahu scroll apa. Gue yang nggak tergiur dengan diskon pun menolak tawaran Luke untuk beli baju baru dengan alasan ini belum saatnya lebaran, jadi nggak usah beli baju baru.

Tapi namanya Luke 'Batu' Hemmings, dia bakal maksa gue untuk tetap ikut. Kali ini alasannya adalah dia nggak punya teman belanja. Jadi, here I am, duduk sendirian di tengah-tengah orang yang sibuk berburu diskon. Sesekali gue melihat Luke yang sibuk memilih-milih barang, tingkahnya persis seperti emak-emak yang ada di sekitarnya, bahkan dia terlihat lebih cekatan dalam memilih baju bagus. 

Keren juga suami jadi-jadian gue. Hehe.

Ngomong-ngomong tentang mengikhlaskan, gue nggak tahu gue sudah bisa melakukannya atau tidak. Yang gue tahu pasti sejak kecil adalah mencintai bukan perkara kebal, jauh dari kata mudah dan asal. 

Belasan tahun yang lalu, saat gue masih duduk di bangku SD, gue mengalami perpisahan yang sangat menyedihkan. Bukan, bukan pisah sama pacar, tapi pisah sama Ayah. Waktu itu, Mama sering banget berantem sama Ayah, entah itu hal kecil atau hal besar. Gue yang waktu itu masih duduk di bangku kelas 3 SD nggak begitu paham dan nggak terlalu ingat sama apa yang mereka berdebatkan. Yang jelas, di tahun ketiga itu, hampir setiap hari Mama dan Ayah cekcok. Kalau nggak ribut, ya diem-dieman. 

Mama, Kak Bisma, dan gue hancur. Dari situ, kami belajar satu hal, hancur lebih mudah dari bertahan. Kami hancur dan akhirnya pun gagal bertahan.

Sampai akhirnya empat tahun kemudian Mama bertemu dengan Papa dan mereka menikah. Sampai sekarang. Hal yang lucu adalah ternyata mereka berdua dijodohkan oleh kedua orang tua mereka. Oma menjodohkan Mama dengan Papa—anak teman Oma semasa kuliah. Ada satu hal yang lebih lucu, waktu gue SMA, Mama akhirnya bilang ke gue, "Awalnya Mama sama Papa itu nggak saling sayang. Kita menikah cuma pengen bikin orang tua kita seneng, Mama pengen bikin Oma Opa kamu seneng."

Bingung, gue akhirnya bertanya, "Emang tadinya Oma Opa sedih terus sebelum Mama menikah lagi?"

Mama mengangguk. "Oma sama Opa kamu juga pengennya Mama menikah lagi biar ada yang ngurusin gitu, ada teman hidup. Jadi, ya udah, Mama nurut aja," kata Mama. "Mama kira Mama nggak bakal berhasil sama Papa karena kita hidup di satu rumah tuh kayak temen, bukan kayak suami-istri. Ngomong aja pake gue-lo."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pekat | 5SOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang