Pahlawan Siang-Siang

36 3 3
                                        

Minggu ini Cella mengurung dirinya dikamar.
Masih dengan kejadian semalam, matanya sembab, rambutnya kusut seperti singa, dan kucel.
Satu kata yang mewakili kondisi Cella. Kacau.

Ia sudah tidak dapat mengeluarkan air matanya lagi, habis sudah.

Sejujurnya ia juga bingung pada dirinya sendiri, buat apa ia menangis seperti ini tentu tak ada gunanya.

Cella ini gadis yang cuek, yang serba bodo amat dan terserah.
Kenapa cuma karena Aldo ia harus menangis?

Menangis memang boleh cuma hanya sewajarnya saja. Cella juga pernah tau rasanya patah hati bahkan dia juga bodo amat.

Ia tidak boleh begini, persahabatannya akan hancur seketika karena dirinya.
Ia tak mau seperti ini.
Hari ini harus lebih baik dari sebelumnya.

"SEMANGATTT!!" teriaknya dan langsung berlari kekamar mandi.

                                ----

"Good morning" sapa Cella.

Kebiasaan dihari minggu keluarganya akan berkumpul di ruang keluarga hanya untuk sekedar mengobrol dan mengisi waktu luang.

"Good morning lagi, liat noh udah siang" ucap Aran.

"Eh iyaya hehe" Cella menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Sayang, tadi malam kenapa kamu cepat sekali pulangnya?" tanya Maya.

"Oh itu ma, si Rissa dia mau curhat sama Cella tentang cowok tapi sambil jalan-jalan gitu pake mobil, eh jalannya udah nyampe depan rumah aja, yaudah deh langsung pulang" balas Cella, kadang ia juga bahagia otaknya selalu lancar kalo soal alasan.

"Ohh" jawab mereka.

'Maap ye Mon, gue pake nama lo hihi'

'Gue bosen' batinnya.
'Kerumah tante Fena ah' lanjutnya.

"Ma, pa, bang, Cella mau kerumah temen dulu ya" izinnya.

"Gimana yaa" Aran, dia jangan sampai mengacaukan semuanya.

"Boleh kok sayang" Jordan mengacak pelan rambut Cella.

"Yeah, thanks papa papi daddy ayah, unch bapak emang yang terbaik" Cella mencium sebelah pipi Jordan.

"Boleh kok kamu pergi, abang izinin" ucap Aran lembut.

"Ih siapa juga yang butuh izin dari lo, bay gue mau pergi" Cella menghempas rambut badainya dan mengenai muka Aran.

"Rambut lo bau tai"

"Enak aja, rambut gue Wangi gini emang lo, cih" ucap Cella tak terima.

"Aku pergi assalamualaikum" pamitnya.

"Waalaikumsalam"

                              ----

Cella bernapas lega, akhirnya ia sampai juga dirumah besar milik Fena, mama Gavin.

Cella berjalan dengan riang kedepan pintu rumah Gavin yang berwarna putih itu, sebelum ia ketuk, Cella mendengar suara orang ribut dari dalam.

Cella tidak kepo dia cuma penasaran.

'Jadi kamu lebih memilih tinggal bersama wanita sialan ini dari pada saya, papa kamu!'

'Jangan pernah anda sebut ibu saya sebagai wanita sialan, brengsek!'

'Lihat Fena apa yang kau ajarkan pada putraku sehingga dia mengataiku brengsek?!'

'Bukan aku justru kau sendiri yang secara tidak sadar mengajari putramu bersikap demikian!'

CellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang