3. Apa kamu bodoh?

31 13 1
                                    

"Kamu tidak memanaskan makanan?" Tanya Jaka saat mereka berdua kini sudah sama sama berganti pakaian, Harsa yang sedang menggosok rambut basahnya itu mencebik.

"Kau benar, aku tidak bisa menyalakan kompor, kalau kamu mau mengejekku ejek saja"

"Kemarilah, aku akan mengajarimu"

"Tidak mau, aku adalah tamu, biarkan aku bersantai disini sambil menonton televisi"

Jaka tidak menanggapi, dia memutuskan memanaskan makanan untuk makan siang, hari semakin sore, Jaka meletakkan makanan diatas meja, memanggil Harsa yang sedang menonton film.

"Kamu mau pergi?" Tanya Harsa disela sela makannya.

"Ya"

"Kemana? Rumah sakit?"

Jaka terdiam sejenak, "Benar, bagaimana kamu tau?"

"H-hanya menebak"

"Aku akan pulang jam 10 malam, aku harap kamu tidak meledakkan rumah ini sampai aku kembali"

"Hah? Kenapa lama sekali?" Kejutnya.

"Aku pergi bekerja setelahnya"

"Kamu bekerja di kondisimu yang seperti ini?"

"Memangnya kenapa?"

"Tidak"

Lenggang, mereka menyelesaikan makan tanpa obrolan apa pun. Beberapa menit, mereka menyelesaikan makannya, Harsa menawarkan diri untuk mencuci piring, meskipun agak ragu, tapi Jaka mengangguk.

Jaka sudah siap dengan hoddie abu abu ditambah jaket bomber hitamnya, dia membawa tas kecil berisi seragam kerja dan beberapa obat.

"Aku pergi" Pamitnya.

"Ya, serahkan urusan rumahmu padaku!" Bangga Harsa. Jaka menilik wajah Harsa hingga ke kaki berulang ulang.

"Jika kanya membereskan rumah aku masih bisa! Jangan meremehkan ku!"

"Baiklah" Jaka berjalan pelan menuju halaman sambil sesekali menoleh ke belakang, dia masih ragu meninggalkan rumahnya pada Harsa. Setelah kepergian Jaka, Harsa segera memasuki rumah, mencari ponselnya menelfon seseorang.

"Tidak bisa, Harsa. Itu informasi pribadi"

"Tidak bisa, sungguh"

"Ayah minta maaf, tapi itu tetap tidak bisa"

Beberapa menit, Harsa yang jengkel membuang ponselnya ke sembarang arah, rasa tidak pedulinya justru membuatnya semakin penasaran tentang penyakit Jaka. Apakah itu berbahaya? Apakah obatnya sudah di temukan?. 15 menit bergelut dengan fikirannya sendiri, Harsa meraih ponselnya kembali, mengetikkan sesuatu di internet, mencari informasi.

Dia terus menscroll layar ponselnya. Mematikan? Sulit disembuhkan? Astaga ini penyakit berbahaya, kenapa Jaka terlihat santai dan tidak apa apa? Tidak taukah dia resiko yang diderita penyakit leukimia Liforma non-Hodgkin? Tidak taukah dia seberapa singkat waktu yang dia punya jika penyakit ini semakin parah?

Berjam jam dia menunggu Jaka pulang, dia mengelilingi rumah Jaka, meneliti setiap inci rumah, figura figura lama terlihat kokoh di atas nakas. Wajah Jaka sangat berbeda, ia ingin tau apakah yang dilihatnya saat ini benar benar Jaka atau bukan. Harsa baru mengenal Jaka kurang dari satu hari, tapi kenapa dia menjadi begitu pemasaran tentang hidup Jaka? Jika dia tidak memasuki ruang seni tadi pagi, apakah dia akan berdiri disini sekarang? Menikmati duplikat atmosfer rumah sakit di rumah Jaka, Harsa duduk di sofa depan televisi, perlahan matanya mulai terpejam, film ini sudah ia tonton berkali-kali, seperti menonton ending yang sudah diketahui nya sejak awal film ini diputar, Harsa tertidur.

Sleep TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang