Harsa bangun dari tidurnya saat bunyi beep beep itu terdengar, dengan masih setengah tidur, dia meraih ponselnya diatas meja, melepas kabel chargernya, Harsa menyipitkan matanya melihat notifikasi dan reflek terbangun dengan cepat, membuang asal selimutnya dan mengambil jaket berlari kebawah.
"Harsa kamu mau kemana?" Tanya ibu Harsa yang hendak memasak.
"Dimana ayah?" Harsa bertanya dengan nada sedikit tinggi karena panik.
"Dia belum kembali"
"Bagus!" Harsa meraih kunci motornya, sebelum itu dia menyempatkan menelfon Arinda.
"Halo.. Kamu tidak tau waktu ya, ini masih sangat pagi ada apa?" Ujar Arinda dari sebrang dengan suara serak.
"Jangan banyak bertanya! Cepatlah ke rumah Jaka!"
"Heung? Dia pasti masih tidur"
"Tidak, Rin. Kumohon cepatlah, kondisinya darurat, aku akan memanggil ambulan, kamu cepatlah datang!"
Telfon dimatikan sepihak, meskipun masih agak tidak percaya, Arinda langsung bangun mencuci mukanya dan langsung menuju rumah Jaka. Lampunya masih menyala, padahal jika tidak salah ingat, lampu luar rumah Jaka sudah mati sejak jam 5 pagi. Arinda mengetuk pintu.
1 menit
2 menit
Tidak ada jawaban.
"Jaka.. Ini aku, Arinda" Tetap tidak ada jawaban, beberapa menit mengetuk ambulan datang dengan Harsa di depannya, Harsa langsung menghampiri Arinda."Bagaimana?" Tanya nya.
"Dia tidak menjawab"
Harsa mengatur nafasnya, dia mengetuk beberapa kali lalu mencoba mendobraknya.
"Hey, sebenarnya ada apa?"
"Diamlah" Wajah Harsa terlihat serius, Arinda terdiam. Pintu terbuka paksa, Harsa segera berlari masuk mencari Jaka diikuti Arinda dan beberapa petugas. Betapa terkejutnya Arinda saat melihat Jaka sudah sangat pucat, tubuhnya dingin, wajahnya penuh darah mimisan yang sudah mengering. Dia tidak sanggup berkata apa apa saat petugas mengangkat tubuh Jaka, membawanya ke dalam ambulan.
"Ayo, kita juga ikut" Harsa menarik tangan Arinda, menyuruhnya naik ke motor, mereka mengikuti ambulan dari belakang. Bisa Harsa rasakan, Arinda gemetar entah karena khawatir atau kedinginan. Sesampainya disana, petugas rumah sakit langsung membawanya masuk UGD, Harsa dan Arinda menunggu di luar.
"Bagaimana kamu bisa tau, jika terjadi sesuatu pada Jaka?" Tanya Arinda, Harsa menunduk, dia sedikit takut untuk mengatakannya, tapi ini hanya Arinda, tidak apa dia pasti mengerti.
"Aku selalu mendapat peringatan tentang kondisi Jaka, lihat" Harsa menunjukkan ponselnya, riwayat peringatan dari hari hari lalu, terakhir adalah tadi pagi bertuliskan.
Denyut jantung melemah
Pernafasan tidak teratur
Suhu tubuh 16°"Bagaimana kamu bisa memiliki ini?"
"Gelang"
"Maksudnya?"
"Gelang yang dipakai Jaka, sebenarnya itu hasil experimen ayahku, dia memasukan alat pendeteksi kesehatan dan lokasi di gelangnya, sejujurnya itu hanya untuk keluargaku, tapi aku memberikannya kepada Jaka"
Arinda terdiam. "Gelang hadiah sereal itu?"
"Ya, sebut saja begitu" Harsa berdiri, bersedekap dada. "Aku beruntung, Jaka selalu memakainya, aku jadi bisa memantau keadaannya lewat ponselku"
Arinda terdiam menunduk, membuang nafas sedih, bahkan Harsa sudah melakukan sejauh ini untuk Jaka, Arinda? Apa yang sudah dilakukan untuknya? Tidak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleep Tight
Teen Fiction"Kamu tau? Seseorang pernah bilang, jangan mimpi indah, cukup tidur yang nyenyak saja, ti-" "Tidur nyenyak untuk dirimu sendiri, bukan karena mengkhawatirkan hari esok, apa aku benar?" "Ya" "Kalau begitu, semoga tidurmu nyenyak, Jaka"