7. Undangan

24 11 0
                                    

Pagi hari, Jaka membuka matanya, aroma familiar ini tercium sangat kuat. Dia melihat sekitarnya, banyak alat medis, badan dan wajahnya terasa nyeri. Jam berapa sekarang? Apakah dia masih di dalam mimpi?. Jaka berusaha mengingat ngingat, selang inhaler di hidungnya membuatnya mudah bernafas. Tangannya, siapa yang menggenggam tangannya? Jaka sedikit menunduk melihat orang itu yang terlelap menggenggam tangannya.

"Nghh.." Dia terbangun, meregangkan ototnya dan mengusap usap mata.

"Sejak kapan kamu bangun?" Tanya orang itu, Harsa.

"Baru saja, kenapa aku ada disini?"

"Soal itu, aku menemukanmu penuh darah dan lebam, tergeletak di tengah jalan kemarin"

"Ah.. Aku ingat, Terima kasih sudah menolongku, padahal aku pikir aku tidak akan bangun lagi saat itu"

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Harsa membantu Jaka bangun, bersandar.

"Aku hanya ingat kepalaku sangat pusing, nafasku tidak karuan, beberapa meter dari jalan, sekelompok orang menghadangku, aku tidak ingat siapa dia, tapi.. suaranya terdengar familiar"

Harsa terdiam, dia meremas jaketnya. Beberapa detik kemudian dokter masuk, memeriksa keadaan Jaka.

"Apa aku boleh pergi sekolah, dok?" Tanya Jaka pelan.

"Boleh, tapi sebaiknya jangan, kondisimu-"

"Aku tidak apa apa, aku bisa menjaga diriku"

"Heh! Kamu sebaiknya dengarkan dokter saja, sejak kemarin detak jantungmu tidak normal tau"

Jaka menoleh, mengernyit.
"Darimana kamu tau?"

"Itu.. Itu.. Tentu saja saat aku membopongmu, aku merasakannya" Jawab Harsa sedikit gelagapan.

"Aku tidak apa apa" Jaka menoleh kepada dokter lagi.
"Dok, setidaknya izinkan aku pulang, aku tidak suka disini"

Dokter terlihat menghela nafas.
"Sebelumnya, apa kamu teratur meminum obatmu?"

"Iya"

"Suntikan dan infusmu bagaimana?"

"Aku selalu melakukannya, jangan khawatir"

"Baiklah, akan ku pertimbangkan, tunggulah disini" Dokter menyuruh suster untuk mencatat kondisi dan keluhan Jaka dan pergi beberapa menit kemudian.

"Hey, apa yang kamu lakukan!?" Harsa berseru panik, belum lama dokter keluar, Jaka sudah dengan cepat melepas alat infus yang tertancap di punggung tangannya.

"Kita pergi, Harsa"

"Tidak tidak! Kita tunggu dokter kembali"

"Sudahlah, dia tidak akan mengizinkanku pulang, aku tau itu" Jaka perlahan turun dari brankar, melepas inhaler yang melilit di kepalanya.

"Kamu nekat sekali, bagaimana jika terjadi sesuatu nantinya?"

"Jangan khawatir, aku selalu kembali kesini setiap sore, aku akan menjelaskannya nanti"

Dia memakai sandalnya, meraih tas kecil di samping brankar, dan menarik tangan besar Harsa.

"Cepatlah!"

Harsa pasrah, dia mengikuti langkah kecil Jaka, berlari pelan. Handphone nya berbunyi beep beep cepat seperti suara alarm, Harsa membukanya sekilas, lalu segera mematikannya, sedikit panik.

"Tunggu, kalian!" Suara bariton itu menghentikan langkah keduanya, menoleh ke belakang bersamaan. Dokter itu berjalan cepat mengejar mereka.

"Tidak, Cepat Harsa!"

Sleep TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang